Catatan Rizal Effendi
SENIN, 2 Mei 2022, pada saat kita umat Islam merayakan Idulfitri, kita juga memperingati Hari Pendidikan Nasional. Pendidikan membuat kita menjadi manusia yang cerdas dan berakhlak. Nabi Muhammad ketika menerima wahyu pertama, juga diajari Malaikat Jibril membaca, Iqro. Membaca bagian dari proses pendidikan agar kita mampu mempelajari semua ilmu pengetahuan yang diciptakan Tuhan.
Adalah Ki Hadjar Dewantara tokoh pendidikan nasional kita. Dia lahir 2 Mei 1889 di Pakualaman, Yogyakarta. Nama aslinya Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, putra GPH Soerjaningrat atau cucu Sri Paku Alam III. Sebagai bangsawan Jawa, ia mendapat kesempatan menyelesaikan pendidikan awal di ELS (Europeesche Lagere School), yaitu sekolah rendah untuk anak-anak Eropa.
Lalu sempat juga melanjutkan pendidikan tinggi di Stovia (School tot Opleding van Inlandsche Arsten). Stovia sendiri adalah sekolah kedokteran di Jakarta, yang didirikan khusus untuk orang Indonesia. Karena kondisi kesehatannya, Ki Hadjar tidak sempat menyelesaikan studinya.
Tapi dia pandai berbahasa Belanda dan menggeluti profesi jurnalistik yang berkiprah di beberapa surat kabar dan majalah pada waktu itu. Gaya tulisannya komunikatif, tapi cenderung keras menyoroti ketimpangan pemerintahan Belanda, yang membiarkan anak-anak Indonesia tetap bodoh.
Karena kecintaan dan semangat kebangsaan, Ki Hadjar mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922. Ini adalah lembaga pendidikan pertama nasional yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Taman Siswa merupakan bentuk nyata perjuangan Ki Hadjar melawan penjajah karena ia yakin jika pendidikan maju, bangsa Indonesia akan mampu mewujudkan kemerdekaan setelah beratus tahun dijajah.
Di Perguruan Taman Siswa ini, Ki Hadjar memperkenalkan semboyan tut wuri handayani. Semboyan berbahasa Jawa itu lengkapnya berbunyi : ing ngarsa sung thulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Semboyan itu dia tujukan kepada para guru dan tenaga pendidik agar anak-anak yang dididiknya berkembang sehat dan maju.
Menurut Ki Hadjar, di depan, seorang pendidik harus mampu memberi contoh bagi anak-anak asuhnya. Di tengah memberi semangat dan ide, dan dari belakang seorang pendidik harus bisa memberi dorongan dan arahan. Ki Hadjar sadar betul hanya dengan pendidikan, maka Indonesia bisa keluar dari belenggu penjajahan.
Ki Hadjar sempat memangku jabatan menteri Pengajaran Republik Indonesia dalam kabinet pertama yang disusun Presiden Soekarno pada tahun 1950. Sebelumnya pada tanggal 17 Agustus 1946 dia dikukuhkan sebagai Mahaguru pada Sekolah Polisi Republik Indonesia dan tahun 1957 mendapat gelar doktor kehormatan dari Universitas Gadjah Mada.
Sebagai penghormatan atas jasa-jasanya, tanggal 2 Mei sebagai hari kelahiran Ki Hadjar ditetapkan dan diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Namanya juga diabadikan sebagai salah satu nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hadjar Dewantara. Selain itu, potret dirinya juga diabadikan pada uang kertas pecahan 20 ribuan rupiah tahun edisi 1998. Ki Hadjar meninggal 26 April 1959, yang kemudian dikukuhkan Presiden Soekarno sebagai pahlawan nasional.
KERAS DEMI KALTIM
Pada saat kita memperingati Hari Pendidikan Nasional, saya jadi teringat salah seorang tokoh pendidikan Kaltim, Haji Rusli atau lengkapnya Haji Muhammad Rusli Masroen, yang ngotot agar anak-anak Kaltim tidak mengandalkan terus menerus hidupnya hanya dari eksploitasi sumber daya alam, tanpa diimbangi dengan kemampuan otaknya. “Bahaya kalau sumber alamnya habis, generasi kita ke depan bisa hidup dalam kemelaratan dan kebodohan,” katanya ketika saya wawancarai saat itu.
Ketika saya masih jadi wartawan di tahun 80-an, saya sering bertemu Haji Rusli. Maklum dia tokoh penting. Pengusaha sukses (pemilik Hotel Mesra dan Mesra Mall), ketua Kadin, anggota DPRD dan MPR, ketua partai dan pengurus organisasi keagamaan dan gigih memajukan dunia pendidikan. Secara pribadi saya juga akrab dan sering ke rumah lamanya di Jl Merah Delima, Kampung Bugis pada saat Lebaran bersama teman-teman saya di grup band Wijaya Kusuma di kampung itu. “Salam untuk Pak Dahlan, ya Zal,” katanya kepada saya ketika bertemu.
Saya dan Haji Rusli ketika masih menjadi anggota DPRD Kaltim pernah diajak Pak Dahlan Iskan ke China untuk melihat pabrik pembangunan power plant batu bara di Negeri Tirai Bambu itu. Hasil kunjungan itu, Pak Dahlan bekerjasama dengan Pemprov Kaltim membangun pembangkit listrik batu bara dengan kapasitas 110 megawatt, PT Cahaya Fajar Kaltim di Embalut, Tenggarong Seberang untuk mengatasi krisis listrik di daerah ini saat itu.
Berkat membangun listrik di Embalut itu, Pak Dahlan dipercaya Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menjadi direktur utama PLN, yang kemudian juga menjadi m menteri BUMN.
Sementara itu, saking ngototnya dalam memajukan dunia pendidikan, Haji Rusli berseteru panjang dengan Pemerintah Provinsi Kaltim pada masa Gubernur Awang Faroek Ishak terutama dalam hal memajukan SMA Plus atau SMA 10 sebagai sekolah unggulan. “Secara pribadi saya tetap baik dengan Pak Awang, meski bersengketa urusan SMA Plus,” katanya kepada wartawan.
Dia juga mengkritik berbagai kebijakan Gubernur Awang yang dianggapnya lebih banyak mudarat daripada manfaatnya. Misalnya, soal menutup paksa Rumah Sakit Islam, memaksakan pembangunan masjid di Lapangan Kinibalu dan pembangunan hotel di samping Islamic Center. “Kita sudah tua, buat apa membuat kebijakan yang kontroversial,” katanya mengingatkan Awang.
Tapi tidak semuanya dia berseberangan dengan Gubernur Awang. Dalam program pembangunan kawasan ekonomi khusus Maloy di Kutim, Haji Rusli memberi dukungan besar. “Saya akan bangun hotel bintang 5 di sana,” katanya bersemangat. Maloy gagasan yang habis-habisan ingin dibangun Gubernur Awang, meski sampai akhir masa jabatan belum bisa terwujud sempurna.
Sebagai tokoh pengusaha dan tokoh politik yang sukses, Haji Rusli sangat memperhatikan dunia pendidikan. Dia tahu betul dengan pendidikan, bangsa ini bisa maju. Dengan pendidikan, sumber daya alam Kaltim yang melimpah bisa dimanfaatkan lebih maksimal. Ini juga dilatarbelakangi dengan pendidikan Haji Rusli. Maklum Haji Rusli lulusan sarjana pendidikan IKIP Malang, sama dengan Gubernur Awang.
Dia juga pernah menjadi guru SMEA dan asisten dosen Unmul tahun 1965. Tidak banyak yang tahu, kalau Haji Rusli pernah menjadi pegawai di Kantor Gubernur Kaltim dan sempat menjadi asisten wedana (camat) di kampung halamannya, Sangkulirang tahun 1967-1971. Kampungnya Gubernur Isran Noor juga.
Selaku ketua Yayasan Melati, Haji Rusli mendirikan SMA 10 atau SMA Plus yang terkenal dan bagus itu. Sekolah unggulan ini adalah hasil kerjasama dengan Pemprov Kaltim pada zaman Gubernur HM Ardans, SH di tahun 1994. Tanahnya di Jl HM Rifaddin, Samarinda Seberang itu milik Pemprov Kaltim, tapi bangunan sekolah dan fasilitas lainnya milik Yayasan Melati. Sekolah ini diresmikan oleh Menteri Pendidikan Prof Dr Ing Wardiman Djojonegoro pada tanggal 11 Desember 1997. Ikut terlibat dalam pendirian sekolah ini, ICMI Kaltim, Unmul, dan sejumlah tokoh.
Siswa SMA 10 adalah pilihan dari anak-anak berprestasi di 14 kabupaten/kota se-Kaltim waktu itu. Semua anak diasramakan dan diberi beasiswa oleh Pemprov Kaltim. Guru-gurunya pilihan dari yang terbaik. Kepala sekolah pertamanya teman saya, Drs Harimurti WS. Satu Angkatan juga dengan teman saya Drs Syafruddin Pernyata, MHum; yang pernah menjadi kepala Dinas Pendidikan Kaltim (2004-2010).
Proses Pendidikan di SMA 10 sukses menjadi sekolah unggulan. Masyarakat puas karena anak-anaknya berkembang dengan prestasi terbaik di sana. Anak-anak berprestasi lulusan sekolah menengah atas se-Kaltim selalu didominasi anak-anak SMA 10. Sayangnya 13 tahun kemudian, tepatnya tahun 2010 kerjasama itu putus berbuntut saling gugat dan saling usir, sehingga siswa bersama orangtuanya berkali-kali melakukan aksi unjukrasa. “Saya menyesal terseret dalam konflik itu,” kata Haji Rusli.
Bersengketa dalam urusan pengembangan SMA 10, tidak membuat Haji Rusli patah arang dalam urusan membangun dunia pendidikan yang berkualitas. Melalui Yayasan Bunga Bangsa, dia mendirikan sekolah Islam terpadu bertaraf internasional tidak kalah dengan SMA 10. Kompleks sekolahnya sangat bagus dan luas di kawasan Mugirejo, Sungai Pinang Samarinda. Ada fasilitas TK, SD, SMP dan SMA semua berlabel Bunga Bangsa.
“Haji Rusli ini enterpreneur sejati bukan makelar. Rus, aku ini benci sebenci-bencinya dengan ikam, tapi juga serindu-rindunya dengan kiprahmu yang tulus,” kata pengusaha Jos Soetomo pada peluncuran buku “Hijrah, Pergulatan Hidup Bukan Kebetulan Haji Rusli,” 14 Januari 2017 silam. Rusli dan Jos sama-sama berangkat dari dunia usaha kayu. Sama-sama sukses dan sama-sama membangun hotel dan sekolah.
Tidak saja membangun biznis dan sekolah, Haji Rusli juga membangun Nurul Salam Memorial Park, kompleks pemakaman yang sejuk dan tertata rapi di Kawasan Sungai Siring, Samarinda Utara. Mengingatkan orang pemakaman San Diego Hills di Karawang, Jawa Barat. Ketika dia meninggal dunia dalam usia 82 tahun, Minggu, 8 Agustus 2021 lalu, jenazah ayah 5 anak dan kakek beberapa cucu ini dari rumah duka di Kompleks Bunga Bangsa Mugirejo diantar ke taman pemakaman tersebut dengan iringan doa tulus husnul khatimah. Selamat Hari Pendidikan. (**)