SAMARINDA – Sapto Setyo Promono menegaskan masyarakat tidak mampu wajib mendapat bantuan hukum gratis dari Lembaga Bantun Hukum (LBH). Hal ini disampaikannya saat sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) nomor 5 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum, Jumat (1/4/2022).
Politisi Golkar ini menjelaskan, setiap hari masyarakat bersentuhan dengan hukum. Sehingga masyarakat perlu mengetahui hak dan kewajiban dimata hukum. Setiap warga negara harus dilindungi oleh hukum, dan bagi masyarakat tidak mampu bantuan hukum wajib diberikan secara gratis.
“Masyarakat harus melek hukum, jangan dibodohi oleh oknum pihak yang paham hukum. Semua sama di mata hukum, masyarakat miskin wajib menerima bantuan hukum, kita semua di sini harus mensosialisasikannya,” terang Sapto.
Lebih lanjut ia menjelaskan, Perda inisiatif DPRD Kaltim tersebut, telah terbut aturan turunannya yakni Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 56 tahun 2021. Hanya saja hingga saat inu belum ada pentunjuk teknis (juknis) yang menjadi acuan untuk pelaksanaan bantuan hukum.
“Belum ada juknisnya yang mengatur biaya, dan teknis pelaksanaannya. Untuk itu saya akan berkoordinasi dengan Biro Hukum untuk segera menerbitkannya,” ungkap Sapto.
Suwardi Sagama, dosen Universitas Islam Negeri Samarinda, yang menjadi narasumber menambahkan, Perda No 5 tahun 2019 merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 8 tahun 2011. Dengan adanya Perda dapat menambah jumlah masyarakat yang dapat difasilitasi untuk menerima bantuan hukum.
“Tidak ada lagi alasan masyarakat tidak mau disangkakan oleh hukum. Biaya hukum tidak murah, sehingga masyarakat miskin pastinya akan terbantu ketika berhadapan kasus hukum pidana, perdata dan PTUN,” terangnya.
Narasumber lain, Hefni Effendi dari Lembaga Bantuan Hukum GP Anshor Samarinda menjelaskan, masyarakat harus mengetahui siapa pemberi dan penerima bantuan hukum yang dimaksud dalam Perda ini. Masyarakat juga dapat melaporkan bila ada LBH yang menyalahgunakan wewenangnya saat memfasilitasi bantuan hukum.
“Pemberi bantuan hukum itu melalui LBH yang terdaftar di Kemenkunham. Ada 19 di Kaltim dimana 10 ada di Samarinda. Penerima bantuan hukum sendiri adalah masyarakat miskin, nah disini RT harus berperan karena dia yang tahu kondisi warganya,” jelasnya.
Ia juga mendorong Pemprov Kaltim segera membuat aturan teknis pelaksanaan fasilitasi bantuan hukum. Pasalnya bila merujuk pada UU No 8 tahun 2011 biayanya sebesar Rp 5 juta per kasusnya.
“Juknis nanti harus menyesuaikan dengan kondisi di Kaltim. Karena ada persoalan jarak, dan lainnya. Nah apakah Rp 5 juta itu sudah termasuk biaya perkara. Itulah pentingnya juknis tersebut untuk mengatur secara detail teknisnya,” pungkasnya.(eky)