Inovasi Tiwik Suci Pratiwi, Staf Sanitarian Puskesmas Bontang Selatan II
Oleh: Bambang, Bontang
Inovasi yang digagas Tiwik Suci Pertiwi tergolong inspiratif, apalagi di masa pandemi Covid-19 saat ini. Staf sanitarian Puskesmas Bontang Selatan II ini berhasil membantu warga menciptakan kelompok alat penjernih air sederhana dari barang-barang bekas (babe). Alat tersebut masih berfungsi dan dimanfaatkan warga sampai sekarang. Inovasi air bernama saringan pasir lambat, diinisiasi di kawasan RT 31, Kelurahan Berebas Tengah, Kecamatan Bontang Selatan.
Ide muncul saat Tiwik melakukan inspeksi sanitasi rutin di pemukiman warga. Dia mendapati permasalahan air bersih di salah satu sumur warga RT 31, tepatnya di belakang Masjid Nurul Ma’mun Gang Tipalayo. Air sumur yang ada di tempat itu berbau dan berwarna kuning. Namun karena tak ada sumber air lain, warga terpaksa menggunakannya untuk mandi dan mencuci. Maklum mereka hanya penyewa, sementara pemilik rumah tidak menyediakan sarana air bersih dari PDAM. Permasalahan air bersih makin lengkap sebab pemilik rumah juga tak
menyediakan penampung air atau tandon.
Tak mau menyerah pada keadaan, Tiwik lantas mengajak warga sekitar membuat alat penjernih air sederhana. Bahannya dari barang-barang bekas yang minim biaya dan dilakukan secara swadaya dan gotong royong. Sambil membuat alat penjernih air, pikir Tiwik, dia juga mengedukasi soal pentingnya memanfaatkan air bersih dan membudayakan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Usulan Tiwik langsung disambut baik, tak hanya warga tapi juga tokoh agama, tokoh masyarakat, dan Ketua RT setempat. Cukup dengan memanfaatkan barang bekas yang ada di sekitar mereka, seperti kerikil, pasir palu, ijuk, arang dari batok kelapa, galon bekas, dan ember bekas sebagai medianya, permasalahan air akhirnya selesai.
Kini, warga tak lagi risau dengan masalah air bersih. Lewat alat sederhana itu, air yang sebelumnya berwarna dan berbau, sekarang sudah layak untuk mandi dan mencuci.
“Di masa pandemi Covid-19 saat ini, ketersediaan air bersih sangat berguna. Salah satunya, mendukung gerakakan PHBS dalam hal mencuci tangan memakai sabun,” terang Tiwik.
Inovasi ini mengantarkan perempuan kelahiran 28 September 1977 yang sudah mengabdi sejak 2016, masuk dalam 10 besar finalis Tenaga Kesehatan (Nakes) Teladan tingkat Nasional pada 2016 lalu. Dia juga masuk daftar 10 besar finalis ajang Indonesian Health Care Innovation Award 2020. Meski begitu, Tiwik memastikan bukan perkara mudah mengajak warga bersama-sama membuat alat pembersih air.
Berhasil di RT 31, bukan berarti mudah pula diterapkan di RT atau wilayah lain. Di tempat lain justru penolakan yang didapat. Sehingga butuh kesabaran ekstra.
Tiwik berharap, ke depan inovasi penjernihan air sederhana dari barang bekas yang dibuatnya bisa dimanfaatkan oleh banyak orang, sehingga bisa mencukupi ketersediaan air yang ada di masyarakat. Apalagi di masa pandemi Covid-19 saat ini, dimana air bersih menjadi salah satu kebutuhan penting untuk mencuci tangan yang merupakan salah satu penerapan protokol kesehatan.
“Harapan saya, penjernih air lebih banyak dimanfaatkan, sehingga kebutuhan air tercukupi dari sumber air yang ada,” kata Tiwik. (bms)