spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Tak Kunjung Dapat Izin, PT SAK Terancam Merugi

SAMARINDA – PT Sendawar Adhi Karya (SAK), perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dari Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kutai Barat (Kubar) terancam rugi besar dan negara berpotensi kehilangan penerimaan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor kehutanan sekitar Rp200 miliar.

Hal itu disebabkan, izin Tempat Penampungan Terdaftar Kayu Bulat (TPT-KB) Antara di Kampung Sedurun, belum diterbitkan Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim. Selain itu, rekomendasi Pemanfaatan Garis Pantai (dalam hal ini sungai) dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Samarinda juga belum diterbitkan, sehingga tidak bisa mengurus izin Pemanfaatan Garis Pantai di Kementerian Perhubungan di Jakarta.

“PT SAK terancam rugi besar sebab sudah lebih dua tahun tidak bisa mengeluarkan kayu dari hutan. Kemudian sejak setahun lalu sudah mulai memberhentikan 75 persen pekerjanya, karena tak mempunyai dana untuk menggaji pekerja,” ungkap Kepala Bagian Administrasi dan Humas PT SAK, Ahmar Anas saat jumpa pers di Samarinda, Sabtu (13/11/2021).

Menurut Ahmar, kayu dari HTI seluas 11.000 hektare yang tidak bisa diperdagangkan ada sekitar 500.000 meter kubik. Kayu di HTI itu sudah memasuki masa panen sejak dua tahun lalu, tapi karena terkendala izin TPT-KB Antara dan izin Pemanfaatan Garis Pantai dari Kementerian Perhubungan, terpaksa tidak dipanen.
“Kalau kayu di HTI itu kami panen, tapi tidak bisa dikeluarkan dari lokasi kayunya bisa membusuk,” ujarnya.

Karena belum ada izin TPT-KB dan rekomendasi dari KSOP Samarinda untuk menaikkan kayu ke ponton atau kapal tambahnya, maka tidak ada satu batang pun kayu dikeluarkan dari areal hutan seluas 25.400 hektare.

Dampak lain belum adanya izin tersebut, negara berpotensi kehilangan PNPB sektor kehutanan dari PT SAK, yaitu tidak menerima Dana Reboisasi (DR) dan Pungutan Sumber Daya Hutan (PSDH).
“Kalau dihitung, 500.000 meter kubik dikali Rp 400.000 (pungutan per meter Rp 400.000, Red.) kubik sama dengan Rp 200 miliar. Selain negara kehilangan PNPB, Pemkab Kutai Barat juga kehilangan potensi menerima DBH (Dana Bagi Hasil, Red.) sumber daya hutan yang disetor PT SAK,” terangnya.

Ahmer menegaskan, urusan izin TPT-KB Antara dari Dishut Kaltim dan rekomendasi dari KSOP Samarinda, tambah rumit karena petugas dari kedua instansi tersebut tidak mau turun ke lapangan untuk memeriksa titik koordinat tempat yang digunakan PT SAK menempatkan kayu sebelum dinaikkan ke ponton atau kapal.

“Kalau kedua instansi tersebut menugaskan pegawainya melakukan pemeriksaan ke lapangan, sebetulnya izin dari Dishut dan rekomendasi dari KSOP sudah selesai sejak setahun lalu,” ujar Ahmer.

Alasan lain tak diberikan izin dan rekomendasi, yakni lantaran PT SAK dan PT Tering Indah Jaya (TIJ) masih memiliki konflik pertanahan. Meski begitu PT SAK dan PT TIJ yang sama-sama berbisnis di sektor kehutanan ini telah berdamai dan sudah membuat kesepakatan bersama yang tertuang dalam surat bernomor 001/SKB/SAK-TIJ/SMD/VI/2021 dan surat nomor 002/SKB/SAK-TIJ/SMD/VI/2021 tanggal 2 Juni 2021.

Terpisah, Kepala Kantor KSOP Kelas II Samarinda, Mukhlis Tohepaly mengatakan, sebenarnya permasalahan ini telah diserahkan kepada DPRD Kaltim. Bahkan DPRD Kaltim telah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) sebanyak dua kali.

“Masalah ini kan sudah diambilalih oleh DPRD Kaltim. Kalau DPRD bilang oke ya kami oke (memberikan rekomendasi, Red.). Sudah ada juga kesepakatan dari DPRD melalui hearing sebanyak dua kali,” singkat Mukhlis saat dikonfirmasi melalui telepon. (vic)

16.4k Pengikut
Mengikuti