JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) diminta menolak gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) pilkada Kota Balikpapan, yang diajukan Koalisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Balikpapan. Pasalnya, gugatan yang diajukan 2 aktivis KIPP itu, dinilai kabur serta tak punya kedudukan hukum atau legal standing.
Mulai dari selisih suara antara pasangan pemenang (Rahmad Mas’ud-Thohari Aziz) dengan kolom kosong yang mencapai 64.287 suara, atau jauh dari ketentuan selisih yang bisa disengketakan ke MK yakni 1% atau maksimal 2.575 suara. Diketahui, pada pilkada 9 Desember 2020, calon tunggal Rahmad-Thohari meraih 160.929 suara sedangkan kolom kosong 96.642 suara.
Dalil lain yang membuat gugatan layak digugurkan, menurut penasihat hukum KPU Balikpapan Wawan Sanjaya, adalah objek permohonan bukan terkait penetapan pasangan calon, tapi mempersoalkan akreditasi pemohon (KIPP) selaku lembaga pemantau pemilu. Terkait hal ini, lanjut, Wawan, pada 15 Oktober 2020, KPU sudah menerbitkan surat akreditasi pemantauan dan suratnya sudah diterima pada 21 Oktober 2020.
Wawan juga menilai dasar gugatan terjadinya kampanye ilegal lewat media sosial dari calon tunggal, dinilainya tak berdasar. Jika dianggap laporan tersebut tak ditindaklanjuti oleh Bawaslu Balikpapan, seharusnya laporan diteruskan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bukan jadi salah satu dasar pemohon menggugat ke MK.
Tak hanya itu, soal pengawas KIPP tak diberi hak bertanya saat pleno kecamatan pada 9 Desember 2020, menurut dia mengada-ada. Sebabnya, hari itu adalah hari pemungutan suara, sedangkan pleno kecamatan berlangsung 11-15 Desember 2020. Di depan hakim ketua Arief Hidayat, Wawan mempertanyakan, jika pilkada Balikpapan merupakan prioritas pemantauan KIPP, kenapa pengawas yang dilibatkan hanya 21 orang, padahal TPS yang ada jumlahnya 1.505.
Pihak terkait yang diwakili Agus Amri, juga mempertanyakan ambang batas selisih suara yang sudah melampaui 1%. Sama dengan KPU, penasihat hukum pasangan Rahmad-Thohari ini menyebut gugatan seharusnya dilayangkan ke DKPP bukan MK. Dikatakan pula, gugatan yang didaftarkan pemohon ke MK seharusnya maksimal sore tanggal 19 Desember 2020.
Ketua Bawaslu Balikpapan Agustan membantah pihaknya tak menindaklanjuti laporan KIPP. Tudingan terjadi kampanye ilegal di medsos, menurut dia, sempat diselidiki tapi tak bisa ditindaklanjuti karena tak diketahui identitas pelaku atau pemilik medsosnya. (prs)