JAKARTA – Gunung Semeru kembali erupsi mengeluarkan awan panas dengan jarak luncur kurang lebih 4,5 kilometer pada Sabtu (16/1/2021) sore, pukul 17.24 WIB. Menurut laporan pengamatan visual sementara, terlihat asap meluncur ke arah tenggara yang diduga dari kawah Jonggring Kaloko berwarna kelabu pekat dalam volume yang besar. Sedangkan untuk hujan abu vulkanik diperkirakan mengarah ke utara, menyesuaikan arah angin.
Peristiwa tersebut dikonfirmasi oleh Bupati Lumajang, Thoriqul Haq. Ia mengatakan perkiraan awal lokasi tersebut berada di daerah sekitar Desa Sumber Mujur dan Desa Curah Koboan.
“Gunung semeru mengeluarkan awan panas dengan jarak 4,5 kilo. Daerah sekitar Sumber Mujur dan Curah Koboan, saat ini menjadi titik guguran awan panas,” kata Bupati Thoriqul dalam keterangannya Sabtu 16 Januari 2021, dikutip tempo.co.
Mengenai status gunung, Gunung Semeru saat ini masih berada pada level II atau waspada, dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sedang melakukan evaluasi lebih lanjut.
Sementara itu, masyarakat yang bermukim di sekitar Desa Sumber Mujur dan Desa Curah Koboan dan sekitarnya diimbau waspada dalam menghadapi potensi bencana.
Masyarakat di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Curah Kobokan juga diminta tetap waspada dalam menghadapi intensitas curah hujan yang tinggi. Sebab hal itu dapat memicu terjadinya banjir lahar dingin.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati mengatakan tim gabungan lintas kementerian dan lembaga masih dalam proses pengembangan informasi terkait Gunung Semeru erupsi. “Dan belum ada keterangan adanya korban jiwa atas peristiwa tersebut,” ujarnya.
MERAPI JUGA ERUPSI
Sabtu (16/1) pagi, Gunung Merapi juga meluncurkan guguran awan panas pada pukul 04.00 WIB. Awan panas ini memiliki jarak luncur 1,5 kilometer (km), yang terjauh sejak Gunung Merapi erupsi mulai 4 Januari lalu.
Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Agus Budi Santoso menjelaskan guguran awan panas ini mengarah ke barat daya. “Kolom erupsi setinggi 500 meteer dengan amplitudo maksimal 60 mm dan durasi 150 detik,” ujarnya, Sabtu (16/1).
Selain awan panas, berdasarkan pengamatan BPPTKG pada pukul 00.00 WIB-16.00 WIB terjadi satu guguran lava pijar dengan jarak luncur 500 meter ke arah hulu kali Krasak. Guguran lava pijar juga terjadi pada Jumat (15/1.2021) antara pukul 18.00 WIB-24.00 WIB sebanyak 17 kali.
Memasuki Januari kata dia, semua erupsi mengarah ke barat daya. Hal ini berbeda dari rekomendasi BPPTKG sebelumnya berdasarkan data amatan waktu itu yang memperkirakan erupsi akan mengarah ke barat laut.
“Fokus amatan kami [sekarang] dari arah barat daya. Analisis morfologis lebih ditekankan. Apakah ada perubahan morfologis, yang penting juga analisis morfologi dari kubah. Volume yang sudah kita hitung 14 januari 47.000 meter kubik. Dengan pertumbuhan 8.000 meter kubuk per hari,” katanya.
Pada aktivitas kegempaan, sejak 1 Januari juga berangsur berubah, dan kemudian pada 12 Januari perubahan terjadi signifikan yakni penurunan intensitas kegempaan dan deformasi. Ia mencontohkan gempa vulkanik dangkal (VTB) yang biasanya per hari bisa sampai 30 kali, jadi di bawah 5 kali. Gempa fase banyak (MP) yang sebelumnya di atas 100 kali saat ini di bawah 20 kali.
Begitu pula pada laju deformasi, yang tadinya laju paling tinggi 21 cm per hari, saat ini turun hingga 6 cm per hari dalam hitungan satu pekan atau 2 cm per hari dalam hitungan tiga hari. “Namun gempa guguran tetap tinggi karena memang sedang erupsi,” katanya.
Probabilitas erupsi Gunung Merapi saat ini lebih dominan efusif sebesar 40%, lebih besar dibanding probabilitas lainnya yakni eksplosif dan kubah dalam. Potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awan panas pada Sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Putih sejauh maksimal 5 lm.
Lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau maksimal 3 km dari puncak. Dari rekomendasi ini, masyarkat yang tinggal di luar daerah bahaya yang telah disebutkan sebutkan bisa kembali di rumah. Meski demikian, kebijakan untuk pengungsian tetap ditentukan oleh pemerintah daerah, karena tidak menutup kemungkinan ada pertimbangan lain. (red)
[irp]