Corona virus atau COVID-19 telah melanda seluruh dunia dengan jumlah kasus virus corona di seluruh dunia terus meningkat dari waktu ke waktu. Mewartakan data Kompasiana (27/07/20), terdapat 16.394.281 kasus manusia yang terinfeksi COVID-19 di seluruh negara.
Terdapat sebesar 98.778 kasus positif COVID-19 di Indonesia yang menyebar ke 34 provinsi dan 471 kabupaten atau kota. Pemerintah Indonesia telah mengumumkan berbagai kebijakan untuk memutus mata rantai COVID-19, misalnya dengan melaksanakan beberapa aturan atau protokol kesehatan (social distancing) kepada masyarakat dan seluruh wilayah pemerintahan.
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah tersebut yang digunakan untuk pemutusan rantai distribusi COVID-19 tidak hanya berdampak besar pada hal yang positif, tetapi juga berdampak besar pada hal negatif. Salah satu dampak besar negatifnya adalah pada bidang perekonomian, memperlambat pertumbuhan ekonomi, bahkan menjadi negatif.
Sulit untuk menghindari gelombang pengangguran karena banyak perusahaan besar dan industri yang memberhentikan karyawannya untuk mengurangi beban operasional perusahaan.
Pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan ekonomi yang diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi negara, termasuk pemerintah yang membayar pajak penghasilan para pekerja perusahaannya terdampak COVID-19.
Pemerintah menawarkan berbagai insentif kepada usaha kecil dan menengah (UMKM) dalam bentuk pembayaran pinjaman hingga satu tahun dan program pra-kerja untuk karyawan yang diberhentikan. Program pra-kerja yang ditawarkan didukung oleh pemerintah.
Program ini memberikan pelatihan kewirausahaan kepada penerima manfaat prakerja yang bertujuan agar mereka dapat secara mandiri mendirikan usaha yang dapat menopang kehidupan mereka selama masa pandemi ini.
Wirausaha yang juga dikenal dengan sebutan “enterpreneur” mulai diminati banyak orang, terutama anak muda atau kaum milenial. Pengusaha muda adalah mereka yang memulai usahanya pada usia yang relatif muda. Kebanyakan dari mereka adalah dari kelompok pemuda/milenial.
Menurut hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh BPS tahun 2020, jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 270,20 juta jiwa dengan jumlah terbesar yakni Generasi Z sebesar 27,94% disusul Generasi Y sebesar 25,87%.
Besarnya jumlah Generasi Z dan Generasi Y membuktikan bahwa pasar anak muda Indonesia sangat besar. Jadi, tidak heran jika melihat beberapa tahun terakhir sebelum dan sesudah pandemi jumlah kafe, kedai kopi, dan semacamnya terus bertambah dan semakin berlomba-lomba untuk membuat variasi yang unik untuk menarik minat para calon customer. Selain itu, para generasi muda juga dapat membuka bisnis online misalnya berjualan baju, kerudung, kosmetik, maupun album idola.
Pada era new normal seperti ini, tampak lebih dominan generasi milenial yang berani berwirausaha atau memulai usaha. Banyaknya generasi milenial yang mulai memulai usaha ini dikarenakan generasi milenial merasa dapat dengan mudahnya berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya.
Berwirausaha menjadi pilihan utama karena termasuk pekerjaan yang tidak terikat pada perusahaan dan dapat membuka lapangan kerja baru. Generasi milenial juga memandang pilihannya untuk berwirausaha untuk dapat membuktikan kualitas dan identitas dirinya.
Banyak faktor yang menyebabkan generasi milenial merasa lebih mudah untuk memulai bisnisnya. Salah satunya yaitu generasi milenial paham akan teknologi. Seperti yang dapat kita lihat, kemampuan generasi milenial dalam menggunakan teknologi, perkembangan teknologi, adanya revolusi industri 4.0 dan memaksimalkan penggunaan teknologi di masa pandemi COVID-19.
Memulai usaha dari nol sehingga banyak kelompok dapat bekerja dengan efektif adalah contoh faktor keunggulan produk yang dijadikan usaha. Teknologi yang ada sekarang dapat dijadikan sebagai peluang oleh generasi milenial. Sebagai contoh generasi milenial menggunakan sosial media untuk mempromosikan produknya kepada semua lapisan masyarakat yang memiliki sosial media.
Teknologi ini membantu mengurangi biaya untuk memasang iklan pada koran, pembuatan brosur maupun iklan pada media elektronik yang biasa digunakan oleh wirausahawan pada 10-15 tahun lalu sebagai media promosi yang biayanya ditanggung oleh wirausahawan.
Wirausahawan milenial memiliki pemahaman yang baik tentang pasar para generasi Y maupun generasi Z. Wirausahawan milenial tahu bagaimana memperkenalkan maupun menawarkan produk yang dibutuhkan generasi mereka. Generasi milenial akan lebih tertarik dengan produk instan dan tidak menyukai produk yang rumit.
Produk yang sering digunakan oleh orang-orang yang disebut dengan influencer atau orang yang dapat memiliki pengaruh pada kehidupan bermasyarakat yang banyak akan lebih mudah dijual di marketplace. Influencer tersebut dapat berupa selebritis, blogger, youtuber, maupun publik figur.
Biasanya, influencer mempunyai banyak pengikut (sekitar ribuan hingga jutaan) di media sosial. Hal tersebut menjadikan mereka sebagai trendsetter seluruh lapisan masyarakat. Maka dari itu, banyak wirausahawan yang bermitra dengan influencer untuk menawarkan produk mereka.
Karena kebanyakan calon customer benar-benar mempercayai apa yang dikatakan para influencer hingga terkadang merekapun malah mengabaikan produk yang dibelinya atau seakan-akan hanya mengikuti tren influencer tersebut agar tidak ketinggalan jaman.
Cara menjual produk yang unik dan bahkan tidak rasional seringkali dari mulut ke mulut, sehingga banyak orang yang membelinya. Oleh karena itu, sebagi kaum milenial kita wajib mampu membentuk relasi bersama para semua pihak masyarakat termasuk individu maupun kelompok yang memiliki kepentingan atau memiliki pengalaman yang luas dan beragam.
Generasi milenial harus dapat beradaptasi, berkolaborasi, dan berkomunikasi dengan orang-orang dari budaya, etnis, kepercayaan, dan latar belakang yang berbeda. Keterampilan komunikasi multikultural atau antar budaya harus dimiliki oleh kaum milenial.
Hal ini dikarenakan komunikasi multikultural merupakan proses komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat yang memiliki perberbedaan suku, agama dan budaya. Orang yang memiliki kemampuan komunikasi multikultural mampu belajar beradaptasi dan berkomunikasi dengan orang lain tanpa batasan karena orang tersebut dengan tidak sengaja sudah membentuk kepribadian multikultural.
Orang yang memiliki kepribadian multikultural dapat belajar tentang budaya, interaksi dan berempati dengan orang dari latar belakang atau kondisi yang berbeda dari kita. Hal inilah yang akan membuat usaha milik wirausahawan milenial memiliki jangkauan yang lebih luas seperti melintasi kota ataupun negara.
Di sisi lain, sejumlah generasi milenial ingin berwirausaha tetapi tidak mampu berkomunikasi atau memiliki skill komunikasi yang kurang hingga buruk. Rata-rata, para generasi milenial hanya mampu berkomunikasi secara internal dan tidak diimbangi dengan komunikasi eksternal berupa komunikasi multikultural.
Komunikasi multikultural ini dapat memberikan peningkatan jiwa wirausahawan bagi para generasi milenial. Hal tersebut didapatkan dengan cara membangun kepercayaan diri; memberikan empati terhadap orang lain; menggunakan keterampilan informasi dan komunikasi; dan meningkatkan keterampilan interpersonal seperti berpikir terbuka, rasa ingin tahu; dan keinginan untuk mempelajari hal-hal baru.
Pada situasi pandemi COVID-19 hingga era new normal ini, komunikasi multikultural harus disebarkan melalui beragam kegiatan dalam keadaan serba online. Hal ini dikarenakan komunikasi sudah tidak terkendala ruang dan waktu. Komunikasi dimungkinkan dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja selagi terdapat jejaring internet. (**)
Oleh : Ahmad Naufal Rifaldi; Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi, Universitas Mulawarman.