SANGATTA– Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) mendorong petani kelapa sawit di daerah itu untuk menerapkan praktik sawit berkelanjutan. Di antaranya memperhatikan aspek lingkungan serta menggunakan bibit kelapa sawit unggul dan bersertifikat.
Hal ini diungkapkan Asisten Perekonomian dan Pembangunan (Ekbang) Seskab Kutim Zubair saat membuka Lokakarya Evaluasi Capaian Hasil Bersama, Kerja Sama Mendukung Perkebunan Sawit Berkelanjutan yang digelar di Hotel Royal Victoria, beberapa waktu lalu.
Zubair mengatakan petani kelapa sawit pada dasarnya harus tunduk pada regulasi yang ditetapkan pemerintah dalam menjalankan usahanya. Di antara kewajiban petani yang ditetapkan pemerintah adalah mengantongi surat tanda daftar budidaya (STDB) dan tersertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
“Hingga saat ini petani penerima sertifikat ISPO di Kutim masih sangat sedikit, sementara keinginan mengembangkan perkebunan kelapa sawit di Kutim sangat tinggi, bahkan tidak sedikit kebun karet yang dikonversi menjadi kebun sawit,” kata Zubair.
Menurutnya, pemerintah terus mendorong peningkatan sertifikasi sebagai bukti petani telah melaksanakan budidaya kelapa sawit yang sustainable atau berkelanjutan.
“Sejatinya kami selaku pemerintah daerah akan terus mendorong pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat agar sesuai standar yang sustainable. Sosialisasi terus dilakukan agar petani sawit swadaya menggunakan bibit sawit unggul, memperhatikan aspek lingkungan, dan tidak berkebun di dalam kawasan hutan,” tuturnya.
Ia menekankan bahwa aspek-aspek tersebut harus menjadi perhatian petani kelapa sawit. Hanya dengan mengikutinya maka petani akan diakui telah menjalankan budidaya yang berkelanjutan.
“Kalau seluruh petani kelapa sawit bisa menerapkan praktik kelapa sawit berkelanjutan, maka dampaknya tidak hanya untuk petani tetapi juga untuk daerah dan negara,” sebutnya.
Di antara dampak praktik sawit berkelanjutan adalah produksi tandan buah segar (TBS) yang maksimal. Peningkatan hasil panen tentu akan meningkatkan pendapatan petani kelapa sawit dan itu secara tidak langsung berdampak pada perekonomian daerah.
“Sebenarnya praktik kelapa sawit berkelanjutan itu demi petani, daerah, dan negara. Jadi, tidak ada yang dirugikan dari penerapan ini,” tutupnya. (ref/ADV)