spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ganggu Aktivitas Tambang, Warga Sanga-sanga Diancam Dipenjara

SAMARINDA- Kecamatan Sanga-sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) pada tanggal 27 Januari 2023 mendatang akan memperingati Perjuangan Merah Putih ke-76.

Sebagai salah satu wilayah yang menorehkan peristiwa penting perjuangannya melawan penjajah.

Meski begitu, hingga saat ini Sanga-sanga belum sepenuhnya bebas daru penjajahan, salah satunya yakni akibat aktivitas penambangan emas hitam atau batu bara yang dilakukan oleh PT Adimitra Baratama Nusantara (ABN). Akibat dari penambangan emas hitam itu, menyebabkan warga krisis air bahkan hingga kemiskinan.

Melihat kondisi itu, Jaringan Advokasi Tambang Provinsi Kalimantan Timur (Jatam Kaltim) mencoba untuk membantu menyuarakan keluhan masyarakat yang selama ini mengalami dampak negatif dari aktivitas tambang PT ABN. Suara rakyat itu dituangkan Jatam Kaltim dalam sebuah buku yang berjudul “Dari Wisata Juang, Menuju Kota Limbah Tambang”.

Hukum dan Advokasi Jatam Kaltim, Aji Ahmad Afandi mengatakan bahwa pada saat melakukan penelitian tentang permasalahan yang terjadi di Sanga-sanga, pihaknya menemukan jika memang limbah dari pertambangan sangat berdampak kepada kehidupan masyarakat sekitar.

“Tambang ini (PT ABN) tidak punya kolam endapan sehingga ketika hujan limbah itu langsung turun ke sungai dan dari sungai itu digunakan warga lagi untuk mandi dan sebagainya,” ucap Aji Ahmad Afandi saat menggelar launching buku Jatam Kaltim di Klinik Kopi Jalan Harmonika, Kelurahan Dadimulya, Kecamatan Samarinda Ulu, Kamis (26/1/2023).

Ia juga mengungkapkan bahwa dari limbah tambang PT ABN, warga pun ada yang sampai mengalami penyaikt kulit akibat mandi menggunakan air yang tercemar itu.

“Dari limbah itu juga berpengaruh kepada dampak kesehatan warga, ada juga yang terkena penyakit kulit karena menggunakan air limbah itu. Airnya menguning dan bau, bahkan Ph airnya itu mencapai 5. Itu sudah tidak layak konsumsi,” ungkapnya.

Data itu diperoleh pihaknya, setelah Jatam Kaltim melakukan penelitian di kawasan tersebut yang tepatnya berada di Pendingin, Kecamatan Sanga-sanga, Kukar.

“Untuk kami bisa dapatkan data itu sekitar 4 bulan. Kita mulai di Agustus. Kami terbitkan buku terkait dengan dugaan pelanggaran pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT ABN,” jelasnya.

Buku yang berjudul “Dari Wisata Juang, Menuju Kota Limbah Tambang” itu sengaja diterbitkan oleh pihaknya sebagai pengingat betapa memprihatinkannya kondisi masyarakat di Desa Juang tersebut akibat aktivitas pertambangan emas hitam.

“Dalam buku itu kita coba menampilkan bahwa Sangasanga ini dulunya punya nilai sejarah namun sekarang itu hanya jadi highlight bagi pemerintah. Karena sejauh ini Pemerintah hanya fokus pada perputaran investasi yang ada di wilayah itu saja. Dan tidak menjaga karena adanya tambang ini,” papar Aji.

“Selain itu dampak lain dari adanya aktivitas tambang ini juga beberapa perkebunan warga. Yang tadinya warga menikmati hasil kebun jadi tidak bisa karena di makan monyet. Kawasan itu kan memang hutan, jadi habitat monyet yang terganggu jadi lari le kebun warga dan memakan hasil kebun warga. Selain itu juga beberapa mata air warga itu jadi kering,” sambungnya.

Aji mengungkapkan bahwa selama setahun warga harus rela mengalami dampak tersebut tanpa adanya perhatian dari pemerintah. Ia mengaku jika sebagian warga telah melaporkan hal yang mereka alami ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar. Namun tak kunjung dapat tanggapan.

“Yang kami harapkan pemerintah juga seharusnya dapat memperhatikan ini. Karena siapa yang tidak tahu jika Kukar itu dikelilingi oleh pertambangan batu bara. Semua orang pasti tahu, sebab itu keluhan warga juga harus didengarkan,” imbuhnya.

Sementara itu, Produksi Pengetahuan Jatam Kaltim, Mustari Sihombing menambahkan, sebagian warga juga pernah melakukan penolakan terhadap aktivitas pertambangan PT ABN.

Namun, ketika menolak warga malah didatangi oleh oknum Kepolisian yang mengancam akan memenjarakan warga jika mengganggu aktivitas tambang PT ABN.

Oknum berseragam coklat kerap mendatangi rumah warga satu per satu untuk memberikan intimidasi secara verbal maupun fisik agar tidak mencederai aktivitas tambang.

“Berdasarkan informasi dari masyarakat mereka itu mendapatkan intimidasi dari pihak Kepolisian karena menolak adanya PT ABN. Didatangi satu per satu ke rumah, diberikan tekanan-tekanan. Ada juga bahkan dua orang warga di panggil ke Polsek Sangasanga itu. Karena dianggap mengganggu aktivitas pertambangan,” ungkap Mustari.

“Iya benar seperti itu. Ketika dianggap ganggu aktivitas tambang ancamannya penjara,” lanjutnya.

Akibat adanya intimidasi itu, masyarakat pun hingga kini tidak ada yang berani mengganggu atau pun menyinggung mengenai PT ABN. Sebab takut dimasukan ke sel tahanan.

“Disitu kami datang untuk membantu menyuarakan keluhan masyarakat di Sanga-sanga,” katanya.  (vic)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti