spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pabrik Pengolah Batu Bara Jadi Metanol Segera Dibangun di Kutim

SANGATTA – Pemerintah memulai pembangunan industri gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) di Kutai Timur. Industri hilirisasi pengolahan emas hitam menjadi metanol ini ditarget rampung pada 2024. Kalangan akademikus meminta agar para pemangku kebijakan mengutamakan tenaga lokal dalam proyek ini.

Kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Selasa, 19 April 2022, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Puguh Harjanto, melaporkan progres pembangunan industri gasifikasi batu bara tersebut. Saat ini, pengerjaannya masuk tahap pembukaan lahan di Batuta Chemical Industrial Park (BCIP), Bengalon, Kutai Timur.

“Sedang proses land clearing tahap kedua. Sudah persiapan konstruksi,” kata Puguh ditemui di Pendopo Odah Etam, Samarinda.

Sebagai informasi, proyek gasifikasi tersebut dikerjakan PT Bakrie Capital Indonesia (BCI) dan PT Ithaca Resources dan Air Products asal Amerika Serikat. Nilai proyeknya sekitar USD 2 miliar atau Rp 30 triliun (kurs Rp 14.900/USD). Jika proyek ini sudah kelar, PT Bumi Resources TBK (BUMI) melalui anak usahanya, PT Kaltim Prima Coal, akan menjadi penyuplai kebutuhan batu baranya. Jumlah batu bara yang diproyeksikan sebanyak 6 juta ton per tahun.

BACA JUGA :  Positif Corona, Plt Bupati Kutim Daftar Pilkada lewat Zoom

“Ini masuk strategi hilirisasi dan peningkatan nilai tambah. Insyallah, kami kawal,” imbuh Puguh.

Masih di Pendopo Odah Etam, Bupati Kutai Timur, Ardiansyah, membenarkan sedang berlangsung pembangunan pabrik pengolah methanol di wilayahnya. Proyek tersebut milik BCIP. Berdasarkan informasi yang diterima Ardiansyah, pembangunan tersebut ditarget kelar pada 2024. Ardiansyah memastikan, dokumen pembangunan proyek tersebut, seperti analisis dampak lingkungan (Amdal), sudah lengkap dan memenuhi standar.

“Enggak mungkin land clearing dimulai tanpa amdal, mana berani mereka,” kata Bupati.

Diwawancarai pada kesempatan berbeda, akademkus dari Sekolah Tinggi Teknik Minyak dan Gas Alam (STT Migas) Balikpapan, Abdi Suprayitno, menjelaskan tentang gasifikasi batu bara. Sederhananya, gasifikasi batu bara adalah ekstrasi batu bara menjadi gas seperti metanol. Metanol bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar, pewangi pakaian, hingga campuran pembuatan plastik.

“Itu sama juga hilirisasi. Hilirisasi enggak cuma gasifikasi, ada kokas, briket, hingga wacana karbon aktif,” jelas dosen Program Studi Perminyakan itu.

Ia menyambut baik soal pembangunan gasifikasi batu bara di Kutim. Menurutnya, membuat produk turunan batu bara sangat bagus karena memiliki nilai tambah. Hal ini juga dapat mengurangi impor batu bara. “Tenaga kerja pasti bertambah karena ada industri baru. Jadi, ini bagus untuk perekonomian,” terang Abdi.

BACA JUGA :  Bawaslu Kutim Tegaskan untuk 50 Panwascam se-Kutim Berikan Dedikasi Terbaik

Ia pun mengingatkan, para pembangun proyek untuk mematuhi peraturan pemerintah, terutama menegakkan pedoman lingkungan. Dengan begitu, manfaat dari industri bisa dirasakan dengan baik dan tidak menjadi masalah. “Kalau feasibility study sudah oke, memenuhi dokumen amdal, Insyallah, bagus,” terangnya.

Selain itu, tambahnya, yang juga perlu diperhatikan adalah pascatambang. Mengingat, industri hilirisasi biasanya membutuhkan pasokan batu bara yang sangat besar. Dengan demikian, daya kerusakan akibat tambang juga bisa menjadi lebih besar. “Dari hulu sampai hilir  harus dipertimbangkan. Orang lingkungan pasti memantau itu,” imbuhnya.

Akademikus dari Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, Hairul Anwar, turut menyambut baik pembangunan gasifikasi batu bara di Kutim. Hilirisasi diyakini akan memberikan nilai tambah bagi perekonomian daerah.

Hairul memiliki beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan para pembangun gasifikasi batu bara. Pertama soal pasar hasil olahannya di dalam negeri. Ia khawatir, jika hal tersebut tidak dipertimbangkan, pengusaha lebih memilih mengekspor hasil olahan karena harga yang lebih besar.

Catatan yang lain adalah mengenai tenaga kerja. Hairul meminta agar industri lebih mengutamakan sumber daya manusia lokal ketimbang luar daerah. Saat ini, kata dia, kualitas tenaga lokal tidak kalah bagus dengan luar daerah. Agar ada jaminan, Hairul meminta pemerintah membuat payung hukum untuk melindungi nasib pekerja lokal.

BACA JUGA :  Sofyan Hasdam Khutbah di Depan Ribuan Warga Muhammadiyah dalam Salat Id di Sangatta

“Aturannya harus dibuat. Jangan sampai nanti buka lowongan di jawa, masyarakat lokal cuman jadi penonton,” pesannya. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img