BONTANG – Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM (BKPSDM) Kota Bontang Drs. Sudi Priyanto, M.Si menegaskan bahwa netralitas ASN merupakan salah kunci atas terciptanya pelayanan birokrasi yang berkualitas dan berkeadilan. Netralitas juga menjadi bagian dari indikator suksesnya penyelenggaraan pilkada khususnya di Kota Bontang.
Sudi mengatakan, selama ini Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) Kota Bontang senantiasa memberikan saran serta imbauan kepada jajaran Pemkot Bontang untuk bersama-sama mengawasi dan selalu mengimbau agar segenap pegawai pemerintah di Kota Bontang termasuk ASN (Aparatur Sipil Negara) dan TKD (Tenaga Kontrak Daerah) untuk menjaga netralitas.
Aturan tentang netralitas tersebut, lanjut Sudi, diatur dalam SKB (Surat Keputusan Bersama) Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 5 Tahun 2020, Menteri Dalam Negeri Nomor 800-2836 Tahun 2020, Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 6/SKB/KASN/9/2020, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 0314 tentang Pedoman Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak tahun 2020 untuk tidak melakukan tindakan kategori pelanggaran netralitas sebagai berikut :
- Kampanye/sosialisasi di media sosial (posting, comment, share & like);
- Menghadiri deklarasi bakal pasangan/calon peserta pilkada;
- Melakukan foto bersama bakal pasangan calon/pasangan calon dengan mengikuti simbol gerakan tangan/gerakan yang mengindikasikan keberpihakan;
- Menjadi pembicara/narasumber dalam kegiatan partai politik, kecuali untuk menjelaskan kebijakan pemerintah yang terkait dengan keilmuan yang dimilikinya sepanjang dilakukan dalam rangka tugas kedinasan, disertai dengan surat tugas atasan;
- Bagi ASN yang tidak cuti diluar tanggungan negara melakukan pendekatan ke partai politik dan masyarakat (bagi calon independen) dalam rangka untuk memperoleh dukungan terkait dengan pencalonan pegawai ASN yang bersangkutan dalam pilkada sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah;
- ASN yang mendeklarasikan diri sebagai pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah tanpa cuti diluar tanggungan negara;
- Memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah;
- Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan (pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, dan pemberian barang) termasuk penggunaan barang yang terkait dengan jabatan atau milik pribadi untuk kepentingan bakal calon atau pasangan calon;
- Ikut sebagai pelaksana sebelum dan sesudah kampanye;
- Menjadi peserta kampanye dengan memakai atribut partai/atribut PNS/tanpa atribut dan mengerahkan PNS atau orang lain;
- Mengikuti kampanye bagi suami dan istri calon kepala daerah yang berstatus sebagai pegawai ASN dan tidak mengambil cuti di luar tanggungan negara;
- Memberikan dukungan ke calon kepala daerah (calon independen) dengan memberikan foto copy KTP;
- Ikut sebagai peserta kampanye dengan fasilitas negara;
- Menggunakan fasilitas negara yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
- Membuat keputusan yang dapat menguntungkan/merugikan pasangan calon selama masa kampanye;
- Menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politk.
Sudi menambahkan, hal di atas selaras dengan amanat UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN. Disebutkan, netralitas dimaksudkan ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Meski hak suara ASN sebagai pemilih tidak dicabut, tetapi perlu diatur agar ASN tidak melanggar asas netralitas dalam kontestasi pemilihan kepala daerah.Dengan terbitnya SKB ini, tambah Sudi, diharapkan mengoptimalkan penanganan keterlibatan ASN dalam politik praktis.
Implementasi SKB ini meminimalisasi dampak ketidaknetralan ASN agar fokus untuk menjalankan fungsinya sebagai pelaksana kebijakan publik, pengayom dan pelayan masyarakat. (adv)