SAMARINDA– Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari para aktivis dan organisasi nonpemerintah mendatangi Kantor Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalimantan Seksi Wilayah II Samarinda. Mereka mendesak organisasi vertikal di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu memeriksa dugaan pelanggaran lingkungan hidup oleh PT Indominco Mandiri.
Pada Selasa (23/11/2021), koalisi menyatakan dua sungai di Kecamatan Marangkayu, Kutai Kartanegara, yaitu Sungai Palakan dan Sungai Santan, tercemar akibat operasi pertambangan batu bara. Laporan kepada Gakkum KLHK ini menyusul hasil penelitian koalisi yang dipublikasikan pada 3 Juni 2021 lalu.
Koalisi menuding, sembilan settling pond perusahaan mengalirkan limbah yang bermuara di Sungai Santan. Enam dari 15 kolam di blok timur juga disebut mengalirkan air limbah ke Sungai Palakan. Sisanya, tiga settling pond di blok barat mengalir ke Sungai Kare, dan dua settling pond mengalir ke Sungai Mayang. Masih dari publikasi tadi, dari penelusuran satu settling pond yang limbahnya mengalir ke Sungai Palakan, keasaman air atau pH dalam kategori sangat asam. Dua dari tiga titik pengambilan sampel di badan dan muara Sungai Palakan mendapati hasil berikut.
Keasaman air atau pH sangat asam yakni 2,73 (badan sungai) dan 2,69 (muara sungai). Kandungan logam berat besi (Fe) mencapai tujuh kali lipat dari ambang baku mutu di badan Sungai Palakan dan 16 kali lipat di muaranya. Kandungan logam berat Mangan (Mn) mencapai 28 kali lipat dari ambang baku mutu di badan sungai dan 29 kali lipat di muara. Konsentrasi tinggi juga ditemukan untuk logam seng (Zn) dan kalsium karbonat (CaCO3).
“Dengan demikian, PT Indominco telah melanggar Peraturan Daerah Kaltim 2/2011 dan Peraturan Pemerintah 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,” tegas Pradarma Rupang mewakili koalisi.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim tersebut menilai, perusahaan gagal melaksanakan kewajiban pengelolaan lingkungan hidup. Rupang mendesak pemerintah, baik di daerah maupun pusat, menindaklanjuti temuan tersebut. Pemerintah harus mengaudit, mengevaluasi, bahkan jika perlu menjatuhkan sanksi kepada perusahaan.
“Kami juga mendesak pemerintah pusat dan Pemprov Kaltim untuk tidak melanjutkan perpanjangan kontrak perusahaan pada 2028,” lanjut Rupang.
Selain pencemaran air, koalisi menuding perusahaan membiarkan 53 lubang tambang menganga di dalam konsesi. Luasnya mencapai 2.823,73 hektare atau setara 32 kali stadion dan gedung olahraga Palaran di Samarinda.
“Kerusakan ekosistem di kedua sungai turut berpengaruh terhadap masyarakat. Kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat yang bermukim di sepanjang sungai terancam,” imbuh Taufik Iskandar dari Kelompok Pemuda Santan, Marangkayu, ketika ikut menyerahkan laporan kepada Gakkum KLHK.
Kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Kepala Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, Eduward Hutapea, membenarkan sudah menerima laporan koalisi masyarakat. Laporan akan diverifikasi sebelum satuan penegak pelanggaran lingkungan turun ke lapangan.
“Kebetulan, tadi Kepala Unit Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) yang menerima laporan. Jadi kami akan cek sebelum terjun ke lapangan. Kita lihat hasilnya, ya,” jelas Eduward lewat sambungan telepon.
Dihubungi pada hari yang sama, External Relation Officer PT Indominco Mandiri, Yulianus, mengatakan bahwa perusahaan memilih tidak menanggapi laporan tersebut. Akan tetapi, dia menekankan bahwa PT Indominco melaksanakan kegiatan penambangan di bawah pembinaan dan pengawasan Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) serta KLHK. Kedua lembaga disebut rutin mengawasi perusahaan. “Tidak, kami tidak berkomentar. Silakan konfirmasi kepada pihak terkait,” tutup Yulianus. (kk)