spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Komisi V Heran Bangun Rumah Menteri di IKN Rp 14 M/Unit, PUPR Buka Suara

JAKARTA– Ketua Komisi V DPR RI Lasarus mempertanyakan anggaran Kementerian PUPR untuk membangun rumah jabatan menteri di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur. Anggaran yang disiapkan yakni Rp 519,06 miliar untuk 36 unit.

Lasarus menilai anggaran Rp 519,06 miliar untuk membangun 36 unit rumah terlalu mahal kalau hanya untuk pembangunan. Jika dibagi, berarti satu unit rumah jabatan menteri di IKN seharga Rp 14 miliar lebih.

“Ada pembangunan untuk perumahan kementerian sebanyak Rp 500 miliar untuk 36 rumah. Tadi kita coba hitung kalau Rp 4 juta saja per meter persegi itu luas bangunannya kurang lebih 3.200-an,” kata Lasarus dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian PUPR, Rabu (25/1/2023).

Lasarus pun mempertanyakan apakah anggaran tersebut sudah termasuk perabotan di dalamnya atau belum.”IKN ini menjadi perhatian serius seluruh masyarakat Indonesia, apakah rumah menteri ini dibangun segitu mewah. Kalau 4 juta per meter persegi apakah sudah termasuk dengan interiornya?,” ucapnya.

Tanggapan Kementerian PUPR

Kementerian PUPR merencanakan desain rumah jabatan menteri di IKN dibagi dalam dua tipe yakni tipe downslope dan tipe upslope dengan luas bangunan 580 meter persegi dan luas lahan 1.000 meter persegi.

Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto mengatakan anggaran yang disiapkan tersebut sudah termasuk perabotan di dalamnya. Dengan begitu rumah jabatan menteri di IKN siap huni.

“Tentang harga ini karena speknya termasuk fully furniture, jadi sudah termasuk isinya. Nanti memang Bapak/Ibu menteri yang akan menempati ya tinggal masuk saja,” ucap Iwan dalam kesempatan yang sama.

Selain rumah jabatan menteri, rumah pekerja konstruksi IKN juga disiapkan sudah termasuk perabotan. Terdapat sebanyak 22 tower terdiri dari 1.040 unit yang anggarannya disiapkan Rp 596,51 miliar.

Iwan memastikan bahwa anggaran pembangunan IKN tidak akan diselewengkan. Pasalnya pihaknya menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk dilakukan audit.

“Kami mintakan audit BPKP, bahkan audit BPKP-nya istilahnya depan belakang. Depan terkait pemrograman dan pengadaan barang dan jasa, terakhir terkait kelayakan harga wajarnya untuk dibayar tersebut karena ini strategis dan punya potensi risiko,” ucapnya.
(aid/ara)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti