PENAJAM – Fraksi PKS DPRD Penajam Paser Utara (PPU) menilai kebijakan pemerintah pusat menyesuaikan harga jual bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar dan Pertalite tidak tepat. Terlebih jika dugaan pengurangan dana subsidi itu benar diperuntukkan pada pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Hal itu disampaikan Anggota Fraksi PKS, Thohiron yang menyebutkan kenaikan itu jelas memberatkan masyarakat. Seperti diketahui, pada 3 September 2022 pukul 15.30 Wita pemerintah pusat memutuskan untuk menyesuaikan harga BBM subsidi. Antara lain; Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, kemudian Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.
“Yang jelas, dampak kenaikan BBM ini sangat terasa oleh masyarakat kecil. Dengan naiknya BBM ini juga, harga bahan-bahan pokok juga pasti akan naik. Tidak mungkin tidak,” tegasnya, Kamis, (8/9/2022).
Menurutnya, saat ini masyarakat khususnya di PPU perekonomiannya baru saja bisa ‘bernafas’ karena dampak situasi pandemi Covid-19. Saat belum sempat bangkit sempurna, malah kembali tertekan oleh kenaikan harga BBM ini. “Dari sektor apa saja pasti naik karena ini. Menurut saya memang kurang tepat jika BBM ini dinaikkan,” ujarnya.
Terkait adanya indikasi pengurangan beban subsidi dan kompensasi di anggaran pengeluaran dan belanja negara (APBN) untuk kebutuhan proyek IKN, Thohiron senada. Melihat dari masuknya IKN ke proyek strategis nasional (PSN) dengan 64 paket yang dilelang dengan pagu anggaran sekira Rp 116,37 triliun.
“Saya bukan membenarkan, tapi fakta di lapangan kan begitu. Susah untuk tidak mengatakan begitu. Kan IKN juga pembangunannya lanjut saja, itu duit dari mana?” ucapnya.
Belum lagi, sambungnya, telah ada berbagai pakar ekonom yang memberikan warning jika kelanjutan proyek IKN ini bakal berdampak pada resiko fiskal dan dampak ekonomi nasional. “Fakta fiskal nasional kita turun, tapi itu berlanjut, ya duit dari mana? Ya salah satunya, pola, skemanya ya bisa seperti ini,” imbuh Thohiron.
Selain itu, baginya pembangunan IKN juga tak sedikit menyerap anggaran APBN. Walau kawasan Inti Pusat Pemerintah (KIPP) IKN hanya pada 20 persen mengambil dari APBN, dan selebihnya 80 persen investasi swasta diundang untuk berpartisipasi.
“Bukan berarti tidak mendukung IKN. Saya mendukung saja pemindahan IKN sebagai warga Kaltim. Tapi ya, jangan dipaksakan dulu. Ya hal-hal yang masih bisa ditunda, ya ditunda dulu, kan tidak mendesak-mendesak sekali menurut saya. Kalau untuk membangun infrastruktur jor-joran seperti itu,” kata Thohiron. (sbk/adv)