spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Empat Kandidat Kepala Daerah Terpapar Covid 19, Masih Ada yang Lebih Penting dari Kekuasaan; Nyawa

Pilkada serentak di Kaltim pelan-pelan terbukti mengancam nyawa. Empat calon kepala daerah dan wakil yang berkompetisi pada pesta demokrasi ini terpapar Covid-19. Dua di antaranya meninggal dunia. Yang harus lebih diperhatikan adalah mayoritas para kandidat ini berusia di atas 45 tahun. Kelompok usia tersebut sangat berisiko kehilangan nyawa bila terinfeksi virus SARS-Cov-2.

Berdasarkan dokumen persyaratan calon yang diunggah komisi pemilihan umum di kabupaten/kota masing-masing, kaltimkece.id mengolah data usia para calon. Pada pilkada serentak di sembilan daerah, kecuali Penajam Paser Utara, ada 19 pasangan yang telah ditetapkan. Satu pasangan di Berau masih menunggu proses selepas wafatnya bupati petahana Muharram.

Dari 20 pasangan calon tersebut, Paser adalah daerah dengan kandidat terbanyak yaitu empat pasangan. Samarinda dan Kutai Timur sama-sama diikuti tiga pasangan calon. Sementara itu, Kutai Barat, Mahakam Ulu, Bontang, dan Berau diikuti dua pasangan calon. Sisanya adalah Balikpapan dan Kutai Kartanegara dengan pasangan calon tunggal.

Dari 40 kandidat kepala daerah dan wakil, 37 orang berjenis kelamin laki-laki dan tiga perempuan. Peserta pilkada dengan usia paling tua adalah Tony Budi Hartono, calon bupati Paser. Usianya 63 tahun. Sementara Rendi Solihin yang berusia 28 tahun adalah kandidat termuda. Politikus belia itu maju sebagai calon wakil bupati Kutai Kartanegara.

Data tersebut masih bisa dikupas untuk melihat rerata usia calon di setiap daerah. Bontang adalah daerah dengan rerata usia calon kepala daerah dan wakil yang tertua yakni 54,5 tahun. Kutai Barat dan Berau di tempat berikutnya dengan rerata usia kandidat 53,5 tahun. Samarinda menyusul dengan rerata usia 53,4 tahun. Sementara daerah dengan rata-rata usia calon peserta pilkada paling rendah adalah Kutai Kartanegara (calon tunggal) yakni 41,5 tahun.

Masih dari sisi usia, sebanyak 14 orang atau 35 persen dari seluruh kandidat berusia di atas 55 tahun. Adapun calon yang berusia 45-55 tahun sebanyak 19 orang atau 47,5 persen. Sementara yang di bawah 45 tahun hanya 7 orang atau 17,5 persen.

Dari pengolahan data tersebut, diketahui bahwa calon berusia di atas 45 tahun mencapai 82,5 persen dari seluruh kandidat. Kelompok usia di atas 45 tahun ini sangat rawan ketika terpapar Covid-19. kaltimkece.id membandingkannya dengan data pandemi Covid-19 yang dilansir Dinas Kesehatan Kaltim per 1 Oktober 2020.

Menurut Dinas Kesehatan Kaltim, dari kelompok usia 45-49 tahun, terdapat 793 orang yang terkonfirmasi positif Covid-19. Sebanyak 37 di antaranya meninggal dunia. Tingkat kematian atau fatality rate kelompok usia 45-49 tahun sebesar 4,6 persen. Kelompok usia 50-54 tahun tercatat 770 orang yang positif dengan 63 orang meninggal dunia. Tingkat kematian kelompok umur ini 8,1 persen. Kemudian dari kelompok usia 55-59 tahun, ada 553 kasus dengan jumlah meninggal 62 orang. Tingkat kematian kelompok usia ini semakin tinggi yakni 11,21 persen. Sementara tingkat kematian kelompok usia 60-64 tahun mencapai 16,9 persen.

Hubungan antara risiko kematian pasien Covid-19 dengan usia sangat jelas. Semakin tua usia seseorang, risiko meninggal karena virus corona semakin tinggi. Tingkat kematian di kelompok usia di atas 45 tahun bahkan jauh lebih tinggi dari tingkat kematian se-provinsi sebesar 4 persen. Calon kepala daerah yang sebagian besar berusia di atas 45 tahun pun amat berisiko ketika terpapar Covid-19.

Sampai sejauh ini, sudah dua calon kepala daerah yang menjadi korban pandemi, Muharram dan Adi Darma, berusia di atas 50 tahun. Muharram, calon bupati Berau, berusia 52 tahun. Sementara calon wali kota Bontang, Adi Darma, berusia 60 tahun. Dua kandidat lain yang terinfeksi adalah Kasmidi Bulang dan Uce Prasetyo, dua-duanya calon wakil bupati Kutai Timur. Kasmidi Bulang berusia 44 tahun dan dinyatakan telah sembuh. Sementara itu, Uce Prasetyo berusia 46 tahun dan sedang menjalani karantina.

Desakan agar pilkada ditunda sebenarnya sudah datang jauh-jauh hari. Tiga organisasi nasional, melalui perwakilannya di Kaltim, telah menyatakan pendapat. Ketiganya adalah Ikatan Dokter Indonesia Kaltim, Pengurus Wilayah Nahlatul Ulama Kaltim, dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kaltim.

“Apakah jika pilkada diundur akan menyebabkan negara ini runtuh? Sementara ketika pilkada dilanjutkan, sangat berisiko karena banyak rakyat bisa menjadi korban,” kata Nataniel Tandirogang, ketua IDI Kaltim, dalam wawancara kaltimkece.id, Senin, 28 September 2020. Pilkada di tengah pandemi disebut berisiko dari sisi kesehatan. Di samping itu, kualitas pilkada turut dipertaruhkan. Pandemi Covid-19 diprediksi mengurangi partisipasi pemilih dalam jumlah yang signifikan. “Kami khawatir, muncul klaster pilkada dari Covid-19 ini,” terang Nataniel.

Fenomena Covid-19 yang menghinggapi peserta pilkada di Kaltim akhirnya melahirkan pertanyaan penting. Manakala para kandidat saja bisa terinfeksi Covid-19, bagaimana dengan tim sukses hingga para pemilih? (kk/red)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti