Catatan: Rizal Effendi
MINGGU lalu saya sarapan pagi dengan Pak Mahyudin di warung HK, Klandasan, Balikpapan. Dia bergaya santai, jadi sebagian pengunjung HK saat itu tidak tahu. Padahal Pak Mahyudin yang saya temui itu adalah wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, 2019-2024. Termasuk pejabat negara, yang menduduki posisi penting. Nama lengkapnya, Dr H Mahyudin, ST MM.
“Assalamualaikum, alhamdulillah bisa ketemu senior,” katanya menyambut saya dengan senyum cerah. Saya sudah lama mengenal Mahyudin, sejak saya jadi wartawan. Bahkan pernah main tenis bareng. “Masih mainkah?” tanyanya. Saya bilang sudah jarang. “Sesekali saya malah main golf,” jawab saya.
Mahyudin adalah politisi muda Indonesia yang cepat sekali menanjak kariernya. Lelaki kelahiran Tanjung, Tabalong, Kalsel 8 Juni 1970 ini, mengawali karier politiknya dari wakil ketua DPRD Kutim tahun 2000, wakil bupati Kutai Timur . Lalu menjadi bupati Kutai Timur. Jadi pengurus DPP Golkar dan anggota DPR RI (2009). Lanjut Wakil Ketua MPR RI (2014).
“Saya yang mendorong Mahyudin jadi pimpinan MPR RI, karena dia politisi muda yang cerdas dan berintegritas,” kata tokoh senior Golkar, Ir H Aburizal Bakrie.
Mahyudin sempat menjadi kandidat ketua umum DPP Golkar. Dari Golkar kecamatan bisa melompat sampai menjadi wakil ketua umum DPP Golkar. Belakangan terjadi gesekan di DPP. Dia sempat mau didongkel dari kursi wakil ketua MPR. Akhirnya dia memutuskan pindah ke DPD RI dan berhasil terpilih sebagai salah satu wakil ketua.
Dia malah mengajak saya masuk ke jalur DPD, ketika saya katakan ada kemungkinan dalam Pemilu 2024 saya mau menjadi calon anggota DPR RI. “Menarik juga pengabdian dan perjuangan di DPD RI,” katanya meyakinkan saya.
Hanya membutuhkan waktu sekitar 20 tahun, Mahyudin berhasil meraih berbagai jabatan terhormat tersebut. Itu menunjukkan bahwa dia bukan politisi sembarangan. Bahkan dia mampu menunjukkan kelasnya sebagai politisi yang andal dan pantas diperhitungkan di tingkat nasional.
Saya salut atas prestasi yang diraih Mahyudin. Karena tidak banyak putra daerah yang bisa berkiprah sehebat itu. Padahal kompetisi dan persaingan di percaturan politik nasional sangat keras dan membutuhkan orang-orang yang andal dan punya kapasitas tinggi.
Dalam bukunya “Dr H Mahyudin, ST MM, Matahari dari Timur,” Ketua MPR RI Dr (HC) Zulkifli Hasan, SE MM 2014-2019 memuji prestasi yang dicapai Mahyudin. “Saya mengenal Mahyudin bukan hanya sebagai kolega pimpinan di MPR RI. Tapi juga sebagai sahabat. Ia politisi cerdas, santun dan punya pendirian. Pada usia yang masih muda ia sudah melangkahkan kakinya menjadi tokoh nasional. Salut dan sukses terus buat Mahyudin,” kata Zulkifli, ketua umum DPP PAN, yang sekarang jadi menteri perdagangan.
Yang menarik, selepas menjadi bupati Kutai Timur, Mahyudin tak berambisi berebut kursi gubernur Kaltim meski sejumlah elite termasuk Golkar mendorongnya. Malah dia berani hijrah dan bertarung di Jakarta. “Iya saya memang ingin fokus bekerja di parlemen,” katanya.
Di sela-sela tugasnya sebagai anggota parlemen, Mahyudin juga terpilih sebagai ketua umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Pusat masa bakti 2015-2020. Dia mengaku sangat menikmati tugas menjadi ketua umum HKTI, sebab ia punya banyak peluang untuk membela dan memperjuangkan kepentingan petani Indonesia. “Sesuatu tugas yang sangat mulia,” ujarnya.
UNTUK ANAK
Mahyudin adalah suami dari Agati Sulie Mahyudin. Sang istri juga politisi. Jadi anggota DPR-RI 2014-2019 dapil Kalteng, tempat kelahirannya. Buah perkawinannya, mereka memilik 4 anak, Sela Anggraeni Sadewi, M Alfi Ashari, M Auli Akbar, dan M Kahfi.
Karier politik Mahyudin diikuti juga oleh adiknya, Mahyunadi. Dia sempat menjadi ketua Golkar Kutim dan terpilih menjadi anggota DPRD Kutim dua periode sejak 2009. Lalu melangkah lagi menjadi anggota DPRD Kaltim tahun 2019.
Ketika berlangsung pemilihan bupati Kutim tahun 2020, Mahyunadi mundur dari kursi DPRD Kaltim dan memutuskan berpasangan dengan Lulu Kinsu menjadi salah satu pasangan calon. Sayang lelaki kelahiran Balikpapan, 27 November 1972 itu, kandas. Dia dikalahkan pasangan Drs Ardiansyah Sulaiman, MSi dan Dr H Kasmidi Bulang, ST MM.
Ketika saya bertemu Mahyudin pekan lalu, kami tak banyak membahas masalah politik. Tapi dia mengakui ada kecenderungan Ketua DPD RI La Nyalla ingin masuk ke bursa capres 2024. “Saya sempat memberikan masukan kepada beliau,” katanya.
Mahyudin malah banyak bercerita usaha baru yang tengah dirintisnya, membangun peternakan ayam modern, yang besar dengan sistem kandang closed house/CH. “Untuk bekal usaha anak-anak yang sudah mulai besar,” katanya.
Dia sangat lancar bercerita soal peternakan ayam dengan sistem kadang CH. Seperti juragan ayam profesional. Berdasarkan pengalaman, karakteristik kandang CH memang memiliki kapasitas produksi lebih tinggi dibanding sistem kandang open house/OH. Hanya konsekuensinya membutuhkan biaya lebih besar terutama berkaitan dengan penggunaan listrik yang sangat tinggi. Karena semua menggunakan otomatisasi mulai tempat makan berikut pakannya, tempat minum sampai sistem ventilasinya.
Dengan sistem CH, suhu kandang bisa diatur. Sama seperti ruang keluarga, ber-AC. Tingkat kematian ayam juga sangat rendah karena kebersihan kandang juga sangat terjaga. “Saya saja mau masuk ke kandang harus mandi dulu,” kata Mahyudin.
Sebagai tahap pertama, Mahyudin membuka peternakan ayam potong atau ayam pedaging (broiler) di kampung istrinya, Kalteng. Produksinya sekitar 40 ribu ekor per panen. Mau ditingkatkan lagi sampai 200 ribu ekor. Karena potensi kebutuhan atau demand masyarakat terhadap ayam pedaging sangat tinggi. Makanya fluktuasi harga ayam potong cenderung naik terus.
Sudah masuk dalam perencanaannya, dia juga akan membuka peternakan ayam di Kaltim. “Kita juga harus mengantisipasi kebutuhan ayam di daerah ini yang pasti bakal meningkat, menyusul dilakukannya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN),” ujar Mahyudin serius.
Saya tidak tahu apakah Mahyudin mau mengajak saya jadi juragan ayam sekaligus anggota DPD RI. Saya juga tidak sempat tanya apa rencana politik dia di tahun 2024. Tapi yang pasti pertemuan kami berlangsung ceria dan mengasyikkan. Tidak terasa menghabiskan segelas teh susu dan dua butir telur ayam setengah masak plus soto banjar. “Nanti kalau saya ke Balikpapan kita ketemu lagi,” katanya bersemangat. (*)