spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Dampak Corona, Perekonomian Diproyeksi Pulih Tahun 2022, Berbagai Sektor Mulai Membaik

Memulihkan perekonomian bukanlah perkara mudah imbas dari pandemi covid 19. Namun sejumlah pihak optimitis, Indonesia telah melewati fase sulit tersebut.

Bahkan sampai saat ini, pemerintah masih berupaya mengendalikan dampak kesehatan dan perekonomian gara-gara pandemi. Mantan menteri Keuangan Chatib Basri memproyeksikan perekonomian RI baru pulih dua tahun lagi atau tahun 2022.

“Kalau bikin hitungan sederhana dari vaksin dan macam-macam, ekonomi Indonesia baru normal itu pada 2022,” ungkapnya dalam konferensi virtual belum lama ini.

Setelah pulih itulah, menurut dia, pemerintah baru bisa bicara soal ekspansi bisnis, investasi swasta, dan sebagainya. Secara umum, penanganan pandemi sangat menentukan sukses tidaknya pemulihan ekonomi. Sebab, pandemi masih akan menjadi hambatan pada laju investasi.

Chatib yang juga mantan kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) itu tidak yakin investasi swasta akan naik signifikan tahun depan. Sebab, pandemi yang terjadi saat ini membuat seluruh masyarakat harus menaati protokol kesehatan dengan ketat. Artinya, aktivitas ekonomi tidak bisa berjalan 100 persen.

Karena itulah, peran pemerintah amat diperlukan. Terutama lewat stimulus dan insentif kepada para pelaku usaha. “Intervensi pemerintah sangat perlu. Misalnya, BBM (bahan bakar) fosil tidak bisa lagi disubsidi. Jika itu terus disubsidi, orang akan terus konsumsi BBM fosil,” kata Chatib. Ketika harga minyak relatif rendah, menurut dia, pemerintah harus melepas subsidi. Lantas, uangnya bisa dialokasikan ke sektor kesehatan atau sektor renewable.

Pada kesempatan yang sama, pengamat pajak Bawono Kristiaji menyatakan pemerintah agresif menggeber berbagai stimulus dan insentif pada era pandemi. Ke depan, perlu ada skema insentif yang berbeda pada fase pemulihan (initial recovery) dan pasca-pemulihan (maintenance).

Pemerintah, lanjut Bawono, juga harus berhati-hati dalam mengambil kebijakan. Sebab, jika terburu-buru, justru fasilitas perpajakan itu kurang optimal. “Perlu dibuat instrumen insentif yang terukur. Di sisi lain, penting juga bagaimana insentif tidak hanya berupa penurunan tarif, tapi juga menciptakan kemudahan dan kepastian berusaha,” katanya.

Terpisah, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan bahwa penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi dilakukan dengan tepat. Dua aspek kebijakan itu pun direalisasikan dengan seimbang. “Apa yang dilakukan pemerintah, seluruhnya sudah berada pada jalur yang benar atau on the right track,” tegasnya kemarin.

Ketum Partai Golkar itu menyebut, rock bottom perekonomian telah terlewati. Itu terlihat dari membaiknya pertumbuhan ekonomi kuartal. “Pengungkitnya adalah pertanian yang selalu positif. Tetapi, pengungkit terbesar karena kontribusi terhadap PDB (produk domestik bruto)-nya 19,86 persen sektor industri,” ujar Airlangga.

Dia menjamin insentif dari pemerintah bakal dilanjutkan hingga 2021. Pemerintah juga telah menyiapkan stimulus untuk tahun depan sama dengan tahun ini. Prioritas stimulus itu adalah kesehatan, perlindungan sosial, UMKM, korporasi, serta kementerian dan lembaga.

MASA SULIT TERLEWATI
Masa-masa sulit perekonomian Indonesia segera terlewati. Berbagai indikator telah menunjukkan perbaikan. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menjelaskan, sektor otomotif dan semen menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III. “Produksi mobil pada kuartal III itu mencapai 113.560 unit atau naik 172 persen kuartal ke kuartal,” ujarnya.

Agus mengakui, peningkatan produksi mobil itu tidak bisa dibandingkan dengan masa sebelum pandemi. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, jumlah produksi tersebut anjlok 68 persen.

Industri semen pun demikian. Produksi semen pada kuartal III tercatat naik 42 persen jika dibandingkan kuartal II. Total ada sekitar 18,1 juta ton semen yang diproduksi pada kuartal III tahun ini.

Menurut Agus, perbaikan tersebut harus diapresiasi. Hal itu mengindikasikan bahwa sektor usaha mulai optimistis menatap pemulihan ekonomi. “Ada kurva positif dari semua industri pada kuartal III ini,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyebutkan bahwa sinyal pemulihan juga tecermin dari neraca dagang Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Januari–September 2020, neraca perdagangan surplus USD 13,51 miliar. Realisasi itu melampaui surplus neraca perdagangan 2017 yang sebesar USD 11,84 miliar.

“Neraca dagang 2020 menunjukkan kinerja yang baik. Ini sinyal positif. Defisit hanya Januari dan April, namun Mei–September surplus. Perdagangan memiliki tren yang sangat meningkat,” urainya.

Beberapa komoditas yang memengaruhi surplus terutama ekspor non-migas yang mengalami kenaikan pada September 2020. Di antaranya, bijih besi dan baja, lemak dan minyak hewan nabati, kendaraan beserta bagiannya, mesin dan perlengkapan elektronik, serta plastik dan barang plastik.

Namun, surplus ekspor masih dipengaruhi impor bahan baku yang tertekan. Ke depan, Agus berupaya terus meningkatkan kinerja ekspor. Upaya yang dilakukan adalah virtual business matching dengan berbagai perwakilan mitra dagang RI di luar negeri dan berbagai promosi perdagangan lainnya. (red)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti