JAKARTA – Konflik antara Israel dan Palestina kembali memanas, dengan serangan terbaru yang menyebabkan ratusan korban jiwa di Gaza dan Tepi Barat. Bagi rakyat Palestina, Ramadan kali ini bukan hanya bulan suci, tetapi juga menjadi masa penuh duka dan penderitaan akibat agresi militer Israel.
Penasihat Presiden Palestina, Mahmoud Al-Habbash, menegaskan rakyat Palestina akan tetap bertahan di tanah yang telah mereka huni selama lebih dari 6.000 tahun. Menurutnya, membela Palestina bukan hanya tanggung jawab politik, tetapi juga kewajiban agama.
“Karena di Palestina lah terjadi peristiwa Isra Miraj. Masjidil Aqsha adalah kiblat pertama dan kota suci ketiga dalam Islam,” ujarnya dalam acara Iftar Talk yang diselenggarakan oleh Institut for Humanitarian Islam di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat pada Selasa (18/3/2025).
Al-Habbash juga mengingatkan serangan kolonialisme Barat terhadap Palestina bertujuan untuk mengosongkan wilayah tersebut dari penduduk aslinya. Tragedi 7 Oktober 2023 sering dijadikan alasan baru oleh Israel untuk melanjutkan agresinya.
“Kami para pemimpin Palestina mengetahui rencana ini. Kami mengajak semua pihak untuk menggagalkan strategi pengusiran bangsa Palestina dari tanah airnya,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa setiap bentuk dukungan sangat berarti, baik dalam bentuk bantuan makanan, pakaian, maupun obat-obatan.
“Satu dolar dari negara Barat dapat menghancurkan rumah, masjid, dan gereja. Satu dolar dari umat Islam akan melindungi mereka dan tempat ibadah mereka,” katanya.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, menegaskan perjuangan Palestina merupakan bagian dari amanat pendirian Indonesia.
Ia mengingatkan bahwa kemerdekaan Indonesia tidak hanya untuk kepentingan bangsa sendiri, tetapi juga untuk membela hak-hak bangsa lain yang masih tertindas.
“Masalah Israel-Palestina bagian dari concern proklamasi kemerdekaan. Kita mau merdeka bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga ingin melihat bangsa lain merdeka,” ujarnya.
Menurutnya, visi pendirian Indonesia sudah jelas, yakni membangun peradaban global yang berlandaskan kemanusiaan dan keadilan. Hal ini sejalan dengan Pembukaan UUD 1945, yang menegaskan bahwa “penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Dari perspektif akademisi, Guru Besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, menyatakan bahwa media sosial dapat menjadi alat penting dalam memperjuangkan Palestina.
Dengan menyebarluaskan informasi tentang kekejaman tentara Israel dan kebijakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, masyarakat dunia dapat mendorong perubahan kebijakan negara-negara Barat.
“Memberdayakan rakyat Amerika Serikat untuk melakukan tindakan konstitusional di negaranya adalah salah satu opsi. Ini penting kita lakukan. Terus viralkan tindakan kejam Israel di media sosial,” ujarnya.
Dinamika Politik Amerika Serikat
Di sisi lain, Ketua PBNU, KH Ulil Abshar Abdalla menyoroti bagaimana kebijakan Amerika Serikat terhadap Palestina bergantung pada pemerintahan yang sedang berkuasa.
“Di era Biden, politikus AS cenderung pro-Israel, tetapi publik Amerika semakin banyak yang bersimpati kepada Palestina. Sebaliknya, di era Trump, ada upaya sistematis untuk membungkam opini yang mendukung Palestina,” paparnya.
Ia mencontohkan kasus Mahmoud Khalil, seorang mahasiswa Universitas Columbia, yang ditangkap karena menjadi aktor intelektual di balik gelombang demonstrasi pro-Palestina di Amerika Serikat.
“Era Trump ada upaya memberangus opini simpati kepada Palestina. Suara pro-Palestina hendak diberangus,” imbuhnya.
Sejumlah pemimpin dunia Islam, termasuk ulama dan organisasi keagamaan, diharapkan dapat bersatu dalam membentuk koalisi yang kuat untuk mendukung perjuangan Palestina.
Menurut Mahmoud Al-Habbash, tidak ada alasan bagi siapa pun untuk tidak membantu Palestina, setidaknya dengan tidak membenarkan pendudukan Israel.
Dengan berbagai tekanan yang terus meningkat, perjuangan Palestina bukan lagi hanya isu regional, tetapi telah menjadi tanggung jawab moral bagi seluruh dunia.
Dukungan dari negara-negara Muslim, organisasi kemanusiaan, dan masyarakat sipil menjadi kunci untuk memastikan bahwa hak-hak bangsa Palestina tetap diperjuangkan di tingkat global.
Pewarta : M Adi Fajri
Editor : Nicha R