spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Antrean Rutin “Peminum Solar” di Daerah Penghasil Migas

Langit Balikpapan sedang tidak ramah ketika Malik (44) memarkirkan truk boks di tepi Jalan Suprapto, Balikpapan Barat. Di tengah guyuran hujan, truk yang ia kendarai telah mengambil posisi di belakang kendaraan besar yang lain.

Pintu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang ia tuju masih amat jauh di depan. Malik lantas mengambil ponsel pintar di saku celana dan berselancar ke dunia maya untuk mengusir jenuh.

Hari itu, Rabu (14/7/2021), Malik yang membawa kendaraan enam roda hendak mengisi solar di Kebun Sayur. Ia harus mengantre berjam-jam sebagaimana hari-hari sebelumnya untuk mendapatkan bahan bakar. Sopir makanan ringan ini mengaku, mulai mengantre pukul 11.30 Wita. Dua jam kemudian, barulah Malik masuk gerbang SPBU. Itu pun masih harus mengantre lagi.

“Sudah dua tahun saya jadi sopir dan selalu lama kalau mengantre di SPBU,” terang lelaki yang tinggal di Balikpapan Utara ini ketika ditemui kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com.

Hapio adalah sopir lain yang mengaku banyak menghabiskan waktu demi mendapatkan solar. Sopir truk berusia 67 tahun itu sudah dua jam mengantre. Kendaraannya masih teronggok di samping Lapangan Poni, sekitar 200 meter dari pintu SPBU Kebun Sayur.

“Mau kayak mana lagi? Memang sudah dari dulu begini. Di tempat lain juga sama,” kata Hapio yang tinggal di Kelurahan Baru Ulu, Balikpapan Barat.

Demikianlah kisah Malik dan Hapio, dua sopir yang kesulitan bahan bakar minyak di daerah yang berjuluk Kota Minyak. Keesokan harinya, antrean solar di SPBU Kebun Sayur pada Kamis siang, 15 Juli 2021, tetap sama. Barisan kendaraan peminum solar mencapai 500 meter dari pintu stasiun. Antrean tak pelak memakan sebagian badan Jalan Suprapto bahkan sampai menutupi gapura gang dan rumah penduduk.

Pemandangan sejenis juga nampak di SPBU Kilometer 15, Karang Joang, Balikpapan Utara. Kendaraan raksasa seperti tronton dan trailer menunggu giliran masuk SPBU. Mereka berjejer sepanjang 300 meter di Jalan Soekarno-Hatta yang tidak terlalu lebar itu. Masih di jalan yang sama tapi di wilayah Samboja, Kutai Kartanegara, truk-truk juga berjejer di depan SPBU di Kilometer 38.

Menurut Ketua Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (DPC Aptrindo) Balikpapan, Risman Sirait, antrean solar di SPBU adalah cerita klasik. Hasil penyelidikan Aptrindo mendapati, antrean  terjadi karena distributor solar dari PT Pertamina (Persero) kerap datang tidak tepat waktu ke SPBU. “Sehingga, para sopir terpaksa harus menunggu,” kata Risman.

Aptrindo juga menilai, volume kendaraan yang terus bertambah ikut memangsa kuota solar. Belum lagi, sambung Risman, proyek besar di Balikpapan milik Pertamina yang menggunakan banyak kendaraan berbahan bakar diesel. Peningkatan konsumsi solar ini disebut tidak diiringi penambahan kuota. Dari zaman dulu sampai sekarang, sebut Risman, jatah solar untuk SPBU Km 15 hanya 32 kiloliter sedangkan di SPBU Km 9 cuma 8 kiloliter.

“Semakin banyak kendaraan, konsumsi bahan bakar makin banyak juga. Pertamina mestinya menambah kuota bahan bakar di SPBU,” ujarnya.

Aptrindo pernah mengusulkan agar Pertamina menyediakan SPBU khusus bagi kendaraan angkutan baik penumpang maupun barang. Bus dan travel yang mengangkut penumpang wajib mengisi bahan bakar di SPBU Km 4 atau Km 9 di Balikpapan. Sementara itu, SPBU di Km 15 menjadi tempat pengisian truk-truk. Usulan ini bertujuan mengantisipasi kecemburuan sosial. Risman bilang, angkutan penumpang dengan truk di satu SPBU rawan menimbulkan konflik.

“Kami tahu, bus dan travel mendapat perlakukan khusus di SPBU. Jadi, untuk menghindari masalah, sebaiknya dipisahkan saja SPBU-nya,” ucap Risman. “Tapi sampai sekarang, usulan kami itu belum ada jawaban.”

Sukarnya mencari solar di daerah penghasil minyak dan gas bumi seperti Kaltim adalah ironi. Bak tikus mati di lumbung padi, Kaltim adalah salah satu daerah penghasil migas di Indonesia. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik Kaltim, provinsi ini menghasilkan 23 juta barrel minyak bumi pada 2018, 20 juta barrel pada 2019, dan 14 juta barrel pada 2020.

Adapun produksi gas bumi Kaltim, sebesar 296 juta million british thermal units (MMBTU) pada 2018, 240 juta MMBTU pada 2019, dan dan 156 juta MMBTU pada 2020. Sementara itu, nilai ekspor migas Kaltim pada triwulan I 2021, menurut Bank Indonesia, sebesar USD 102,21 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun.

Dikonfirmasi mengenai antrean solar di Kaltim, Area Manager Communication, Relation, and CSR PT Pertamina RU V, Ely Chandra Peranginangin, tak memberikan tanggapan. Ia meminta kaltimkece.id mengonfirmasi bagian Marketing Operation Region (MOR). Akan tetapi, petugas Comrel and CSR Pertamina MOR V, Diba, juga tak memberikan tanggapan. Diba mengatakan, akan mengecek terlebih dahulu. “Coba saya konfirmasi ke lapangan dulu, ya,” jelas Diba via pesan singkat. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti