Catatan Rizal Effendi
ADA tiga gubernur yang tidak gampang menghilangkan dukanya. Mereka sama-sama kehilangan putra tersayangnya. Yang masih jadi perbincangan hangat kita berminggu-minggu adalah duka berat Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil. Dua lainnya dialami sebelumnya oleh Pak Awang Faroek, gubernur Kaltim sebelum Pak Isran dan Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Zainal Arifin Paliwang.
Ridwan Kamil yang akrab dipanggil Kang Emil kehilangan putra semata wayang, Emmeril Kahn Mumtadz, yang akrab dipanggil Eril. Dia tenggelam di Sungai Aare, Bern, Swiss. Pak Awang harus melepas kepergian putranya, Awang Ferdian Hidayat, yang meninggal karena serangan jantung mendadak. Dan Gubernur Kaltara Pak Zainal kehilangan putra kebanggaannya, AKP Novandi Arya Kharizma karena kecelakaan lalu lintas di Jakarta.
Semua orang bisa merasakan duka yang dialami ketiga gubernur ini. Pada saat mereka berada di bagian puncak dari perjalanan karier dan kehidupan, tiba-tiba Tuhan memberikan ujian yang berat. Mereka harus kehilangan putra yang sangat disayangi. Bahkan diharapkan menjadi penerus semangat sang gubernur. Seribu tetes air mata rasanya tidak cukup menutupi kesedihan luar biasa tersebut.
Saya terbilang akrab dengan Kang Emil. Ketika dia masih menjadi wali kota Bandung, kami sama-sama menjadi pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi). Bahkan ketika saya didaulat menjadi ketua Asosiasi Kabupaten Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI), Kang Emil berkenan menjadi wakil.
Di situ juga ada penggiat sanitasi, Pak Ahmad Syarif Puradimadja, mertua Kang Emil atau kakeknya Eril. Saya bersama Pak Syarif dan Pak Yosrizal termasuk Kang Emil sering melaksanakan Advokasi dan Horizontal Learning (AHL) dalam rangka mendorong kabupaten kota peduli masalah sanitasi, mulai soal air bersih sampai stop buang air besar (BAB) sembarangan.
“Kami semua dapat merasakan apa yang dirasakan Kang Emil saat ini. Saya sendiri 20 bulan yang lalu juga kehilangan putra tersayang saya. Insya Allah dengan keikhlasan dan kesabaran kita, Allah akan memberikan kemuliaan dan derajat-Nya. Insyaallah Emmeril syahid sesuai dengan janji Allah terhadap hamba-Nya,” kata Dr H Syarif Fasha ME, wali kota Jambi yang menggantikan saya sebagai ketua AKKOPSI.
Putra Syarif Fasha, Muhammad Fabiansyah Putra meninggal dalam usia 13 tahun. Dia sempat dirawat di RSCM Jakarta karena mengalami gangguan ginjal. Tapi dia meninggal juga karena terpapar virus Covid-19. Waktu itu Syarif bersama istri dan dua anaknya juga dinyatakan positif. Ketika mendapat cobaan ini, Syarif lagi berproses untuk pencalonan gubernur Jambi. Tapi belakangan batal.
Lebaran lalu, saya dikirimi seperangkat kado ibadah karya Kang Emil. Kitab Syaamil Quran dan sajadah. Karena dia seorang arsitek kelas dunia, buku dan sajadahnya dirancang sangat indah dan eksklusif. “Mari kita menjadi insan yang Islami dan Qurani untuk meraih kemuliaan dan hari kemenangan,” pesan tulisan tangan Kang Emil bersama istrinya Atalia Praratya kepada saya.
Hampir semua orang pasti meneteskan air mata membaca curahan hati Kang Emil dan Atalia. Tulisannya jadi viral di mana-mana. “Wahai Sungai Aare, sebagai sesama makhluk Allah SWT, aku titipkan jasad anak kami kepadamu,” tulis Kang Emil. “Mama pulang, Nak, tenanglah bersama sang pemilik yang sebenarnya, Allah SWT,” tutur Atalia ketika akan meninggalkan Swiss.
Hasil perkawinan Kang Emil dengan Atalia, membuahkan dua anak. Eril dan Camillia Laetitia Azzahra atau Zahra. Eril lahir di New York, AS, 22 tahun silam atau tepatnya 25 Juni 1999 saat Emil menempuh pendidikan S2 Master Urban Design di University of California, Berkeley. Seperti ayahnya, Eril juga menamatkan kuliah S1-nya di ITB.
Belakangan Kang Emil mengadopsi seorang anak laki-laki bernama Arkana Aidan Misbach berusia 2 tahun. Anak yang akrab dipanggil Arka itu diambil Kang Emil pada peringatan Hari Anak Nasional, 23 Juli 2020 lalu karena kedua orangtuanya meninggal akibat Covid-19. “Arka menjadi pengganti Eril,” kata Kang Emil dengan wajah sembab.
Seperti diberitakan, Eril berada di Swiss dalam rangka mencari tempat kuliah S2. Hari itu, Kamis (26/5) dia bersama adik perempuan dan temannya memanfaatkan waktu berenang di Sungai Aare. Tak disangka Eril terseret arus. Berbagai upaya pencarian terus dilakukan. Tapi sampai saat ini belum ditemukan dan Kang Emil bersama keluarga ikhlas menyatakan Eril sudah meninggal dunia di dasar Sungai Aare.
PENGGANTI PAK AWANG
Cobaan berat juga dialami Pak Awang Faroek. Beliau gubernur Kaltim dua periode (2008-2013/2013-2018) dan sekarang menjadi anggota DPR RI dari Partai Nasdem. Di saat dia juga lagi berjuang dengan kondisi kesehatannya, tiba-tiba putra sulungnya Awang Ferdian (46) meninggal dunia karena serangan jantung, Minggu (5/9) 2021.
Awang Ferdian pernah dua kali menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Pak Awang berharap betul Ferdian menggantikan jalan karier politiknya. Dua kali menjadi anggota DPD, dua kali Ferdian mundur di tengah jalan karena mengikuti Pilkada Kukar dan Pilgub Kaltim. Sayangnya belum berhasil. Tapi sebelumnya dia juga sempat menjadi anggota DPR RI menggantikan Marten Aphuy.
Sama seperti Pak Awang, Ferdian juga suka menyanyi. Lagu terakhir yang dinyanyikan Ferdian di akun youtube-nya diunggah 133 ribu penonton. Dia menyanyikan lagu daerah Sungai Mahakam karya Drs Roesdibyono. Lagu itu diunggahnya tiga hari sebelum meninggal dunia. Sebelumnya dia juga banyak menyanyikan lagu daerah dan pop termasuk lagu kesukaan saya, Andai Aku Bisa yang penyanyi aslinya Chrisye. Lagu ini ditonton 207 ribu penonton.
“Masya Allah sungguh merdu suara Pak Ferdian. Salam kenal dari dari Risecha Junep Yogyakarta. Kami kebetulan juga habis meng-upload lagu yang sama. Salam sehat dan semoga selalu bahagia. Aamiin YRA,” kata Risecha mengomentari.
Awang Ferdian pembawaannya terbilang kalem. Ayah tiga anak ini selalu tampil bersahaja. Tapi semangatnya sepertinya menurun dari sang ayah. Saya sempat tampil sama-sama ketika debat Pilgub. Saya dan Ferdian sama-sama menjadi calon wakil gubernur. “Kita sama-sama berjuang, Pak.” katanya akrab.
PERWIRA POLISI
Adalah kebanggaan seorang jenderal kalau putranya meneruskan jejaknya. Itu yang dirasakan Gubernur Kaltara Zainal Arifin Paliwang, yang sebelumnya wakil kapolda Kaltara berpangkat brigader jenderal (brigjen pol). Putra sulungnya Novandi Arya (31) juga berkarier sebagai abdi Bhayangkara berpangkat ajun komisaris polisi (AKP). Dia bertugas di Satpolairud Berau. Pak Zainal juga pernah bertugas di Polairud sebelum purnatugas sebagai wakapolda.
Bak petir di siang bolong, ketika Pak Zainal mendapat kabar putranya yang lagi bertugas di Jakarta meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas di kawasan Senen Jakarta, Senin (7/2/2022) dinihari. Novandi tewas dalam kecelakaan tunggal bersama temannya seorang kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Fatimah. Mobil sedan Toyota Camry yang dikendarai terbakar setelah menabrak separator bus Transjakarta.
Sudah sebulan lebih Novandi berada di Ibukota dalam rangka menempuh pendidikan atau tugas belajar untuk mendalami kapasitasnya sebagai kepala Satuan Polisi Air dan Udara, Polres Berau.
Ketika kecelakaan terjadi, Gubernur Zainal Arifin sedang berada di Kendari, Sulawesi Tenggara menghadiri peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di sana. Dia sangat terpukul dan langsung didampingi Gubernur Sultra Ali Mazi menengok putranya ke Jakarta. “Saya sangat kehilangan,” katanya sedih.
Novandi meninggalkan seorang istri dan dua anak, yang masih berusia 3 dan 4 tahun. “Ya Allah, sayangku cepat sekali kamu pergi,” tulis sang istri, Eka Novandi Arya di IG-nya. Dia juga membagikan foto-foto ucapan duka dan karangan bunga termasuk dari Presiden Joko Widodo dan Wapres KH Ma’ruf Amin.
Kematian adalah rahasia Tuhan. Tak seorang pun bisa memperkirakan kapan terjadinya. Ada kata bijak yang bisa memperkuat hati kita. “Tuhan memberikan ujian berupa kegagalan dan kehilangan kepada kita untuk mengajarkan hikmah di dalamnya.” Kata penyair Kahlil Gibran, “karena hidup dan mati adalah satu, sama seperti sungai dan laut adalah satu.” (**)