spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Perempuan, Kemerdekaan, dan Literasi

Catatan : Muthi’ Masfu’ah, A.Md, CN CLp

(Direktur Yayasan RK Salsabila, Koordinator ABI Literasi Kaltim dan Litbang ShareEdu Kaltim)

Tahukah kita bahwa proklamasi kemerdekaan memiliki makna yang sangat berarti bagi masyarakat Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Indonesia juga dapat dijadikan sebagai tonggak pembaruan kehidupan bangsa Indonesia di segala aspek kehidupan.

Seperti yang dikutip dari Kemdikbud, makna proklamasi kemerdekaan dapat ditemui beberapa  aspek dalam kehidupan :

Politik, dalam aspek politik, tentunya Indonesia memiliki kedaulatan rakyat yaitu pengakuan dari segenap rakyat Indonesia. Kedaulatan tersebut menjelaskan bahwa pemerintahan Indonesia sebagai kekuasaan pemerintahan tertinggi dan terlepas dari segala bentuk penjajahan.

Sosial, segala bentuk diskriminasi sosial dihapuskan dari bumi bangsa Indonesia. Selain itu, semua warga Indonesia dinyatakan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam segala bidang. Persamaan tersebut dibuktikan dengan tidak adanya diskriminasi pada perbedaan suku, agama, dan sebagainya.

Ekonomi, bangsa Indonesia memiliki kewenangan penuh untuk menuju masyarakat sejahtera dengan mengelola sumber-sumber daya ekonomi secara mandiri. Tidak ada lagi monopoli-monopoli dan perampasan hak kekayaan negara oleh bangsa asing.

Budaya, makna proklamasi dalam aspek budaya yakni negara Indonesia memiliki kepribadian nasional yang berasal dari kebudayaan bangsa indonesia itu sendiri. Nilai-nilai kepribadian bangsa ini tercermin dalam Pancasila, mulai dari ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, hingga keadilan sosial.

Pendidikan, pendidikan di Indonesia dapat merdeka seutuhnya ketika seluruh rakyat Indonesia dapat menempuh pendidikan yang sesuai. Tidak memandang perbedaan wanita maupun pria, baik kaya maupun miskin.

Sewperti halnya pendapat Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah, KH Dr Masyhuril Khamis menyampaikan, kemerdekaan disebut juga “hurriyah”, yang diartikan sebagai kemerdekaan jiwa, rohani dan fisik sehingga seseorang tidak terbelenggu dalam ketakutan apalagi pemaksaan.

“Kita wajib menyadari bahwa kemerdekaan adalah nikmat Allah SWT, artinya seseorang wajib bersyukur dan mensyukurinya, karena dengan nikmat kemerdekaan itulah seseorang dapat hidup sejahtera rohani dan jasmani,” tuturnya.

Di antaranya ialah dengan meningkatkan akhlakul karimah (akhlak yang mulia), misalnya tetap menghargai hak dan kewajiban sesama umat, sesama manusia, termasuk hak-hak makhluk lainnya. Selain itu juga tidak boleh berlaku sewenang-wenang, tidak menunjukkan sikap monopoli, rakus dan menindas yang lain.

Kemerdekaan tersebut harus dimaknai sebagai ‘hijrah’ untuk kemajuan bersama, meninggalkan sifat keterbelengguan untuk merdeka tapi tetap dalam batas nilai-nilai akhlakul karimah, beradab, dan saling menghargai sesama. Sekaligus pula mengelola bumi dan isinya sebagai titipan Allah SWT dengan baik, adil dan produktif. Sikap melindungi, mencintai dan mengelola dengan baik, sebenarnya merupakan bagian dari sikap nasionalis.

PEREMPUAN, KEMERDEKAAN DAN LITERASI

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga meyakini jika peran perempuan dalam rangka mengisi kemerdekaan dan pembangunan sangat dibutuhkan. Hal itu dibuktikan dengan adanya peranan perempuan dalam merebut kemerdekaan dan pembangunan bangsa yang sudah dimulai sejak lama.

Ada cara-cara sederhana yang dapat dilakukan seperti, pelibatan pendapat perempuan di dalam pembuatan keputusan di dalam rumah tangga, lingkungan bermasyarakat, organisasi, pemerintahan terkecil seperti kepala desa, maupun tempat kerja di berbagai bidang pekerjaan.

Harpida, Bunda Literasi Bontang yang juga istri Basri Rasyid, walikota Bontang adalah contoh kongkrit untuk terus berkarya dan memberi teladan kepada masyarakat, tentang bagaimana kepedulian beliau dalam bidang literasi dan dunia Paud di kota Bontang.

Retno Febriaryanti, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bontang yang begitu besar andilnya dalam memajukan  perpustakaan kota dengan program kegiatan penyegaran yang berupaya mengajak masyarakat untuk mencintai dunia membaca dan literasi dalam lingkup yang lebih luas lagi.

Encik Widyani Sjaraddin SKM, MQIH dengan usia yang tak muda lagi, perempuan berusia 60an tahun ini terus berkeliling Kaltim bersama pengurus Gerakan Masyarakat Gemar Membaca untuk mengkampayekan budaya gemar membaca pada masyarakat Kaltim.

Beberapa tokoh diatas, paling tidak adalah contoh kongkrit bahwa kemerdekaan yang telah dianugrahkan dan diperjuangkan oleh para pendahulu kita haruslah benar-benar disyukuri dan harus kita isi dengan sesuatu yang sangat bermanfaat untuk kemajuan bangsa kita dengan warna dan skill yang dimiliki perempuan kita. Bukankah ini cita-cita luhur mendahulu kita dalam arti yang mungkin masih sederhana. Nah, tunggu apa lagi teruslah bekerja, berbuat dan memberi arti untuk kelangsungan bangsa ini.

 

16.4k Pengikut
Mengikuti