Bagian 13, Novel Bocah Bintan, Mengguggah Harapan dan Jiwa
Bumi perkemahan daerah kebun karet sudah penuh sesak dengan regu-regu Pramuka dari seluruh kecamatan Bintan Timur, suasana riuh pikuk senang dan gembira bertumpah ruah menjadi satu seiring pembukaan Lomba tingkat tersebut oleh ketua Kwarcab Bintan Timur.
Kerja keras tim pendahulu Sumihar dan Anto cukup membantu kami dalam membawa perlengkapan dan peralatan perkemahan dengan kendaraan pinjaman setelah mendapatkan fasilitas kendaraan dari ayahnya Wicaksono.
Beberapa kayu lurus untuk kebutuhan kami membangun kemah kami peroleh dari sekitar hutan karet tersebut, setelah Mason teman kami yang memang tinggal di daerah kebun karet tersebut, bahkan saat sore hari selama perlombaan berlangsung Mason juga ikut menyaksikan dan mendukung kami saat aneka perlombaan yang dipertandingkan di sana, sambil ia menyadap karet pekerjaan rutinnya.
Satu demi satu lomba sudah mulai dipertandingkan, jadwal begitu padat para kakak pembina dari kwarcab sibuk memanggil dan mengumumkan jadwal pertandingan, ada sekitar 20 regu dari perwakilan gugus depan sekolah masing-masing. Tampak wajah-wajah penuh persaingan antar-kami begitu terasa, semangat untuk menjadi yang terbaik tentunya.
Setiap kami mendapatkan jatah memegang 2 sampai 3 jenis lomba, aku kebagian mengikuti lomba Tali temali dan P3K, Samsul mengikuti lomba morse, Rauf semaphore, Bambang ikut lomba sandi, yang jelas setiap kami mendapatkan jatah sesuai pembagian oleh pak Arif.
Selain itu juga ada perlombaan yang diikuti secara utuh oleh semua anggota regu, seperti halang rintang, Pasukan Baris Berbaris dan pada sesi lomba terakhir sebelum penutupan yaitu hacking yang sangat seru, perlombaan yang menguji ketangkasan, kecepatan dan sekaligus kekompakan sebuah regu mengitari rute yang masih kabur dan kami harus mencari tanda-tanda jejak yang menuntun kami mencari garis finish.
Papan pengumuman hasil lomba terpampang di depan kemah utama para pembina, sesekali kami memantau skor regu kami yang masih bertengger di posisi ke-3, masih dibawah regu perwakilan SD dari Sungai Enam dan SD dari kelurahan Mantang baru, namun itu baru 2 lomba yang sudah dipertandingkan di awal, namun kami tetap optimis baik regu putra dan putri SDN 006 Kijang harus bisa memenangkan lomba ini.
Kini giliranku untuk mengikuti lomba keterampilan tali temali, kendati aku jadi sedikit tremor melihat peserta dari regu yang lainnya yang tampak lebih siap dariku, berbekal stok atau tongkat setinggi 160 cm dan tali pramuka warna putih aku menuju arena lomba tali temali.
“Ayo Qi,,engkau pasti bisalah memenangkan lomba ini!” Riko menyemangatiku, beberapa rekan ada yang memberikan kode sukses dengan mengacungkan dua jari tanda kemenangan, sementara yang lain juga sedang sibuk mempelajari persiapan lomba berikutnya juga . Kakak Pembina meminta kami berbaris dan memberikan pengarahan lomba. “Bismillah,“ gumanku dalam hati.
Satu demi satu perintah dari instruktur untuk meminta kami membuat simpul dari tali temali, mulai dari simpul pangkal, simpul rantai, simpul mati dan seterusnya, tak satupun aku sisakan, semuanya mampu kulakukan dengan baik dan tepat. Tampak sainganku dari SD Sungai Enam tak mau kalah, namun dia kebingungan saat mengikat beberapa simpul dalam pembuatan tandu. Wah, diluar dugaan lomba tali temali regu Elang dari SDku menempati nilai teratas, setidaknya skor umum naik ke peringkat dua. Teman-teman semuanya sorak bergembira dengan hasil itu.
Saat perlombaan di bentuk satu regu, apakah itu drama, menyanyi, pentas puisi dan lain-lain. Saat penampilan regu putri dari SD kami atas asuhan teman kami Arga, akhirnya mendapat posisi teratas dengan persembahan dramanya dengan judul ratu kemunting, kemunting itu nama buah khas di Kijang, kendati drama berdurasi 15 menit itu berlangsung, semua peserta dan bahkan para juri terkagum-kagum dengan pentasnya.
“ Har….besok kita hacking, engkau sudah persiapkan semuanya ?”, Tanya Rauf kepada Anhar saat menjelang istirahat. “ Insya Allah, kita sudah membagi tugas sesuai yang kita rencanakan, aku percayakan dirimu bersama Samsul yang akan memecah semua tanda-tenda jejak besok,” jawab Anhar.
“Yang penting malam ini kita istirahat dululah, sudah tak tahan akulah dengan kantuk ini, aku tak ingin wajahku kusut besok, apalagi banyak regu putri dari sekolah lain,“ imbuh Roni yang tetap necis menjelang tidur.
“Dasar! dasar! Pria penebar pesona, sempat-sempat pula engkau menebar disini, cuba tengok badan kau tuh belum mandi!!” Agus menimpali Roni. Memang Roni dalam beberapa kesempatan lomba Putri sering juga dia sengaja menonton, dan ada saja yang dia ganggu dengan tekniknya, sehingga ada satu peserta putri kehilangan konsentrasinya dalam perlombaan gara-gara si Jabrik itu sengaja menebar pesonanya, mungkin itu bagian teknik kecurangan tersendiri,yah hitung-hitung yang dia ganggu peserta putri dari sekolah lain.
“Namanya juga pramuka Gus, walau badan tak mandi, wajah harus tetap mempesonalah,” Roni tak mau kalah, Anhar hanya senyum melihat candaan dalam kemah saat itu.
“Sudahlah, bikin ribut saja, kita orang ini terganggulah!” Riko menarik sarungnya yang menutupi wajahnya dari tadi. Tampak Arga, Bambang dan lainnya sudah menuju alam mimpi.
Bunyi suara jangkrik dan sisa-sia abu dari api unggun menemani tidur malam kami semua dalam kemah malam itu, malam kiat larut suasana bumi perkemahan tampak sunyi senyap, tampak beberapa kakak pembina sedang berjaga-jaga di posko penjagaan. Lama kelamaan suara dengkuran Arga dan Roni memecah keheningan malam dari tenda itu, tampaknya tidur mereka sangat dalam.
*
“Mulai!!!” instruksi kakak Pembina kepada ketua regu untuk segera memulai acara Hacking, Anhar segera lari menuju kelompok dan mengatakan lembaran ini harus kita pecahkan sebagai instruksi awal perjalanan. Anhar segera menyerahkannya kepada Rauf dan samsul, Nampak mata Rauf mulai menyipit dan Samsul mulai nerkerut dahinya melihat lembaran isi kertas tersebut.
“Ini pakai sandi rumput! Wam….engkau catat yah!” perintah Rauf kepada Dawam.
“Siap!!!” segera saja Dawam mengeluarkan buku untuk menyalinnya.
“Menghadaplah kalian ke arah utara, kemudian gunakan kompas ke arah 35 derajat, segera kalian berjalan ke arah tersebut dengan berbaris rapi, buatlah peta perjalanan kalian dengan skala 1 : 100 dari start sampai finish, itu perintah dari sandi ini,“ ungkap Samsul.
“Ayo segera teman-teman kita baris!!“ perintah Anhar kepada kami semua, segera kami mengangkat ransel di belakang kami dan sembari memegang tongkat.
“Arga engkau nanti yang buat peta perjalanan kita, Roni engkau gunakan kompas sekarang sesuai derajat yang diminta soal tadi, kemudian Riko engkau hitung dan catat dari posko ke posko berikutnya berapa langkah kaki kita. Imbuh Anhar lagi.
Posko demi posko dapat kami lewati dengan baik, tampak beberapa regu dari SD lain sudah nyaris mengejar regu kami, namun tetap saja Anhar meminta kam untuk tidk tergesa-gesa, ajang ini bukan saja siapa yang tercepat, namun siapa yang juga tepat dalam setiap tahapan perjalanannya.
Saat menjelang posko terakhir masih di area hutan karet yang cukup lebat dan ada sungai kecil yang mengalirkan air yang begitu jernih tak ayal membuat kami rehat sejenak, sudah hampir 4 jam kami berjalan. Saat itu kami kemudian dikejutkan dengan seorang ayah setengah tua dan anaknya sebaya kami yang sedang mencari rotan, begitu banyak yang mereka kumpulkan, mungkin akan dijual. Tampak mereka ada masalah sedikit, sang anak sedikit mengungkapkan keluhannya yang keletihan akibat gerobak tuanya yang menampung rotan tersebut patah dan sulit didorong.
Spontan, beberapa kami menghampirinya, “ Ada yang bisa kami bantu pak ?” tanyaku kepada mereka. “Wah sepertinya, gerobaknya rusak pak perlu diikat beberapa tungkai pemegangnya,“ ujar Bambang setelah dia mendekat melihat gerobak tersebut.
“Iya nak, dari tadi kami sudah mengalami masalah ini, tapi ini di hutan tak dan perkakas kami tak membawanya,“ jawab orang tua itu “Qi, coba engkau ambil tali kita kemari dan ikat beberapa kayu tersebut,“ perintah Anhar kepadaku, karena memang hanya diriku yang membawa 3 buah tali pramuka dalam tas ransel. Arga, Riko, Agus dan Roni ikut serta membantu menyelesaikan kerusakan gerobak tersebut.
Kemudian regu dari SD tetangga kami menyalip regu kami yang sedang sibuk menyelesaikan gerobak tersebut, dalam hati kecilku wah kita bisa kalah sudah disalip regu yang lain, tampak wajah teman-temanku yang lain sedikit terganggu, apalagi ada celetuk dari beberap anggota regu mereka.
“Jangan terlalu soklah!” nyaris saja Riko naik pitam, namun buru-buru Anhar mencegahnya.
Akhirnya, orang tua itu kembali tersenyum atas bantuan kami, gerobaknya sudah bisa kembali normal dan bersama anaknya dia bisa kembali melnjutkan perjalan pulangnya, kendati jalannya berbeda arah dengan kami. “Terima kasih nak atas bantuan kalian semua,” ungkapnya. “Sama-sama pak,” jawab kami serentak.
“Ayo kawan kita lanjut!” perintah Anhar.
“Wah kita dah kehilangan jauh mereka depan sana, kalau kita kalah poin di lomba ini padahal ini lomba terakhir, kita tak bisa memenangkan LT ini Har!” ungkap Bambang sedikit kecewa. Memang posisi kami saat ini masih di nomor dua dari rangkaian lomba yang sudah dperlombakan, hanya selisih dua angka dari saingan Pramuka sekolah lain.
“Tenanglah…..kita pasti bisa jadi juara,“ ungkp Anhar optimistis.
Akhirnya kami sampai di posko terakhir sebelum masuk ke garis finish, segera saja kami mengambil secarik soal yang telah di berikan oleh kakak instruktur lomba. Ada 2 pertanyaan disana yang mesti kami jawab dan lakukan. Tiba-tiba Anhar mengerutkan dahinya kepada kami semua, “ kenapa Har?” tanya Agus, dan kami yang lainnya sambil duduk di atas rumput.
“Perintah yang kedua ini masalahnya, BUATLAH PRAKTEK MEBUAT TANDU DENGAN MENGGUNAKAN STOK DAN TALI TEMALI DAN SEGERA MASUKLAH KE GARIS FINISH DENGAN MENGGOTONG SEORANG KORBAN YANG MENGALAMI PATAH TANGAN DIATASNYA,“ Anhar membaca dihadapan kami.
“Innalillah, talinya kan sudah habis kita pakai membantu memperbaiki gerobak tadi,” ungkapku.
“Kita tak boleh meminjam ke regu lain dan mau cari dimana Har?” celetuk Rauf dan diaminkan oleh Samsul yang tak bisa memyembunyikan kekecewaannya.
“Wah kita takkan bisa menyelesaikannya Har, dan harapan menjadi juara sirna,“ Riko menimpali.
Dalam beberapa menit kami semua terdiam, semua dalam pikiran kami bercampur aduk, ada perasaan beberapa teman yang mengatakan menyesal membantu memperbaiki gerobak tadi, namun pikiran itu harus dibuang, karena menolong dalam kondisi apapun harus ikhlas. (Bersambung)