Kebijakan Pertamina untuk menaikkan harga pada September 2022 lalu, tidak mengatasi masalah sulitnya masyarakat Kaltim mendapatkan BBM jenis pertalite (bensin). Masyarakat masih harus rela antre berjam-jam di SPBU untuk mendapatkan bensin. Bahkan diantara mereka masih banyak yang tidak kebagian. Alhasil, penjual bensin eceran laris manis.
Tim Peliput: Viqih Jati Kusuma, Muhammad Rafi’i, Andrie Aprianto. Iqlima Syih Syakurah
Di Samarinda misalnya. Dari pantauan Media Kaltim, Kamis (15/12/2022), penjual bensin eceran yang dikenal dengan sebutan Pertamini telah menjamur di Kota Samarinda sejak tahun 2020 lalu. Metode pengisian bahan bakar di Pertamini kurang lebih sama dengan mengisi di SPBU Pertamina, yakni menggunakan mesin lengkap dengan selang nozel.
Akan tetapi harga per liternya jauh lebih mahal. Kalau di SPBU Pertamina harga pertalite Rp 10.000 per liter, namun harga di penjual bensin eceran mencapai Rp 13.000 per liter.
Salah seorang pemilik mesin Pertamini di kawasan Samarinda Kota yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku jika dirinya bisa menghabiskan 50 liter pertalite dalam sehari.
Saat disinggung bagaimana cara mendapatkan pertalite di tengah kelangkaannya, pemilik warung ini menjawab dirinya harus mengantre sejak dini hari saat SPBU masih sepi. Ia mengaku harus bolak-balik SPBU untuk mengisi bahan bakar menggunakan sepeda motornya.
“Sehari bisa (habis) 50 liter. Mengisinya bolak-balik bawa motor karena kalau bawa jerigen seperti dulu takut ditangkap polisi,” ucapnya.
Menurutnya, keuntungan yang ia dapatkan itu sangatlah pantas sebagai upah lelah dan biaya listrik yang dikeluarkan untuk operasional mesin Pertamini.
“Harus cari untung karena bolak-balik, juga mesin itu kan ada listriknya buat pompa bensin,” katanya. Untuk membeli mesin Pertamini, pemilik toko kelontong ini mengaku harus merogoh kocek sebanyak Rp 4 juta.
Keadaan ini juga terjadi di Kota Bontang. Kenaikan harga pertalite tidak terlalu berpengaruh pada pendapatan penjual bensin eceran.
“Justru penjualan bensin eceran ini tetap dicari. Saya rasa peminatnya bertambah karena orang malas kalau harus antre lama-lama di SPBU,” kata Dewi, salah satu penjual bensin eceran di Jl Cipto Mangunkusumo.
Meskipun kini SPBU membatasi pembelian, karena sulitnya mendapatkan bensin. “Saya cuma dapat 5-10 liter seharinya, karena pembeliannya dibatasi SPBU. Plat kendaraan juga dicatat jadi tidak bisa bolak-balik,” kata Rusyani, penjual bensin eceran di wilayah Bukit Indah.
Sementara di Balikpapan, seorang penjual bensin eceran di kawasan Jl MT Haryono mengaku bisa menjual hingga 50 liter dalam sehari. “Kalau akhir pekan bahkan bisa lebih. Warga lebih suka membeli bensin eceran, padahal kios saya ini tidak jauh dari SPBU,” kata Joko.
Untuk mendapatkan bensin eceran juga mudah. Ia mengaku membeli dari seseorang yang melayani permintaannya hingga diantar ke kios. Berapapun pesanan, selalu dilayani. “Jadi dia ini rela antre berjam-jam demi mendapatkan bensin. Saya beli dari dia sudah lebih mahal Rp 1.000, kemudian saya jual lagi dengan selisih Rp 2.000 per liter,” ujarnya.
Beberapa warga yang ditemui Media Kaltim mengaku lebih menyukai membeli bensin di penjual eceran lantaran tidak perlu mengantre.
“Untuk apa antre berjam-jam hanya demi mendapatkan selisih ribuan rupiah saja, tapi waktu saya banyak terbuang,” ujar Ahmad, warga Balikpapan. Setiap 3 hari sekali ia membeli bensin eceran untuk sepeda motornya.
Warga Tenggarong, Supri Yadha, mengaku membeli bensin eceran di sekitar tempat tinggalnya karena lebih cepat pelayanannya. Ia juga malas masuk deretan antrean kendaraan yang selalu panjang hingga berpanas-panasan di SPBU. Harga jual di eceran pun, dianggapnya masih wajar.
“Biasa beli di eceran saja karena dekat, beli seadanya, karena tidak mau antre panjang di SPBU,” ungkap Supri.
Dalam sebulan, mahasiswa ini menggunakan sekitar 20-an liter pertalite untuk kendaraannya. Ia berharap pemerintah bisa segera mengatasi kelangkaan BBM di kotanya. “Berharap pemerintah bisa memastikan supaya penyalurannya tepat sasaran kepada yang berhak,” katanya. (vic/afi/sya/bom)