spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Hindari Pelecehan dan Kekerasan Anak dan Perempuan, Pilihlah Pesantren yang Tepat

Bila kita membaca berita yang ditulis dalam Media Kaltim, 9 Februari lalu yakni Oknum Pendidik Diduga Cabuli Santriwati di Tenggarong, tentu membuat kita para orangtua menjadi sangat miris. Lebih lagi jika kita melihat kasus secara nasional, lebih memprihatinkan lagi.

Seperti pula diberitakan Media Kaltim pada hari yang sama disampaikan Kepala UPT Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kutai Kartanegara (Kukar) Farida, Rabu (9/2) bahwa Santriwati yang menjadi korban pencabulan oknum pendidik diduga telah dinikahi secara siri oleh terduga pelaku.

Selain itu, saat dilakukan visum di rumah sakit terungkap pula bahwa korban saat ini tengah hamil. Farida menjelaskan, timnya sudah melakukan identifikasi pada permasalahan yang dihadapi korban. Bahkan sudah dilakukan pendampingan psikologis kepada korban sebanyak tiga kali.

Pihaknya kata Farida, menemukan fakta korban dan terduga pelaku sudah melakukan pernikahan secara siri, sejak setahun belakangan di Kecamatan Loa Janan, Kukar. Pernikahan ini tanpa sepengetahuan orangtua korban. Bahkan korban sendiri pun katanya, tak tahu akan dinikahi pelaku.

Saat itu terduga pelaku mengajak korban ke Loa Janan. “(Pernikahan, Red.) kurang lebih setahun yang lalu dan tanpa paksaan. Tapi korban juga tidak tahu kalau dia dibawa untuk nikah sirih. Ternyata sampai di sana (Loa Janan, Red.) dinikahkan secara siri. Jadi diduga ini strategi dari pelaku,” ungkap Farida dihadapan awak media.

Korban sudah tidak ingin melanjutkan pendidikan sejak Desember 2021. Alasan korban karena masih dibayangi rasa takut akan menerima kekerasan dari terduga pelaku sehingga memilih kabur ke rumah temannya.
Orangtua korban lalu mengetahui permasalahan yang menimpa anaknya. Selanjutnya memilih membawa kasus ini ke ranah hukum. Saat mendapat surat perintah dari kepolisian untuk melakukan visum, baru diketahui korban tengah hamil.

Langkah hukum kata Farida, tetap berlanjut. Farida mengatakan, sudah meminta pihak sekolah untuk memberikan kesaksian. Termasuk kekerasan yang dialami korban. “Kasus ini masuk kategori kekerasan, apalagi nikah siri. Kedua, korban (masih) dibawah umur dan menikah tanpa saksi. Pelaku bukan teman pergaulan, tapi pendidiknya, secara psikologis ada tekanan,” ujarnya.

Saat inipun, Unit Reskrim dan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kutai Kartanegara (Kukar) memeriksa 5 saksi kasus dugaan pencabulan oknum pendidik terhadap santriwati di salah satu lembaga pendidikan keagamaan di Kecamatan Tenggarong. Pemeriksaan saksi ini akan menentukan status terduga pelaku atau terlapor.

Kepala Urusan Pembinaan Operasi (KBO) Satreskrim Polres Kukar, Iptu M Anton Masruri mengatakan gelar perkara kasus dugaan pencabulan pada anak dibawah umur itu akan dilaksanakan Polres Kukar, Senin (14/2/2022) pekan depan.

Anton mengimbau, orangtua ataupun santri dan santriwati yang mendapatkan perlakuan serupa agar segera melaporkan kepada pihak yang berwajib. Ia memastikan perbuatan ini murni dilakukan oleh oknum pendidik.

MEMILIH SEKOLAH/PESANTREN YANG AMAN UNTUK ANAK
Saat ini sejumlah dugaan kasus pelecehan seksual terhadap santri oleh pengasuh / pendidik hingga pemilik pondok pesantren terjadi di berbagai wilayah.

Sekolah atau pesantren yang seharusnya menjadi tempat aman bagi para santri justru dimanfaatkan pengasuh melakukan kekerasan seksual.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat sebanyak 37 kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan Pondok Pesantren. Tak hanya itu, sebagian besar dari kasus itu merupakan kekerasan seksual.

Deputi Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), Nahar, mengatakan bahwa data tersebur merupakan data yang dikumpulkan pada 2018-2019.

Menengok kasus ini, tentu bagi orang tua yang memiliki latar belakang pesantren tentu akan sangat mudah mencari referensi pesantren mana yang, akan mereka pilih untuk anak-anaknya.

Namun, bagi sebagian orang tua memilih pesantren yang cocok adalah suatu hal yang sangat susah. Terlebih mereka yang tidak pernah memiliki pengalaman nyantri dan tidak ada keluarganya yang memiliki latar belakang pesantren, ditambah maraknya kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan pesantren.

Berikut ini saya memberikan 6 M kiat untuk memilih pesantren yang aman untuk anak berdasarkan pengalaman dan beberapa sumber yakni :

1. Mendiskusikan dengan anak
Sebaiknya sebelum memilih pondok pesantren sangat perlu mendiskusikan rencana tersebut terhadap anak-anak. Sebab, anaklah yang akan menjalani, dan tentunya anak juga harus menpunyai kecenderungan minat tertentu untuk pendidikannya selama di pesantren.
Saat ini sudah beragam tawaran pendidikan yang disediakan pondok pesantren. Ini bisa digunakan untuk memetakan minat anak. Pilihlah pesantren yang seimbang IMTAQ-nya, tak hanya fokus pada pembelajaran Al-Qur’an, tapi pada hal-hal mendasar seperti tauhid dan akhlak juga diajarkan sekaligus juga menekankan pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bahasa. Karena dizaman seperti sekarang anak dituntun untuk mengetahui banyak hal sekaligus ilmu agamanya akan menjadi filter kehidupannya.

2. Mendiskusikan dengan anak kepada tokoh agama setempat
Setelah anak setuju masuk ke pesantren dan menyampaikan minatnya, hal ini bisa langsung dikonsultasikan ke tokoh agama setempat yang orang tua kenal.
Selain ke tokoh agama setempat, hal ini juga bisa ditanyakan kepada orang yang pernah memiliki pengalaman berada di pesantren. Setidaknya mereka akan memiliki referensi banyak terkait dengan pesantren-pesantren yang lain.

3. Mencari informasi melalui website atau keterangan masyarakat setempat
Nah, bandingkan keterangan tokoh agama atau alumni pesantren tersebut, dengan informasi pesantren yang bisa diakses lewat website pesantren atau informasi dari masyarakat.
Sebab, di beberapa kasus kekerasan dan pelecehan seksual di pesantren, banyak warga yang tidak mengetahui keberadaan pesantren pada kasus itu dan ada beberapa pesantren yang bagus tapi tidak memiliki website.

4. Mengenali pengasuh pesantren
Orang tua harus dapat mengenali tokoh atau pengasuh pondok pesantren yang ingin dituju, ini sangatlah penting. Sebab, pesantren sekarang banyak tidak memiliki pengasuh. Dengan mengenali kyai atau ustadz pesantren yang dituju, kita bisa tahu pesantren yang dituju memiliki lingkungan dan ajaran seperti apa .

5. Mempelajari dan memahami haluan/aliran ajaran pesantren
Orang tua harus mencari tahu tentang haluan/aliran dari ajaran yang ada di pesantren. Pilihlah pesantren yang tidak mengajarkan ajaran yang terlalu fanatis./keliru. Kesalahan dalam memilih pesantren ini akan berakibat sangat fatal, bahkan bisa jadi akan membuat orang tua sengsara hanya karena berbeda pendapat masalah akidah dan lain sebagainya.

6. Melihat dan mempertimbangkan alumninya
Pertimbangan alumni penting karena biasanya alumni pesantren tetap terikat sangat kuat dengan pesantren. Selain itu, alumni pesantren juga tetap akan berkontribusi terhadap pesantrennya dan peduli dengan santri sesama almamaternya. Oleh karena itu, mempertimbangkan jaringan alumni yang luas dari berbagai sektor juga sangat penting, karena bisa membantu dalam memberikan akses untuk masuk pendidikan tinggi ataupun akses kerja.
Nah, meski maraknya pemberitaan kekerasan dan pelecehan seksual di pesantren, orang tua juga tidak perlu ragu memasukkan anak untuk belajar di pesantren. Apalagi, keinginan belajar di pesantren merupakan keinginan anak sendiri. Juga tuntutan zaman, agar pendidkan agama menjadi pondasi penting dalam kehidupannya ke depan. (**)

Oleh : Muthi’ Masfu’ah, A.Md, CN NLP (Direktur Pelaksana Harian Yayasan RK Salsabila, Ketua Komunitas Guru Kreatif Suka Menulis, Kampung Dongeng Bontang dan Ketua Abi Literasi Kaltim)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti