Catatan Rizal Effendi
BUBUHAN Banjar bakumpul di Balikpapan, Sabtu (29/10) kemarin. Acaranya di Hotel Grand Tiga Mustika. Bertajuk “Pra-Kongres Sedunia Ke-6 Kerukunan Bubuhan Banjar.” Hotel ini ampun Pak Sumpono, pengusaha asal Banjar yang baru saja meninggal dunia. Waktu Covid kemarin, hotel ini sempat dimanfaatkan Pemerintah Kota Balikpapan sebagai wadah isoman bagi yang tajangkit.
Yang kuncang kirab menyiapkan wadah tentu saja H Redy Asmara, ketua Kerukunan Bubuhan Banjar (KBB) Balikpapan. Sidin pengusaha harat. Kesukaannya mengumpulkan mobil dan motor antik. Dipandu lawan ketua panitia, H Achmad Jubaidi.
“Kita harus jadi tuan rumah yang baik,” kata Julak Redy ulun paraki. Malam sebelumnya Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud maulah jamuan makan malam. Bubuhannya tentu haja himung, lantaran disambut istimewa.
Menurut Jubaidi, pra-kongres dihadiri berbagai utusan di antaranya ada yang datang dari Jambi, Aceh, Kalsel, Kalteng, Kaltara, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jabotabek, Riau, Kepulauan Riau, Samarinda, Kukar, Paser, PPU, Kubar, Kutim, Berau, dan tuan rumah Balikpapan.
Acaranya menyiapkan bahan dan rekomendasi menjelang acara kongres yang berlangsung bulan Desember di Banjarmasin. Selain juga menjadi wadah silaturahmi dan memperkenalkan kembali ragam budaya Banjar menjelang pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Memang bujur kita harus mengambil momentum pemindahan IKN di Kaltim. Kita harus menyiapkan jua presidennya urang Kalimantan. Ketua DPR nya, Ketua Mahkamah Agung-nya dan lain-lain,” ujar Ketua KBB Kaltim Abah Dr Irianto Lambrie.
Menurutnya, kira-kira ada 6 juta urang Banjar tersebar di seluruh dunia. Sejak abad ke-19 urang Banjar sudah bermigrasi sampai ke semenanjung. Ada di Sabah, Malaysia, Brunei dan bahkan sampai ke Amerika dan Jerman. Juga di Madinah dan Makkah. “Artinya kita ini suku atau bangsa yang tangguh,” kata Irianto.
Ia menyebut sejumlah tokoh Banjar yang dikenal luas. Mulai KH Muhammad Arsyad al-Banjari, Pangeran Antasari, KH Idham Chalid, Syamsul Mu’arif, KH Muhammad Abdul Ghani sampai Fadjroel Rachman, yang sekarang menjadi Duta Besar Kazakhstan.
Khusus tentang Kaltim, Irianto mengungkapkan dari 4 juta penduduk ada 22 persen urang Banjar. Nomor tiga setelah Jawa dan Sulawesi. Kira-kira jumlahnya sekitar 800 ribu orang. “Itu cukup besar. Tapi pertanyaan sederhananya, kenapa ngalih mencari urang Banjar jadi anggota DPR?. Ini yang harus kita pikirkan dan siapkan,” ujar mantan gubernur Kaltara ini.
TIDAK BERSEDIA
Dalam acara pra-kongres kemarin, Abdul Haris Makkie yang mewakili Pengurus Pusat KBB memberikan isyarat bahwa pada Kongres ke-6 nanti, KBB harus menyiapkan ketua umum yang baru. Sebab, Drs H Rudy Ariffin, MM, mantan gubernur Kalsel sudah tidak bersedia lagi memangku jabatan tersebut karena kondisi kesehatannya.
Makkie mengakui urang Banjar memang tersebar di mana-mana. Dari negeri jiran sampai ke Arab. Bahkan urang Arab juga bisa berbahasa Banjar. Itu artinya urang Banjar dan Bahasa Banjar sudah mengglobal. “Tinggal bagaimana memodernisasi keglobalan itu,” tambahnya.
Berkaitan masalah kurangnya urang Banjar duduk sebagai wakil rakyat, menurut Makkie hampir merata di berbagai daerah. “Karena itu kita harus melakukan penguatan-penguatan dari aspek ekonomi, SDM dan tradisi. Jejaringnya lebih kuat, sehingga posisi tawar kita bisa lebih kuat,” ujarnya.
Acara pra-kongres dibuka oleh Staf Ahli Bidang Sumber Daya Alam, Perekonomian Daerah dan Kesejahteraan Rakyat Christianus Benny, S.Hut mewakili gubernur Kaltim. Sempat juga memberi sambutan mewakili gubernur Kalsel, Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Pemprov Kalsel Sulkan, SH MM. Keduanya menyambut baik kegiatan pra-kongres dan berharap Kerukunan Bubuhan Banjar makin berkembang, lebih-lebih dalam menyambut hadirnya IKN di daerah ini.
Sebelum tulak menghadiri pra-kongres, kemarin, ulun sempat singgah di warung Atek, Klandasan. Sempat sarapan soto Banjar. Yang meulah pinanya urang Jawa. Tapi nyaman haja. Inya batitip pantun. “Bumbu dapur ada katumbar, kalau dimasak nyaman banar, memang harat urang Banjar, balum digawil sudah menyambar.” Uhuy! (*)