JAKARTA – Gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) pilkada Kota Balikpapan dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) disoal majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK), karena mengajukan perbaikan gugatan melebihi batas waktu yang sudah ditentukan.
Mengacu Peraturan MK, menurut hakim ketua Arief Hidayat, jika perbaikan sudah lewat batas waktu, maka yang dijadikan dasar persidangan oleh majelis dan pihak yang terlibat dalam sengketa PHP, adalah berkas gugatan pertama yang didaftarkan.
Bukan berkas yang sudah diperbaiki kemudian dibacakan saat sidang pertama. “Sebab ini terkait kepastian bagi pihak yang beracara disini, seperti termohon (KPU), Bawaslu, dan pihak terkait (pasangan terpilih). Silakan dibaca, tapi yang majelis nilai gugatan pertama,” kata Arief saat memimpin sidang pendahuluan PHP Balikpapan, Kukar, dan Kutai Timur di gedung MK, yang disiarkan secara daring, Selasa (26/1/2021).
Data yang ada di MK, lanjut Arief, PHP Balikpapan yang diajukan pemohon Koalisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Balikpapan, didaftarkan secara online pada 18 Desember 2020, tanpa ada perbaikan sama sekali. Informasi adanya perbaikan tiba-tiba muncul saat pembacaan gugatan hari ini.
“Perbaikan tipo (salah ketik) nama orang, kecamatan, dan angka. Itu semua substansi (tidak boleh dilakukan),” kata Arief kepada Rinto, penasihat hukum KIPP. Ucapan serupa disampaikan Arief pada Moh Maulana, selaku penasihat hukum Presiden LSM Lumbung Informsi Rakyat (LIRA) HM Jusuf Rizal, pemohon PHP pilkada Kukar. Sama dengan PHP Balikpapan, jelas Arief, PHP Pilkada Kukar didaftarkan pada 20 Desember 2020.
Namun perbaikannya baru diterima pada 6 Januari 2021, padahal seharusnya paling lambat 30 Desember 2020. “Perbaikan soal apa terserah anda, jangan salah pengertian. Bukan nunggu dikoreksi MK,” ucap Arief, saat Maulana mengatakan pihaknya tak melakukan perbaikan gugatan karena menunggu verifikasi berkas dari MK.
Dalam gugatannya, Rinto menyebut, pilkada Balikpapan yang dimenangkan calon tunggal Rahmad Masud-Thohari Azis sarat dengan penyimpangan demokrasi yang dilakukan KPU selaku penyelenggara pilkada maupun Bawaslu, sebagai pihak pengawas.
Sebagai contoh, tambah Rinto, pihaknya sempat melaporkan dugaan penyimpangan penggunaan akun media sosial pasangan Rahmad Masud-Thohari Azis yang tak terdaftar di KPU Balikpapan, namun tak ditindaklanjuti oleh Bawaslu. Selaku pengawas pilkada yang sudah terdaftar, KIPP juga merasa kerjanya dihalangi karena dilarang berbicara saat pleno penghitungan suara di Kelurahan Telaga Sari dan Klandasan Ilir.
Sementara Maulana menyebut, gugatan PHP Kukar diajukan karena suara yang diperoleh pasangan tunggal Edi Damansyah-Rendi Solihin bukan merupakan cermin aspirasi masyarakat Kukar tapi bentuk nyata oligarki kekuasaan, didukung kekuatan finansial dari kedua pasangan. “Tujuannya untuk melanggengkan kekuasaan,” tegas Maulana.
Untuk mewujudkan itu, menurut dia terjadi penyimpangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif. Selaku petahana bupati serta kekuatan politik yang dimiliknya, Edi mengondisikan agar dia yang bisa mencalonkan diri sebagai bupati.
Buktinya, tambah Maulana, pasangan Awang Yakub-Suko Buono yang sebelumnya sudah mengantongi dukungan dari Partai Amanat Nasional (PAN), dijegal di tengah jalan hingga dinyatakan KPU pencalonannya belum lengkap. “KPU dengan sengaja menghilangkan hak konstitusi pasangan Awang Yakub-Suko Buono,” ucap Maulana.
Selaku petahana, Edi dinilai telah menggunakan berbagai program Pemkab Kukar demi untuk kepentingan pribadinya. Contohnya, saat peresmian pembangunan Jalan Maloy, Edi meminta mereka yang hadir untuk memilih dirinya pada pilkada 9 Desember 2020. Hal serupa juga dilakukan Edi kala hadir dalam acara program stunting pada 2019 lalu.
Berbagai dugaan pelanggaran tersebut sudah dilaporkan ke Bawaslu RI dan diputus terbukti. Hanya saja, tegas Maulana, rekomendasi Bawaslu RI ke KPU Kukar agar mencoret Edi sebagai calon Bupati Kukar tak dijalankan. Dalam gugatannya, Maulana juga menyebut adanya praktik money politics dari pasangan pemenang.
Bentuknya, dalam tiap kampanye mereka menjanjikan memberi bantuan Rp 50 juta tiap RT dan Rp 100 juta untuk tiap pesantren. Gugatan PHP Balikpapan maupun PHP Kukar, sama-sama meminta kepada MK untuk menganulir penetapan KPU terkait peraih suara terbanyak untuk pasangan Rahmad Masud-Thohari Azis dan Edi Damansyah-Rendi Solihin. (prs)