spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Anggaran Corona Tak Terpakai Rp 798 M, Disebut Akibat Gagap Anggaran, Versi Pemprov Bisa Dikembalikan ke Kas Daerah

SAMARINDA –  Seluruh pemerintah daerah di Kaltim telah merealokasi anggaran untuk belanja pencegahan dan penanganan Covid-19 sepanjang 2020. Total dana yang direalokasi Pemprov Kaltim plus sepuluh pemerintah kabupaten/kota menembus Rp 1,5 triliun. Hanya Rp 783 miliar yang dibelanjakan atau sekitar 52 persen yang terserap. Sisa anggaran yang tak dipakai menembus Rp 731 miliar, cukup buat mengaspal jalan dari Samarinda hingga Berau.

Data tersebut berasal dari Bina Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, yang disadur Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Analisis Fitra selaku lembaga nonpemerintah, anggaran terbesar untuk penanganan Covid-19 di Bumi Etam dialokasikan Pemprov Kaltim. Jumlahnya persis Rp 500 miliar. Akan tetapi, sesuai salinan yang kaltimkece.id (jaringan mediakaltim.com) terima, hanya Rp 226 miliar yang digunakan atau sebesar 45,24 persen.

Adapun kabupaten/kota terbesar yang merealokasi dana untuk penanganan Covid-19 adalah Kutai Barat. Kabupaten ini mengalokasikan Rp 305 miliar sementara yang dipakai hanya Rp 30 miliar atau 10,07 persen. Selanjutnya adalah Balikpapan dengan Rp 108 miliar, yang terpakai Rp 74 miliar (58,94 persen). Kutai Timur di posisi selanjutnya dengan sediaan dana Rp 105 miliar, terpakai Rp 80 miliar (76,26 persen). Bontang menjadi daerah dengan anggaran Covid-19 paling kecil yaitu Rp 58 miliar dengan Rp 51 miliar (87 persen) telah dibelanjakan (selengkapnya, lihat infografis berikut):

Total dana yang direalokasi pemerintah daerah se-Kaltim untuk menangani Covid-19 menembus Rp 1,5 triliun. Sebesar Rp 783 miliar dibelanjakan untuk tiga kategori. Pertama, belanja bidang kesehatan sebesar Rp 394 miliar atau 62 persen dari Rp 636 miliar yang dialokasikan. Kedua adalah belanja penyediaan jaring pengaman sosial.

Sebesar Rp 635 miliar disiapkan, hanya Rp 294 miliar atau 46 persen yang dipakai. Ketiga, yang justru paling rendah, adalah belanja penanganan dampak ekonomi. Dari Rp 263 miliar dana dari seluruh pemerintah daerah, hanya Rp 114 miliar atau 43 persen yang dibelanjakan.

Secara keseluruhan, anggaran pemerintah daerah se-Kaltim yang tidak dibelanjakan mencapai Rp 731 miliar. Sisa paling besar adalah Pemkab Kutai Barat dengan Rp 274 miliar dan Pemprov Kaltim yakni Rp 273 miliar. Seluruh dana kembali ke kas daerah sehingga melahirkan sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA).

Anggaran Rp 731 miliar yang tak terpakai ini amatlah besar. Jumlahnya hampir setara buat membangun Jembatan Mahkota IV (Jembatan Kembar), plus jalan pendekatnya yang menghabiskan Rp 800-an miliar. Dana itu juga setara untuk mengaspal jalan sepanjang 365 kilometer (asumsi umum biaya pengaspalan Rp 2 miliar per kilometer). Jarak yang cukup buat menempuh Samarinda hingga Berau. Rute persisnya adalah Samarinda-Bontang-Sangatta-Muara Wahau-Kelay. Berdasarkan pengukuran Google Map, bentang Samarinda ke Kecamatan Kelay di Berau sejauh 343 kilometer.

Berlimpahnya sisa anggaran penanganan Covid-19 disebut karena berbagai hal. Yang pertama adalah aturan yang masih kabur. “Waktu itu, APBD di seluruh Indonesia harus direalokasi untuk Covid-19 atas arahan pemerintah pusat. Masalahnya, setelah direalokasi, digunakan untuk apa saja anggaran ini? Ada kerawanan karena pusat menganggarkan, provinsi juga, begitu halnya kabupaten/kota,” demikian Direktur Kelompok Kerja 30, Buyung Marajo. Pokja 30 adalah organisasi masyarakat sipil yang merupakan jejaring Fitra di Kaltim.

Menurut Buyung, kerawanan tumpang tindih anggaran itu ditambah lagi dengan dugaan korupsi dana bantuan sosial di Kementerian Sosial. Pemerintah daerah sangat berhati-hati membelanjakan padahal anggaran yang disediakan sangat besar.

“Di level perencanaan, waktunya sangat singkat. Sementara ketika direalisasikan, malah gagap di lapangan,” ulasnya.

Kegagapan yang dimaksud berasal dari tidak jelasnya organisasi perangkat (OPD) yang seharusnya mengelola anggaran tersebut. Selama ini, kata Buyung, pengelolaan dana Covid-19 adalah lintas OPD. Hal itu menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan pertanggungjawaban yang akhirnya menyebabkan serapan tidak maksimal.

“Selain itu, data yang terdampak Covid-19 seharusnya selalu di-update dan sinkron. Sekarang ini belum,” sambungnya. Pokja 30 mengingatkan, penggunaan anggaran Covid-19 juga belum transparan. Belum ada laporan penggunaan anggaran yang dipublikasikan kepada publik.

Di tingkat provinsi, berlimpahnya anggaran Covid-19 yang tidak digunakan ini telah menjadi perhatian DPRD Kaltim. Panitia Khusus Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) 2020 Gubernur Kaltim menyatakan, SiLPA dari APBD Kaltim 2020 mencapai Rp 2,95 triliun. Sebagian di antaranya disumbang oleh dana realokasi tadi.

Anggota pansus dari Partai Kebangkitan Bangsa, Sutomo Jabir, mengatakan, DPRD belum menerima uraian belanja item anggaran penanganan Covid-19 yang terperinci. Uraian tersebut tidak dilampirkan dalam dokumen LKPJ gubernur.

Terpisah, Sekretaris Provinsi Kaltim, Muhammad Sa’bani, menjelaskan mengenai dana penanganan Covid-19 yang tidak terpakai. Menurutnya, anggaran tersebut bersifat darurat. Ketika tidak digunakan, otomatis kembali ke kas daerah. “Tidak masalah. Itu ‘kan biaya tidak terduga. Apabila ada urgensi, ya, digunakan. Kalau tidak urgen, tidak digunakan,” terangnya. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti