spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Fenomena Banjir dan Pembangunan IKN

Oleh: Siti Arupah S.Pi, Pemerhati Pendidikan & Lingkungan

Apakah benar banjir terjadi hanya karena curah hujan? Atau apakah ada kajian lain terkait penyebab banjir itu sendiri?

Seperti yang diketahui, banjir kembali terjadi di daerah Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur belum lama ini. Padahal, Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara telah diputuskan dipindahkan ke wilayah yang digadang-gadang bebas banjir ini.

Apakah benar banjir ini karena dampak dari pembangunan IKN?

Ketua Gerakan Putera Asli Kalimantan (Gepak Kuning), Suriansyah, menegaskan bahwa mereka yang menyebutkan banjir di Sepaku Kabupaten PPU sebagai dampak dari pembangunan IKN adalah mereka yang tidak paham geografis atau kondisi alam Kalimantan.

Dia mengatakan jangan menggunakan isu banjir untuk mengganggu konsentrasi pembangunan IKN Nusantara. Menyamakan IKN Nusantara dengan Jakarta juga sangat tidak relevan.

Sementara itu, Pengampanye Hutan FWI, Aziz, menuturkan bahwa pembangunan IKN yang secara massif berdampak terhadap perubahan lanskap hutan dan lingkungan di dalam kawasan IKN ikut menyumbang penyebab banjir di Sepaku.

“Penanggulangan dan penanganan banjir keliru jika menggunakan pendekatan administratif bukan DAS,” ungkap Agung dikutip dari salah satu media online.

Sementara itu, Sekretaris Otorita IKN, Achmad Jaka Santos Adiwijaya, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengidentifikasi penyebab banjir di wilayah itu. Penyebabnya adalah hujan yang terjadi di bagian hulu dan adanya gorong-gorong yang tidak optimal. Sehingga meningkatnya aliran permukaan, lalu ada faktor erosi, kemudian sedimentasi, dan pendangkalan sungai.

Dia menjelaskan bahwa Otorita IKN juga telah mengidentifikasi adanya potensi banjir di beberapa area di Kecamatan Sepaku dan lokasi banjir di wilayah tersebut adalah daerah dataran rendah yang sudah sering terjadi banjir sebelumnya.

Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa penyebab banjir tidak bersifat tunggal, demikian pula penanganannya. Tetapi kajian penyebab banjir dapat melebar ke berbagai aspek. Benar jika curah hujan dan cuaca menjadi salah satu penyebabnya. Tetapi alam dengan segala keseimbangannya menjadi tidak stabil saat aktivitas manusia menggeser penopang siklus alami alam.

Perubahan iklim yang ekstrem dan kerap terjadi saat ini tentu tidak terjadi begitu saja. Terdapat banyak kajian ilmiah yang menunjukkan besarnya pengaruh aktivitas manusia terhadap perubahan iklim, termasuk peningkatan konsentrasi gas yang meningkatkan jumlah air di atmosfer sehingga curah hujan meningkat.

Saat curah hujan besar dengan intensitas padat turun tanpa adanya lahan yang menampung debit air tersebut, jelas akan meluap dan mengakibatkan banjir.

Di sisi lain, alih fungsi lahan karena pembangunan masif dan tidak memperhitungkan dampak lingkungan, membuat debit air tidak tertampung secara normal. Walhasil, banjir pun tidak terelakkan.

PEMBANGUNAN KAPITALISTIK

Alih fungsi lahan banyak terjadi tatkala materi menjadi orientasi para pengambil kebijakan. Bukan rahasia lagi mengenai intervensi besar para pemodal di lingkar kekuasaan. Ekosistem hutan berubah menjadi hutan beton untuk mengejar apa yang mereka sebut sebagai “pertumbuhan ekonomi”.

Rencana tata ruang wilayah pun mudah diutak-atik sesuai kepentingan pemodal. Analisis dampak lingkungan dalam pembangunan pun seakan formalitas yang pada akhirnya menguap mengikuti kepentingan para kapitalis. Pemanfaatan ruang dengan pola yang mengikuti kepentingan segelintir orang ini gagal mewujudkan ruang inklusif bagi masyarakat.

Jangan sampai cita-cita mewujudkan green city hanya menjadi “nyanyian” untuk wilayah IKN di Sepaku bebas banjir dan pembangunan yang katanya “ramah lingkungan” justru berdampak pada rusaknya lahan penduduk di sekitarnya yang terdampak akibat mewujudkan IKN. (*)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti