POLRES Kutai Timur (Kutim) hingga Oktober 2021 menangani 17 kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak. Tahun sebelumnya (2020) Polres Kutim menangani 33 kasus. Kepala Unit (Kanit) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kutim, Ipda Loewensky Karisoh mengatakan, 17 Laporan Polisi (LP) itu didominasi anak dibawah umur.
Loewensky menerangkan, total kasus yang ditangani berdasarkan laporan dari masyarakat. Untuk pencabulan dan pemerkosaan tambahnya, terduga pelaku kekerasan seksual adalah orang terdekat korban. Yang paling banyak ayah tiri, paman, dan pacar korban.“Terakhir kasus di Sangatta Selatan, korban dilecehkan ayah tirinya,” sebutnya.
Sebagian besar berkas perkara lanjutnya, sudah dilimpahkan ke kejaksaan untuk proses hukum lebih lanjut. “Semua kasus lanjut prosesnya, sedangkan untuk kasus terakhir ini masih kami lengkapi berkas tahap dua,” jelasnya kepada Media Kaltim, Kamis (16/12/2021) lalu.
Dia juga mengatakan, orangtua harus berperan aktif menjaga anak-anak mereka. Terlebih di era modernisasi seperti saat ini, nyaris seluruhnya bisa diakses dengan menggunakan smartphone. “Pengawasan orangtua tentu menjadi hal mutlak yang dilakukan, apalagi pada era saat ini,” ucapnya.
Ia menjelaskan, korban yang masih dibangku SD dan SMP sering tutup mulut karena takut diancam pelaku. Sehingga tindakan pelaku bisa berkali-kali dan korban hanya diam. Apalagi pelaku kebanyakan orang yang dekat dengan korban. “Yang seharusnya jadi pelindung, malah jadi predator,” jelasnya.
Loewensky mengatakan, kasus kekerasan seksual terhadap anak tidak bisa dipandang sebelah mata. Peran lingkungan sekitar dan pengawasan orangtua, menjadi hal yang sangat penting. Awal mula terjadi pelecehan seksual tambahnya, biasanya tidak jauh dari lingkup pergaulan.
“Tidak jarang, dalam pergaulan terdapat aktivitas yang mengarah ke pelecehan seksual, yang justru tidak disadari oleh korban,” lanjutnya. Ia menegaskan, perlu orangtua memberikan pemahaman kepada anaknya, mengenai pembelajaran seksual agar anak paham yang baik dan buruk.
Ia mengatakan, korban pelecehan seksual harus juga mendapatkan penanganan psikologi dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A). “Hal yang paling utama memberikan pendampingan agar anak-anak ini tetap memiliki masa depan,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak (DP3A) Kutai Timur (Kutim) mencatat sampai November 2021 terjadi 76 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kepala DP3A Kutim, dr Aisyah mengatakan, untuk kasus kekerasan seksual kebanyakan korban adalah anak-anak. (ref)