spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Biaya Hidup Naik Teknologi Lumpuh, Khawatirnya 2 Mahasiswa Kaltim di Rusia

SUDAH sepertiga malam di kota Rostov-on-Don, Rusia Selatan, ketika Fachreza Rafsanjani Muttaqin, 23 tahun, terbangun dari tidur karena mendengar suara letusan. Sekelabat pemuda asal Samarinda, Indonesia, itu meraih ponsel pintarnya di samping kasur. Ia mengirimkan sebuah pesan ke sebuah grup WhatsApp bernama Mahasiswa Kaltim di Rostov.

“Apakah ada yang mendengar suara yang sama?” demikian isi pesan tersebut seperti disampaikan Fachreza kepada kaltimkece.id (jaringan mediakaltim.com) via Zoom, Selasa, 8 Maret 2022. Ia membuat pesan itu pada tengah malam, 19 Februari 2022, di indekosnya di Rostov. Beberapa peserta grup mengaku juga mendengar.

Sempat terbesit di benak Fachreza bahwa suara mirip tembakan senapan itu berasal dari proyek pembangunan gedung di dekat indekos. Akan tetapi, setelah ia mengecek saat matahari terbit, pikiran tersebut buyar. “Pas saya cek, tidak ada proyek apa-apa di lingkungan sini,” jelas alumni SMA 10 Samarinda tersebut.

Meski demikian, ia tetap khawatir. Pasalnya, sehari sebelum suara itu muncul, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengumumkan bahwa Rusia akan menyerang Ukraina. Presiden Rusia, Vladimir Putin, disebut sudah mengambil keputusan bakal menginvasi negara berbendera kuning biru tersebut.

BACA JUGA :  Debit Air Benanga Meningkat Drastis, Warga Diminta Waspada

Pada hari pengumuman itu, kata Fachreza, harga bahan-bahan pokok di Rostov melejit. Satu piring telur harganya dilaporkan mencapai sekitar 100 Rubel atau Rp 18 ribu. Padahal, seminggu sebelumnya, harga sepiring telur masih berkisar 60-70 Rubel. Nilai tukar rupiah terhadap rubel pun turun drastis. Dari Rp 185 untuk satu rubel menjadi Rp 102 per rubel. Kenaikan harga ini sangat memukul perekonomian Fachreza.

“Namanya anak kos, harga naik satu digit saja, itu terasa sekali,” ucapnya.

Dia mengaku, masih memilki uang simpanan untuk menyambung hidup di negeri orang. Jumlahnya sekitar Rp 84 juta. Uang tersebut berasal dari beasiswa perkeretaapian yang diperolehnya setiap tahun. Namun ia belum mengetahui sampai kapan uang itu akan bertahan.

Beberapa hari setelah kejadian tersebut, Duta Besar Indonesia untuk Rusia, Jose Antonio Morato Tavares, mengunjungi beberapa kampus yang menampung mahasiswa Indonesia di Rostov. Satu di antaranya Rostov State Transport University, tempat Fachreza berkuliah. Jose Antonio menyerukan agar mahasiswa Indonesia tidak panik. Situasi negara dipastikan masih aman dan kondusif.

BACA JUGA :  Lawan Covid-19, Sepakat Tak Hanya Berharap Pemerintah Pusat  

Lima hari setelah kedatangan Dubes, Rusia menginvasi Ukraina. “Suara-suara tembakan sering terdengar, sehari bisa lima sampai enam kali,” ungkap Fachreza. “Padahal, kota ini jauh dari wilayah invasi.”

Saat pertempuran terjadi, sambung mahasiswa program studi Railway Management itu, pintu keluar masuk Rostov ditutup. Penutupan ini tidak terlalu mengganggu aktivitasnya. Kuliahnya sudah memasuki tahap akhir. Tak ada lagi mata kuliah. Ia tinggal menyelesaikan skripsinya.

Imbas invasi Rusia ke Ukraina turut dirasakan Riris Rukmana Sitanggang, mahasiswi asal Samarinda yang kuliah di kota Saint Petersburg, Rusia. Dampak yang paling dirasakan perempuan 24 tahun itu adalah sulit mengakses WhatsApp dan Facebook. Bahkan, Netflix dan Tiktok menghentikan layanannya di Rusia. Ini terjadi karena sejumlah negara Barat memberikan sanksi teknologi kepada Rusia atas invasi yang terjadi. Adapun Twitter, sejak dulu sudah diblokir pemerintah Rusia. Riris tak kehabisan akal. Ia masih bisa menikmati sosial media melalui private network (VPN).

Selain sosial media, masalah lainnya adalah layanan visa dan mastercard yang dilaporkan berhenti di Rusia. Kedua layanan tersebut adalah jejaring pembayaran terbesar di dunia. Kedutaan Besar Republik Indonesia lantas memberikan solusi sementara. Mahasiswa disarankan mengambil uang secukupnya dan melakukan penghematan. Di tengah keterbatasan ini, Riris yakin, masih ada solusi yang lain.

BACA JUGA :   Diduga Sudah 3 Hari, Mayat Laki-laki Ditemukan di Samarinda

“Mungkin bisa menggunakan aplikasi lain atau semacamnya,” kata alumnus SMA 1 Samarinda ini via Zoom.

Riris turut melaporkan situasi sosial di St Petersburg. Mayoritas masyarakat masih beraktivitas dan bekerja seperti biasa. Hanya saja, beberapa temannya mengaku khawatir jika perang terus berlanjut. Regulasi di Rusia memungkinkan bagi pemuda berusia 18-27 tahun melaksanakan wajib militer. Di sisi yang lain, kebanyakan warga disebut masih trauma dengan perang karena sejarah yang panjang.

Fachreza dan Riris kuliah di Rusia sejak 2015 lewat program beasiswa. Sama seperti Fachreza, Riris juga sedang menyelesaikan tugas akhir. Begitu tugas kuliahnya selesai, mereka berjanji lekas pulang ke Tanah Air.

Fachreza dan Riris berpendapat, persoalan Ukraina dan Rusia tidak boleh dicampuri. KBRI juga mengeluarkan instruksi agar mahasiswa di Rusia bersikap netral dan fokus menyelesaikan studi. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
Html code here! Replace this with any non empty raw html code and that's it.