spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

PWI Kaltim Kutuk Tindakan Represif Polisi Terhadap 5 Wartawan Samarinda, Minta Kapolda Lakukan Penyelidikan

SAMARINDA – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim mengutuk keras tindakan oknum anggota kepolisian yang telah mengintimidasi 5 wartawan, yang tengah meliput aksi solidaritas paska-demo penolakan UU Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020) malam.

“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta,” kata Ketua PWI Kaltim Endro S Effendi dalam pernyataan resmi yang diterima redaksi Jumat (9/10/2020).

PWI juga meminta Kapolda Kaltim Irjen Polisi Herry Rudolf Nahak untuk mengusut tuntas aksi intimidasi yang diduga dilakukan anggotanya, sebab hal itu jelas-jelas merupakan pelanggaran terhadap UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Hasil investigasi tersebut kemudian disampaikan ke publik. Pengusutan tuntas diperlukan, menurut Endro, karena kasus seperti ini sudah sering terjadi. Sehingga perlu adanya sanksi berat yang diberikan terhadap anggota polisi yang melakukan intimidasi, sebagai bentuk efek jera. Endro menambahkan, PWI juga akan mengawal seluruh proses hukum yang akan diambil 5 jurnalis yang menjadi korban intimidasi dan represi oknum anggota kepolisian tersebut.

Kelima jurnalis yang mendapat intimidasi adalah Samuel Gading (lensaborneo.id), Yuda Almeiro (idntimes.com), Apriskian Sunggu (Kalimantan TV), Mangir Titiantoro (Disway Kaltim), dan Faishal Alwan Yasir (Koran Kaltim). Mereka diintimidasi saat meliput keributan antara massa aksi dengan sejumlah anggota kepolisian di sekitar Mapolresta Samarinda.

Keributan tersebut direkam oleh kelima wartawan, namun beberapa oknum polisi menuduh merupakan cara para jurnalis untuk melakukan framing atau memberitakan secara tidak berimbang. Disaat merekam keributan itulah intimidasi terjadi.

Rambut Samuel dijambak seorang polisi berpakaian preman. Namun meski sudah menunjukan ID wartawan, polisi tadi tetap tak percaya seraya berkata “memangnya kenapa kalau wartawan”. Yuda yang berusaha melerai giliran kena intimidasi dengan cara dadanya ditunjuk secara kasar oleh oknum polisi lain.

Apriskian juga mendapat perlakuan serupa yakni dadanya ditunjuk secara kasar oleh oknum lain. Disaat yang bersamaan intimidasi juga dialami Mangir yang diinjak dengan sepatu laras. Usai mendapat perlakuan tidak mengenakan, Mangir, Apriskian, Samuel, dan Yuda memutuskan pulang.

Sementara Faishal tak bisa pulang karena diitahan oleh seorang anggota polisi. Faishal lantas dibawa ke halaman samping INAFIS, diminta memanggil keempat temannya yang sudah lebih dulu meninggalkan Mapolresta. Karena mereka tak kunjung datang, Faishal akhirnya diperbolehkan pulang.

Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman mengatakan anggotanya tak bermaksud mengintimidasi kelima wartawan. Insiden mungkin terjadi karena minimnya pencahayaan di tempat kejadian, sehingga beberapa anggota tak bisa membedakan mana wartawan atau bukan.

“Kami akan mencari tahu siapa anggota itu, mungkin disangkanya rekan-rekan wartawan ini salah satu dari biang yang membuat keributan itu,” katanya secara terpisah. Tapi berdasarkan laporan yang dia dapat, tak ada anggota yang memukul. “Tapi kalau memang ada, nanti tolong sampaikan ke saya. Saya mau lihat langsung apakah betul mereka kena pukul atau bagaimana, kita harus melihat langsung, jangan sampai mengada ada,” tambahnya.

Sebagai manusia biasa, lanjut dia, anggota kepolisian bisa berbuat salah. Untuk itu dia meminta maaf bila ada tindakan bawahannya di luar garis pokoknya. Dikatakan, jangan sampai akibat kejadian ini hubungan pers dan kepolisian menjadi renggang. (red2)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti