Oleh : Maulidia Azwini Anzar, Mahasiwa S1 Universitas Mulawarman Program Studi Ilmu Komunikasi
Berbicara tentang ”New Normal ” di tengah pandemi COVID-19 seperti saat ini tentu saja kita akan membahas mengenai new habbit (kebiasan baru). Apakah new normal menjadi tanda berakhirnya COVID-19 ? tentu saja tidak. Seluruh dunia saat ini sedang mencari cara untuk mengembalikan kehidupan normal manusia seperti sedia kala. Lalu, apa itu new normal ?
Menurut Irwan Abdullah, new normal adalah peradaban baru. Semua sudah pada normal yang lama secara alami beradaptasi. Artinya kita harus mulai beradaptasi terhadap lingkungan dalam penyesuaian perilaku masyarakat untuk kembali beraktivitas normal dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan agar kita semua bisa sama sama menangani COVID-19.
Semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi tentu saja dapat mengakibatkan new normal sebagai suatu ancaman. teknologi informasi dan komunikasi memberi kita kemudahan untuk mengakses informasi dan terhubungan dengan orang-orang di seluruh dunia melalui media sosial dan media massa yang menyebabkan banyaknya budaya luar yang masuk ke dalam masyarakat Indonesia.
Abdullah (2010) mengatakan bahwan media secara tidak langsung menjadi pengaruh penyebaran budaya luar karena menjadi penghubung antara agen dan komunikan. Ditengah pandemi COVID-19 saat ini, sesungguhnya menjadi momentum masuknya budaya budaya luar karena banyak pihak yang diajarkan pada sesuatu hal yang baru.
Masuknya budaya luar menjadi faktor paling berpengaruh akibat fenomena ini. Masyarakat khususnya generasi milenial sudah banyak di pengaruhi oleh budaya luar bahkan menjadikannya sebagai “kiblat”. Contohnya fenomena Korean Wave. Korean Wave (Gelombang korea), Gelombang Hallyu atau demam korea adalah kebudayaan-kebudayaan dari negara korea selatan seperti Kpop,K-drama K-fashion, K-beauty, K-food, dan lainnya. Korean Wave adalah istilah tersebar luasnya budaya korea secara global di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia (Robertson, 1992).
Menurut situs Ministry Of Foreign Affairs Republic Of Korea fenomen Korean Wave pertama kali muncul pada pertengahan 1990-an. Di Indonesia sendiri demam korea di mulai sejak tahun 2000-an hingga sampai saat ini Korean Wave masih tetap populer dan semakin mendunia.
Korea selatan menjadi negara yang memiliki banyak keunikan dan keberagaman budaya yang berkembang secara luas. Popularitas fashion, film/drakor, musik Kpop, skincare, make up, kuliner bahkan bahasa dan kebudayaan korea selatan lainnya yang akhir akhir ini sedang trend menyebabkan kebudayaan mereka dapat dengan mudah diterima di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Perkembangan budaya budaya korea di Indonesia saat ini sudah sangat mempengaruhi pola pikir generasi milenial, masyarakat menjadi konsumtif sehingga menimbulkan sifat fanatik dan menjadi budaya konsumerisme. Fenomena ini ditandai dengan bukti adanya fandom dan komunitas.
Menurut Frulyndese K. Simbar (2016) budaya konsumsi adalah sebuah budaya yang di dalamnya terdapat bentuk halusinasi, mimpi, artifilsialitas, kemasan wujud komoditi, yang kemudian dikonstruksi sosial melalui komunikasi ekonomi (Iklan, show, media) sebagai kekuatan tanda kapitalisme.
Di Indonesia, perkembangan Korean Wave di awali dengan kemunculan drakor ( drama korea ). Popularitas drama korea semakin meningkat di masa pandemi sampai era new normal. New normal atau kembalinya aktivitas normal masyarakat seperti sedia kala cenderung membuat masyarakat masih ragu untuk beraktivitas di luar rumah. Kita tidak pernah tau, bahkan orang-orang yang menjalankan protokol kesehatan dan telah melaksanakan vaksinasi masih terinveksi COVID-19.
Masyarakat cenderung membutuhan hiburan ketika berada di rumah. Menurut Adjie, berdasarkan lembaga Ilmu Ilmu Indonesia (LIPI) penonton drama korea di Indonesia semakin melonjak akibat pandemi COVID-19 karena memungkinkan orang-orang memilih tetap berdiam diri di rumah. apalagi dengan adanya aplikasi streaming film seperti, NETFLIX, VIU, IQIYI dan aplikasi lainya bahkan saluran televisi nasional seperti TRANS dan NETTV juga serentak menayangkan drama korea
Tidak hanya drakor, Kpop (Korean Pop) menjadi budaya korea yang paling diminati generasi milenial di tahun ini. Menurut Won So (2020) Indonesia termasuk negera yang menempati posisi kedua untuk jumlah streaming YouTube kpop terbanyak secara global dengan presentase 9,9% dan urutan ketiga sebagai negara yang paling banyak men-tweet terkait idol kpop di Twitter.
BTS dan BLACKPINK menjadi dua Idol yang sangat digemari generasi milenial di Indonesia, kedua Idol ini dinilai sebagai perwakilan Kpop karena popularitas mereka yang mendunia dan mampu mendobrak pasar music global seperti Billboard, Grammy, AMAs, dan lainnya.
Budaya kpop tidak hanya sampai disitu saja, produk kecantikan (K-Beauty), cara berbusana (K-fashion), kuliner korea (K-food) dan bahasa sudah banyak di jumpai di Indonesia. Dengan adanya budaya asing yang masuk, secara perlahan dapat menggeser budaya asli Indonesia. Milenial saat ini lebih menggemari budaya korea karena menganggap hal tersebut sedang trend dan tidak mau ketinggalan zaman.
Tentu saja penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami potensi masalah-masalah di dalamnya. Pentingnya memahami komunikasi lintas budaya agar dapat memberikan wawasan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat sehingga dapat mengantisipasi hal-hal yang mengarah pada disharmoni.
Kita harus pintar-pintar mengelola informasi dan memanfaatkannya dengan baik, melestarikan budaya daerah dan bijak dalam menerima budaya luar. Untuk mengatasi dampak masuknya luar kita perlu menanamkan rasa bangga terhadap budaya dan produk dalam negeri agar Indonesia tidak kehilangan jati diri yang telah ada sejak zaman leluhur.
Sebagai generasi milenial kita harus mampu melakukan perubahan perubahan yang positif dan berinovasi seiring dengan berkembangnya teknologi. Karena pada dasarnya tidak semua yang sedang trend berdampak positif kepada diri kita. Siapa yang menguasai informasi dan medianya, maka dia akan mengendalikan dunia. (**)