Catatan Rizal Effendi
POSISI Indonesia di arena SEA Games 2021/2022 dikunci pada urutan ketiga. Di atasnya ada Thailand. Sebagai juara umum yang tak tertandingi, tuan rumah Vietnam. Indonesia mengumpulkan 69 medali emas, 91 perak, dan 81 perunggu. Sedang Thailand, 92 emas, 103 perak, dan 136 perunggu.
Yang menggila Vietnam. Bayangkan, atlet-atlet tuan rumah ini mampu meraup 205 emas, 125 perak, dan 116 perunggu. Meninggalkan terlalu jauh dua negara di bawahnya. Bahkan mereka melengkapi kesaktiannya dengan menyabet medali emas di cabang sangat bergengsi, sepakbola. Thailand dilibasnya di babak final 1-0 dan sebelumnya Garuda Muda dibabat 3-0.
Dari 11 negara peserta SEA Games, yang tenang-tenang saja Brunei Darussalam. Padahal negara tetangga kita ini sangat kaya. Mau naturalisasi pemain sebanyak apa pun dia mampu. Tapi negara kesultanan ini cukup puas di urutan ke-10 dengan hasil “tripel satu.” Satu di emas, satu di perak, dan satu di perunggu. Brunei setingkat lebih baik dari juru kunci, Timor Leste, yang pulang tanpa emas. Cukup 3 perak dan 2 perunggu.
Saya tidak tahu atlet-atlet Vietnam itu makan apa, sehingga sekarang sangat perkasa. Padahal dulu tidak ada apa-apanya. Dulu arena SEA Games itu dikuasai Merah Putih. Dalam kurun yang cukup panjang kita sangat dominan dan perkasa. Tapi setelah juara umum pada SEA Games Jakarta-Palembang 2011, kita terus melorot.
Dalam empat kali SEA Games selanjutnya kita tersandar di urutan keempat dan kelima. Jadi hasil di Vietnam ini lebih bagus. Kita naik ke urutan ketiga, meski awalnya KONI tidak memasang target. Sebab, SEA Games lebih diarahkan sebagai target antara menuju Olimpiade.
Pencapaian yang luar biasa di arena SEA Games Vietnam, yang berakhir Minggu malam kemarin, adalah dalam cabang basket. Timnas basket putra Indonesia besutan pelatih Milos Pejic berhasil meraih medali emas setelah mengalahkan raja basket Asia Tenggara, Filipina dengan skor 85-81.
Ini menjadi medali emas pertama Indonesia di cabang basket sejak SEA Games pertama tahun 1977. Maklum selama ini cabor itu selalu dikuasai Filipina. Mereka membuat rekor fantastik, jadi juara 13 kali sejak 1991. “Kita ikut bangga, basket Indonesia membuat sejarah dengan meraih emas,” kata Ken Arif, putra Johny Ng, ketua Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) Balikpapan.
Lebih membanggakan lagi, di antara tim basket Indonesia itu, ada dua pemain asal Kaltim, Hardianus Lakudu di putra dan Gabriel Sophia di putri. “Hardi pemain dari Sangatta, Kutim, pindah ke SMA Satu (Smansa) Balikpapan,” kata Ken. Gabriel juga dari Kutim. Dia produk DBL. Sekarang menetap di Surabaya.
Hardi mendukung timnas sejak SEA Games lalu. Waktu itu tim Indonesia meraih medali perak. Sebelumnya Hardi sempat bermain untuk tim sekolah, Popnas, Kejurnas dan Tim PON Kaltim. Prestasi Hardi niscaya memotivasi rekan-rekannya di daerah. “Kehadiran Hardi dan Gabriel di Timnas, tentu kebanggaan tersendiri bagi kita di Kaltim,” kata Rusdiansyah Aras, ketua KONI Kaltim.
Menurut Rusdi, ada 9 atlet Kaltim dan tiga pelatih memperkuat kontingen Merah Putih di Vietnam. Mereka selain Hardi dan Gabriel, juga Mariska Halinda (taekwondo), Iqbal Candra Pratama (pencak silat), Chelsie Monica Ignesias Sihite (catur), Gebby Novitha (anggar), Ima Safitri (anggar) dan Muhammad Aliansyah (gulat). Sedang ketiga pelatih adalah Harmaji (panahan), Suryadi Gunawan (gulat) dan Siti Aminah (judo).
Dari laporan sementara, 2 medali emas dipersembahkan atlet Kaltim dari basket dan catur kilat. Satu perak dari pegulat Aliansyah. Pegulat Kaltim ini pemegang medali emas empat kali berturut-turut di arena PON termasuk PON 2021 di Papua.
MAKIN TERKENAL
Saya ingin memberi catatan khusus kepada Chelsie Monica. Penyandang gelar Women International Master (WIM). Maklum atlet catur putri ini berasal dari Balikpapan. Di arena catur SEA Games Vietnam, Chelsie yang turun di nomor catur kilat perorangan dan beregu menyumbang satu medali emas dan satu perak.
Emas direbut Chelsie di nomor beregu bersama Ummi Fisabillilah setelah mengalahkan Malaysia. Sedang perak di nomor perorangan. Pada SEA Games 2013, Chelsie juga meraih medali emas. Chelsie dalam PON XX di Papua juga meraih medali emas setelah menaklukkan Grand Master (GM) Irena Kharisma Sukandar.
Nama Chelsie makin meroket ketika dia menjadi komentator pertandingan catur antara Dewa Kipas dengan Irene Sukandar, yang ditayangkan secara langsung di kanal YouTube Deddy Corbuzier. Selain pertandingannya dinilai luar biasa, juga komentatornya dinilai nitizen sangat menarik, cantik, dan sangat berkesan.
Chelsie main catur sejak kecil. Mulanya karena melihat bapaknya main. Saya ikut mendandani Chelsie ketika masih wali kota. Tapi yang paling berjasa adalah Ketua Percasi Balikpapan Drs. R.S. Nugroho, MNc; dan mantan wagub Kaltara, H. Udin Hianggio. Mereka sering menjadi lawan tanding Chelsie dan berkorban mendorong Chelsie sampai berkarier di tingkat nasional dan dunia. Merekalah yang mengirim Chelsie memperdalam ilmu catur di Sekolah Catur Utut Adianto.
Sebelum memasuki purnatugas, saya sempat mengundang Chelsie pulang ke Balikpapan. Malah Chelsie sempat bermain lawan 10 pemain di halaman Pemkot termasuk saya. Dari 10 lawan itu, 9 ditekuk Chelsie tanpa ampun. Hanya satu yang berakhir dengan draw alias seri. Yang draw itu dengan saya. Saya tidak tahu apakah Chelsie mau menyenang-nyenangkan saya, maklum yang dilawannya wali kota. Tapi kata Chelsie dengan muka serius, dia memang nyaris kalah. Karena dia kalah satu bidak, saya paksa bermain jual beli. Tak ada pilihan, Chelsie memaksa saya bermain remis. Kedudukan sementara satu satu. Entah kapan lagi bisa bermain dengan ratu catur, yang sudah menyandang gelar Sarjana Ekonomi ini. (**)