SAMARINDA – M Asan Ali sangat terkejut ketika mengetahui tabungannya di Bank Negara Indonesia (BNI) sebesar Rp 3,5 miliar hanya tersisa Rp 490 ribu. Belakangan dana milik pedagang itu diketahui ditilep oknum customer service (CS) BNI berinisial DE. Meski begitu, BNI hanya menanggung sekitar Rp 2,3 miliar sesuai dengan yang tercatat pada sistem bank.
Dana tabungan yang disetorkan ke bank itu merupakan hasil jerih payah Asan berdagang. Dia mempercayakan hasil usahanya kepada BNI sejak menjadi nasabah pada 2004. Kemudian, Asan mempunyai rekening keduanya pada 2015. Aktivitas penyetoran dana selalu dibantu DE.
Namun, dia hanya memiliki kartu ATM serta buku tabungan untuk rekening tabungan tahun 2004. Untuk rekening keduanya, Asan tak ada buku tabungan. Buku tabungan rekening kedua itu dipegang oleh DE.
Pada 28 Oktober 2020, Asan terkejut saat memeriksa saldo tabungannya. Dia hanya mendapati saldo di ATM BNI tersisa Rp 490 ribu. Di rekening kedua miliknya, malah tak ada nilai rupiah.
Dia menyampaikan pengaduan kepada BNI Samarinda untuk meminta DE mengembalikan uang miliknya, sembari membawa rekening koran tabungannya senilai Rp 3,5 miliar.
Sayangnya, BNI hanya mengganti dana milik Asan dengan deposito 6 bulan sebesar Rp 2,35 miliar.
Sementara DE hanya bisa mengganti uang Asan sekitar Rp 303 juta. Bila ditotalkan, uang yang diterima Asan hanya sekitar Rp 2,6 miliar. “Ada kekurangan pengembalian BNI Rp 841,8 juta,” ucap Direktur LBH Samarinda Berani sekaligus Kuasa Hukum Asan Ali, Hilarius Onesimus, saat dikonfirmasi awak media, Kamis (31/3/2022) sore.
Karena dana yang dikembalikan kurang, Asan kemudian melaporkan hal itu ke kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kaltim. Anehnya, dari rekening koran tersebut tertera ada penarikan dana senilai Rp 1 miliar. “Jalan terakhir kami nanti adalah kami akan ajukan gugatan perdata,” ungkapnya.
Terpisah, Kuasa Hukum BNI cabang Samarinda, Agus Amri, membenarkan Asan merupakan nasabah bank BNI dan memang melaporkan pihaknya sebab ada aktivitas rekening yang menyimpang.
Menanggapi laporan Asan itu, pihak BNI kemudian melakukan investigasi dan audit internal dari auditor independen. “Dari basis data dan sistem kami, kami menemukan oknum karyawan, yang sekarang sedang dalam proses hukum di pengadilan,” kata Amri, saat konferensi pers di Hotel Ibis Samarinda, Kamis (31/3/2022) sore.
Amri juga mengaku jika DE sebagai frontliner di BNI sejak tahun 2014. DE kemudian diberhentikan dari pekerjaannya setelah pihak bank melaporkan peristiwa yang dialami Asan ke Polda Kaltim pada 2021. Kini, DE tengah menjalani masa sidang di Pengadilan Negeri Samarinda terkait kasus tersebut.
Meski Asan mengklaim terdapat kekurangan pengembalian dana sebesar Rp 841,8 juta, namun pihak BNI menegaskan hanya dapat mengkaver penggantian uang nasabah sebesar Rp 2,3 miliar di sistem BNI dan sudah dilaporkan ke OJK. Amri menyebutkan, nominal tersebut sesuai dengan kesepakatan bersama kedua belah pihak di depan notaris.
“Dalam hal ini dari investigasi dan audit, kami tunduk pada standar prosedur dan sistem perbankan. Kita juga tidak tahu konteks hubungan oknum pegawai (DEK) dengan nasabah. Apakah hubungan pribadi atau seperti apa,” imbuhnya.
Amri juga menguraikan meskipun Asan memiliki dana miliaran di BNI, namun ia bukan nasabah prioritas. Setelah sekian lama, aktivitas penyetoran dana selalu dilakukan oleh oknum karyawan bank tersebut.
Meski belum diketahui pasti apakah dana dari nasabah selalu disetorkan dan masuk sistem BNI atau tidak. Menurut Amri itu akan diketahui dari fakta persidangan. “Sedangkan ATM dan SMS Banking di bawah kendali oknum DE. Garis besarnya, oknum ini ambilalih kendali rekening orang dengan pemindahbukuan dan SMS Banking,” bebernya.
“Semua yang dilakukan oknum itu kelihatan natural sekali. Nasabah punya ATM, itu bank tidak akan tahu dana ditarik oleh nasabah atau orang lain. Karena ada disclaimer, bank tidak bertanggungjawab penyalahgunaan ATM, PIN adalah kerahasiaan nasabah. Sistem berjalan alamiah sampai yang bersangkutan (Asan Ali) datang komplain,” sambungnya.
Amri menegaskan pihak bank hanya dapat melakukan pergantian dana nasabah sesuai dengan yang tercatat pada sistem BNI. “Nasabah merasa ada uang di bank, tapi kita tidak pernah terima. Kita tunduk pada sistem perbankan, sistem kami. Kita selalu berbasis sistem dan tanggung jawab pada OJK,” tegas Amri.
Amri mengatakan, nominal Rp 2,3 miliar telah diverifikasi di kepolisian, penuntutan oleh kejaksaan dan terbaru sedang proses yang sama di pengadilan. “Semua prosedur kami patuh karena pengawasan ketat dari OJK. Kami hanya mengkaver yang tercatat di sistem kami,” pungkasnya. (vic)