SAMARINDA – Kebijakan dalam menerapkan Kaltim Silent atau Kaltim Steril pada Sabtu dan Minggu memicu beragam pendapat. Apalagi kebijakan ini kesannya mendadak. Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Kaltim Edy Iskandar mengatakan, kebijakan Kaltim Steril harus disambut dengan baik.
Memang, pembatasan aktivitas masyarakat setiap Sabtu dan Minggu tak bisa memutus rantai Covid-19. Akan tetapi, kata dia, paling tidak dua hari sudah dikurangi. Dalam perhitungannya, penyebaran bisa berkurang 30 persen lewat kebijakan tersebut. “Ini langkah bijak. Tentu ada dampak sosial dan ekonomi jika terlampau ketat. Tak bisa lockdown total,” terang Edy kepada kontributor Media Kaltim, Sabtu (6/2).
Dijelaskannya, kebijakan Gubernur membatasi aktivitas dua hari sepekan, bisa mengimbangi jalannya perekonomian. Jika hanya sehari pun, katanya, tetap memberi manfaat. Tapi jika bisa maksimal dua hari dan masyarakat tak terganggu, tentu lebih baik.
Edy mengurai opsi lain. Sebagai contoh, jam kerja atau jumlah karyawan yang masuk dikurangi separuh secara bergantian pada Senin hingga Jumat. “Sama-sama berkorban untuk orang banyak,” sebutnya.
Sementara, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim, Nataniel Tandirogang, satu suara. Menurutnya, Kaltim Steril tidak menghilangkan pandemi melainkan mengurangi. Kebijakan ini memerlukan evaluasi. Apabila efektif akan dilanjutkan. “Pertanyaannya, apakah akan konsisten? Jangan sampai sekadar program tanpa evaluasi,” ingatnya.
Nataniel menyarankan agar kebijakan ini dievaluasi setelah 20 hari berjalan. Jika angka penyebaran menurun signifikan, kebijakan libur dua hari ini efektif. Tapi, mesti disandingkan dengan indikator ekonomi. “Saya yakin Pemprov sudah menghitung dengan baik,” tegasnya.
Dosen mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran, Universitas Mulawarman, Samarinda, tersebut, mengilustrasikan pengurangan penyebaran Covid-19. Jika setiap hari satu orang kontak dengan 10 orang, ada 70 kontak dalam sepekan. Jika diliburkan dua hari, setidaknya berkurang 20 kontak.
[irp posts=”9995″ name=”Kebijakan Kaltim Steril Mendadak, Resepsi Pernikahan di Samarinda Ulu Dibatalkan, Mempelai Rugi Puluhan Juta”]
“Secara logika kesehatan, mestinya 14 hari (pembatasan aktivitas). Namun demikian, itu pasti menimbulkan gejolak. Nanti orang mati bukan karena Covid-19, tapi karena kelaparan,” paparnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Padilah Mante Runa, menjelaskan bahwa tempat penularan Covid-19 terbesar adalah pasar. Ada banyak pasien terkonfirmasi positif diketahui tertular di tempat transaksi tersebut. “Di pasar padat sekali. Tak ada jaga jarak dan banyak yang tak pakai masker,” jelasnya.
Pemprov disebut akan mengantisipasi ketika pada Kamis atau Jumat masyarakat memadati pasar. Dia menyebut, pasar akan diawasi hingga melibatkan ketua RT. Selama ini, pemprov hanya mengedepankan edukasi ketimbang tindakan keras. Namun demikian, belakangan angka penularan terus melonjak. “Petugas akan mengawasi pasar. Bakal disiapkan penindakan,” tegasnya.
Mengenai pilihan dua hari sepekan, Padilah mengatakan bahwa lockdown total jelas mengganggu perekonomian. Gubernur memang berencana menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) se-Kaltim. Namun menurutnya, PPKM se-Indonesia saat ini tak terlampau bermakna. “Tidak berkumpul malam malah masyarakat berkumpul sore,” sebutnya.
Akhirnya, ditetapkanlah kebijakan Kaltim Steril berdasarkan Instruksi Gubernur 1/2021 tentang Pengendalian, Pencegahan, dan Penanganan Pandemi Covid-19 di Kaltim. Delapan poin dari instruksi tersebut menekankan bahwa mulai 6 Februari sampai waktu yang tidak ditentukan, masyarakat harus membatasi aktivitas di luar rumah setiap Sabtu dan Minggu.
Sementara Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Yakub, memahami bila muncul pro dan kontra dari kebijakan gubernur. Menurutnya, Kaltim Steril adalah bagian dari strategi memutus rantai penyebaran pandemi. “Memang harus dievaluasi akan berjalan sampai mana,” ungkapnya.
Rusman menegaskan, keputusan ini mestinya disertai sosialisasi yang masif dan terencana. Akan tetapi, perkembangan Covid-19 cukup drastis. Keputusan yang terkesan mendadak ini mendapat permakluman. “Harusnya ada penjelasan teknis kepada masyarakat. Kami sayangkan kebijakan ini terlalu mendadak,” ulasnya.
Sebagai masyarakat, politikus PPP ini mengaku taat dan tidak keluar rumah. Namun demikian, dari pantauannya di media sosial, kepatuhan masyarakat Samarinda tak terlampau tinggi. Masih ada saja yang beraktivitas di luar.
“Ini diperlukan kepatuhan tapi tak bisa serta merta juga lantaran tak ada sosialisasi yang cukup kepada masyarakat. Pemprov Kaltim harus bekerja keras meyakinkan publik,” pungkasnya. (kk/red)