spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Perda Pelestarian Adat Istiadat Kesultanan Paser Harus Dikaji Ulang

PASER – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Paser meminta agar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Paser menelaah atau mengkaji kembali terhadap Peraturan Daerah (Perda) tentang Pelestarian Adat Istiadat Kesultanan Paser.

Pasalnya, Perda yang sudah diparipurnakan oleh DPRD Kabupaten Paser pada Januari 2023 lalu itu, mendapat catatan dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI agar sejumlah pasal yang dicantumkan untuk dikaji ulang.

Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Paser, Abdul Azis menyebut, Perda yang sudah disahkan dianggap memiliki kekhususan untuk Kabupaten Paser tanpa mengacu pada aturan lainnya. “Harapan saya tolong telaah kembali,” kata Azis.

Sementara itu, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kabupaten Paser, Hamransyah menyatakan, Perda yang sudah disahkan itu dahulu merupakan inisiatif dari DPRD. “Perda itu seharusnya melalui harmonisasi lebih dulu baru diparipurnakan,” sebutnya.

Namun justru sebaliknya. Perda itu lebih dulu diparipurnakan lalu dilakukan harmonisasi. Namun begitu, hal ini diminta segera untuk ditindaklanjuti. “Karena ini inisiatif bukan dari pemerintah, kalau inisiatif inikan ada naskah akademiknya,” singgungnya.

Usai diparipurnakan dan diharmonisasi, baru kemudian dikembalikan ke pemerintah daerah dan ada koreksi lagi. Hamransyah menilai, bagian hukum Pemkab Paser bisa melimpahkan kepada dinas terkait untuk mengedit kembali.

“Agar namanya judul pelestarian ini benar-benar mengena dengan batang tubuhnya semua. Maka harus ada korelasi yang betul-betul pakem antara judul secara keseluruhan,” tandas Hamransyah.

Sementara itu, Kabid Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Paser, Surfiani menegaskan, bahwa isi aturan sudah sesuai dengan pedoman yang ada. Tepatnya, sesuai Permendagri Nomor 39 tahun 2007 tentang Pedoman Fasilitasi Ormas Bidang kebudayaan Keraton Lembaga Adat dalam Pelestarian Budaya.

“Bahwa keraton adalah organisasi kemasyarakatan, kekerabatan yang dipimpin oleh raja atau sultan yang jelas tertuang dalam Permendagri. Itu juga menjadi referensi saya,” ucapnya.

Selain itu, dirinya  juga sudah berbagi cerita dengan kepala balai pelestarian kebudayaan Provinsi Kaltim terkait Perda tersebut, sekaligus meminta pandangan. “Saya juga menanyakan kebeberapa orang tua (sesepuh) dalam hal ini, terkait aperda itu,” serunya.

Surfiani juga mempertanyakan terkait Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK). Padahal telah tertuang dalam Perda Nomor 8 tahun 2022 tentang Perlindungan dan Pelestarian Kebudayaan Adat Paser.

“Kenapa dimasukkan lagi ? Mungkin bisa dijelaskan OPK seperti apa yang dimaksud. Karena secara umum sudah termuat dalam Perda Nomor 38,” urainya.

Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan perihal baju adat dan maskot. Hal tersebut dikatakan telah tertuang dalam Perbup Paser Nomor 38 tahun 2022 tentang pakaian adat dan maskot ornamen dan batik Paser.

“Perbup Nomor 38 tahun 2022 di situ juga ada masuk baju-baju adat kesultanan, yang saya tanya baju yang tak terkait dengan kesultanan. Baju-baju yang dibikin masyarakat umum, seperti baju untuk ke ladang,” singgungnya.

Seperti halnya spesifikasi yang dipakai kerabat kesultanan, jika memang dianggap tidak masalah maka hal itu tidaklah menjadi masalah. Surfiani kembali mempertegas bahwa apa yang disampaikan itu bukan berdasarkan asumsi belaka.

“Saya sampaikan tidak ada kepentingan dan titipan, saya pasti selalu mengacu pada Permendagri regulasi diatasnya terkait bidang kebudayaan,” tutupnya. (bs)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti