spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ada Honorer Saja, PPU Masih Kekurangan Guru

Penghapusan tenaga honorer dinilai akan menjadi masalah baru untuk sektor pendidikan di Penajam Paser Utara (PPU). Kebijakan itu dianggap tidak singkron dengan kondisi di daerah yang masih kekurangan guru.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) PPU Alimuddin menyebutkan, pihaknya telah melakukan persiapan terkait penghapusan tenaga honorer yang ada di bawah kewenangannya pada November 2023 nanti. Di antaranya mengusulkan tenaga pengajar dan non-pengajar tingkat PAUD hingga SMP untuk menjadi PPPK.

“Pada tahun ini, 222 honorer telah diangkat menjadi PPPK. Untuk tahun depan, kita usulkan 332 lagi dan didahulukan tenaga pendidik,” ujarnya.

Sesuai perhitungan, sekira 600 tenaga honorer yang masih tersisa hingga saat ini akan menjadi PPPK pada 2023. Ia pun tak lagi khawatir bila pada 2023 tidak terdapat alokasi gaji para Tenaga Harian Lepas (THL) pada APBD PPU.

Meski begitu, Alimuddin mengungkapkan masih ada kebimbangan pada beberapa hal dalam mematuhi aturan ini. Pasalnya, kondisi di PPU masih kekurangan guru yang sejalan dengan mata pelajaran.

Dalam catatannya, pada jenjang SD dan SMP saat ini jumlah keseluruhan ada sekira 1.637 guru, terbagi sekira 1.102 PNS, 223 PPPK dan 188 honorer. Dari jumlah itu saja, masih ada kekurangan tenaga pengajar sekira 64 orang.

“Sementara tahun depan, kita akan kekurangan sekitar 40 guru lagi karena pensiun. Tentu jadi kesulitan kami jika hanya menunggu formasi CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil),” sebut Alimuddin.

Dilema berikutnya ialah penerapan Kurikulum Merdeka pada saat yang bersamaan dengan target penghapusan honorer. Ia menyebutkan ada beberapa kategori dalam metode pengajaran yang turut menjadi masalah.

Dia mencontohkan mata pelajaran pilihan wajib Bahasa Inggris pada tingkatan SD. Di PPU dianggap belum mampu memenuhi kebutuhan guru yang memenuhi kualifikasi pengajaran itu.

“Guru Bahasa Inggris saat ini di PPU hanya ada 30 orang. SD di PPU saja ada sekitar 98. Jadi tahun ini saja kami masih kekurangan guru Bahasa Inggris sampai 62 orang,” sebut Alimuddin.

Begitupun pada mata pelajaran pilihan wajib Informatika pada jenjang SMP. Malah lebih parah, karena hampir tidak memiliki guru yang berkualifikasi pada bidang ini. “Tidak mungkin mata pelajaran ini diajarkan guru bukan spesialis. Bisa salah paham nanti,” imbuhnya.

Dengan beberapa masalah ini, Alimuddin menilai kebijakan pemerintah itu dinilai kurang memperhatikan kondisi di daerah. Antara mematuhi peraturan dengan memenuhi kebutuhan di daerah.

Surat edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) pada 2022 ini sejatinya hanya bersifat penekanan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 2005 dan PP nomor 49 tahun 2018 terkait honorer. Dua kebijakan itu selama ini ternyata belum dipatuhi sepenuhnya oleh pemerintah daerah.

Menurut Alimuddin, kedua aturan itu tidak bisa dipenuhi karena situasi di daerah benar-benar membutuhkan, khususnya pada sektor pendidikan. “Mungkin kita menyalahi aturan. Tapi kita akan lebih salah lagi jika kebutuhan dasar warga tidak dipenuhi. Hak dasar untuk mendapatkan pendidikan tidak dilayani. Lalu untuk apa ada pemerintah daerah,” ujarnya. (sbk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti