spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Komisi III Gelar RDP Soal Pembatasan Pengisian BBM di SPBU

BONTANG – Asosiasi Pengecer Bensin Bontang mengadu ke Komisi III DPRD Bontang terkait pembatasan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Komisi III pun memfasilitasi untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan instansi terkait. Di antaranya Asosiasi Pengecer Bontang, Diskop-UKMP dan Analisis Kebijakan Bagian Perekonomian.

Yang dipersoalkan pihak asosiasi adalah pembatasan nilai yang boleh dibeli pengecer. Diketahui , untuk pengecer yang membawa motor hanya mengisi maksimal Rp 50 ribu, sedangkan mobil maksimal Rp 300 ribu.

Menurut Ketua Komisi III DPRD Bontang Amir Tosina, secara perlahan akan mematikan perekonomian para pengecer, terlebih jika menjual bensin menjadi pemasukan utama yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Ia meminta agar kearifan lokal bisa diberdayakan. Bagaimanapun pengecer juga masyarakat Bontang yang harus diakomodasi dan diperhatikan oleh pemerintah.

“Kasian kalau mereka berharap hanya dari penghasilan bensin, kemudian dibatasi seperti itu,” ujarnya, Senin (22/8/2022).

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengecer Bensin Bontang, Rusli menyampaikan, pihaknya hanya ingin diperhatikan oleh pemerintah. Ia menyebutkan keberadaan pengecer ini memberikan kemudahan bagi masyarakat.

“Warga yang mau beli bensin, cuman satu botol tidak mungkin mau ngantri di SPBU kan, larinya pasti ke pengecer, seperti saya tinggal di Nyerakat agak repot kalau saya harus ngantri di SPBU,” ungkapnya.

Sehingga dia minta untuk dicarikan solusi agar keberadaan pengecer tidak mendapat intimidasi dari pihak manapun, terutama pada saat mengantri bensin di SPBU.

“Mereka itu cari nafkah juga dari menjual bensin itu,” tuturnya.

Menanggapi hal tersebut, Analisis Kebijakan Bagian Perekonomian Defri Kurniawan mengatakan, persoalan aturan pembatasan tersebut itu dari pusat. Karena mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014.

Regulasi tersebut mengatur bahwa pemerintah daerah untuk sektor energi, khususnya migas itu sudah tidak ada kewenangan lagi.

“Semua sekarang sudah diatur sama pemerintah pusat,” terangnya.

Pertalite juga sudah masuk dalam jenis bahan bakar penugasan, artinya bahan bakar tersebut adalah subsidi. Sehingga ada pengendalian, kuota dan harga khusus yang sudah diatur.

“Dulu pertalite kan bahan bakar umum, sekarang sudah jenis bahan bakar penugasan sejak April 2022 lalu, jadi secara rinci itu diatur oleh Pertamina,” jelasnya. (adv)

16.4k Pengikut
Mengikuti