SAMARINDA – Aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law di Samarinda akhirnya dibubarkan polisi, Senin (12/10) malam tadi, setelah dianggap melakukan aksi represif kepada petugas kepolisian dengan melempar batu.
Proses pengamanan telah dilakukan sejak pukul 11.00 Wita, namun hingga batas waktu penyampaian pendapat di muka umum yaitu pukul 18.00 Wita, massa belum juga membubarkan diri.
“Padahal Wakil Gubernur (Hadi Mulyadi Wagub Kaltim) sudah menyatakan akan membantu menyampaikan aspirasi mereka kepada pemerintah pusat, namun mereka tidak setuju,” ungkap Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Arif Budiman, Senin (12/10/2020) malam tadi.
Inilah yang menyebabkan massa aksi melakukan tindakan represif dengan melempari petugas termasuk wagub. Namun, dirinya memastikan tidak ada korban luka akibat aksi tersebut.
“Kami terpaksa mengambil tindakan tegas dan terukur menembakkan gas air mata untuk memukul mundur supaya mereka membubarkan diri,” ucapnya.
Beberapa orang diduga yang menyulut kerusuhan telah diamankan polisi. Belum diketahui pasti berapa jumlah orang yang diamankan.
Unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja di Samarinda ini berlangsung di depan Gedung DPRD Kaltim, Senin, 12 Oktober 2020. Ratusan massa yang hadir kurang lebih sama dengan aksi hari sebelumnya.
Di balik gerbang kantor para wakil rakyat, sejumlah pejabat daerah satu per satu mengisi kursi yang telah tersusun rapi di pelataran gedung. Termasuk Gubernur Isran Noor dan Wakil Gubernur Hadi Mulyadi yang hadir sejak pukul 15.00 Wita. Dari tuan rumah tampak Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun dan anggota Komisi III Syafruddin.
Kedatangan Isran Noor hari itu, disebutnya tanpa ada yang mengundang. Ia berinisiatif jika saja kehadirannya diperlukan. Isran mengaku siap berdialog dengan mahasiswa. Mendengarkan aspirasi dan membawanya ke Jakarta untuk disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
Namun demikian, Isran menyanggupinya dengan sejumlah syarat. Ia meminta perwakilan demonstran masuk dan menyampaikan tuntutan secara tertulis. “Saya sebagai gubernur akan mengakomodasi bersama pimpinan DPRD. Menyampaikan aspirasi mereka ke pemerintah pusat. Ke Bapak Presiden RI dan DPR RI,” ucap Isran Noor.
Di luar pagar, massa menyiapkan secarik kertas yang telah tertempel tiga materai Rp 6 ribu. Dengan bagian atas bertuliskan memorandum of understanding antara mahasiswa atau demonstran, dengan perwakilan DPRD Kaltim dan Pemprov Kaltim. Berisi kesepakatan atau pernyataan menolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. “Kami bertahan sampai tuntutan kami terpenuhi,” sebut Suardi, humas Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat.
Beberapa waktu berselang, Samsun dan Syafruddin mendatangi demonstran dan meminta perwakilan mahasiswa masuk ke pelataran gedung. Samsun sempat menyampaikan tanggapannya lewat pengeras suara milik polisi. Namun tak digubris demonstran.
Massa menuntut para wakil rakyat berbicara dari atas mobil di tengah demonstran. Berorasi dan menyatakan kesepakatan untuk sama-sama menuntut dicabutnya UU Cipta Kerja. Demonstran juga menolak mengutus perwakilan ke kompleks Gedung DPRD Kaltim. Meminta Gubernur atau perwakilan Pemprov mendatangi massa dan berorasi di atas mobil.
Samsun dan Syafrudin beberapa kali meminta perwakilan demonstran masuk. Namun massa tetap dengan tuntutannya. Sementara para legislator dan gubernur juga enggan memenuhi. Kepada awak media di pelataran DPRD Kaltim, Isran Noor mengungkapkan alasannya enggan turun menemui demonstran. “Kan memang mereka bukan menyampaikan ke gubernur tapi DPRD. Tapi saya punya inisiatif. Siapa tahu mereka mau ketemu gubernur, saya tunggu di sini,” sebutnya.
Sebagaimana sikap demonstran, Isran juga hanya bersedia menerima perwakilan massa di dalam kompleks Kantor DPRD Kaltim. Isran menjamin kesiapannya meneruskan segala tuntutan kepada pemerintah pusat dan DPR. Meski begitu, ia menegaskan tak akan ikut serta jika diminta demonstran turut menolak UU Cipta Kerja. Isran pun mengemukakan alasan nyeleneh di balik sikapnya yang tak akan ikut menolak UU Cipta Kerja.
“Saya kan pengetahuannya sempit. Karena saya enggak sekolah. Orang enggak sekolah itu pengetahuannya sedikit jadi enggak tahu. Jangan-jangan kalau saya tolak justru salah, misalnya,” sebut Isran dengan gaya khasnya.
Isran memilih tak ambil pusing dengan sikapnya yang sejauh ini belum bertemu langsung dengan demonstran selama unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja bergulir di Kaltim. Padahal, sejumlah kepala daerah di tempat lain, termasuk Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi, telah turun langsung menemui dan menerima tuntutan demonstran.
“Enggak usah ikut-ikut lah. Saya kan orang kampung. Masa saya ikut-ikut menolak. Mereka kan yang lain itu sekolah semua. Kalau saya kan enggak sekolah,” tutur Isran yang meraih gelar doktor dari Unversitas Padjadjaran pada 2012.
Bupati Kutai Timur 2009-2015 itu juga mengaku belum mengetahui isi lengkap dari UU Cipta Kerja. Namun ia meyakini lewat peraturan tersebut, pemerintah bertujuan membangun bangsa dengan lebih mudah. Menciptakan investasi dan lapangan kerja bagi rakyatnya. Jika kemudian justru memicu banyak polemik dan unjuk rasa, Isran juga tetap memaklumi.
“Tidak apa-apa. Menurut saya unjuk rasa itu hak setiap warga negara. Saya tidak pernah kecewa dan saya menghargai itu. Tidak apa-apa. Yang penting tertib. Tidak anarkis dan tidak merugikan pihak lain. Karena dulu saya juga tukang demo,” imbuhnya.
PERNYATAAN WAGUB
Isran Noor bertahan di kompleks Kantor DPRD Kaltim hingga pukul 18.40 Wita. Namun sampai Gubernur memutuskan pulang, tak kunjung ada perwakilan mahasiswa bersedia menemui di dalam. Baru pada pukul 18.48 Wita, Wakil Gubernur Hadi Mulyadi menemui massa di depan kantor DPRD Kaltim, sekira pukul 18.48 Wita setelah menunaikan salat magrib.
Dengan pengeras suara didampingi jejeran polisi, Hadi mengapresiasi demonstran yang begitu memerhatikan nasib buruh, pegawai, karyawan, masyarakat Kaltim, maupun masyarakat Indonesia secara umum. Dalam pernyataannya, Hadi Mulyadi memastikan bakal menyampaikan dan menyalurkan sepenuhnya tuntutan demonstran kepada pemerintah pusat.
“Demikian ingin kami sampaikan. Dan sesuai dengan undang-undang, kita semua harus bubar. Karena kita telah mengakhiri waktu yang telah ditetapkan dalam kesepakatan bersama,” tutup Hadi setelah sekitar satu menit memberi pernyataan.
Rangkaian aksi penolakan UU Cipta Kerja di Samarinda telah berlangsung sejak pekan lalu. Mengambil tempat dari depan gerbang Universitas Mulawarman, simpang empat Mal Lembuswana, depan Kantor Gubernur Kaltim, dan depan Kantor DPRD Kaltim. Massa yang terdiri dari mahasiswa, pelajar, hingga kelompok buruh, menyuarakan penolakan terhadap UU Cipta Kerja. (red)