spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Peringati Hari Sumpah Pemuda, Aktivis Kutim Aksi di Depan Kantor Bupati

SANGATTA– Bertepatan dengan  Hari Sumpah Pemuda, sejumlah aktivis yang tergabung dalam  Fraksi Rakyat Kutai Timur (FRK) menggelar aksi di depan kantor Bupati Kutim, Kamis (28/10/2021). Korlap Aksi Ratna Ghani mengatakan, hari bersejarah ini seharusnya menjadi titik balik pemerintah Kutim untuk melakukan evaluasi total.

“Evaluasi untuk pemerintahan ini belum selesai. Masih banyak hal yang harus disuarakan. Momentum saat ini harus digunakan untuk memberi evaluasi terhadap kinerja pemimpin yang sudah kita pilih,” tegas Ratna dalam orasinya.

Ratna menyebutkan, aksi yang dilakukan bersama FRK  memang harus dilakukan sebagai kontrol ke pemerintah. “Ini akan terus kami suarakan karena sederet kebijakan publik yang telah dikeluarkan, tidak untuk menyejahterakan rakyat dan amat tendensi mengedepankan kepentingan oligarki,” sebutnya.

Menurutnya, regulasi pemerintah dari tingkat nasional, provinsi hingga ke kabupaten/kota, tidak benar-benar ditujukan untuk kemaslahatan rakyat. Seperti UU Cipta Kerja beserta aturan turunannya.

Di samping itu, ia mengungkapkan sejumlah kemelut di Kutai Timur yang notabene diabaikan dan terabaikan oleh pemangku kebijakan.

Koordinator Fraksi Rakyat Kutim Junaedi mengungkapkan, aksi ini merupakan bentuk protes terhadap situasi yang terjadi belakangan ini terutama persoalan pertambangan. Junaedi menilai produk hukum tersebut adalah jalan mulus bagi para korporat untuk mengeruk sebanyak-banyaknya sumber daya alam di Kutai Timur. “Hal ini berpotensi besar akan berdampak pada kerusakan lingkungan, dan ruang hidup di sejumlah wilayah Kutim,” ungkap Junaedi.

FRK juga menuntut pemerintah untuk menjalankan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sebagaimana mestinya yang tertuang dalam UU Nomor 14 Tahun 2008.

Menurutnya dengan adanya keterbukaan informasi publik, seluruh masyarakat yang berada di penjuru Kutai Timur dapat dengan mudah mengontrol hingga mengevaluasi jalannya pemerintahan.

Junaedi juga menyoroti masalah kerusakan lingkungan yang kini  menjadi momok tersendiri bagi  penduduk yang tinggal di sekitar kawasan industri. “Keberadaan pabrik semen dan methanol seharusnya di kawal secara kolektif oleh publik. Jangan sampai terjadi perampasan hak rakyat yang dilakukan oleh kedua korporasi ini,” tambah Junaedi.

Sebagai contoh, belum lama ini operasional PT Kobexindo santer diberitakan media massa karena diduga tak menaati sejumlah peraturan,  yang berujung pada terganggunya aktivitas warga Desa Selangkau, Kecamatan Kaliorang.

“Ketenteraman, kesejahteraan akan teramat sulit hadir di tengah-tengah daya eksploitasi berlebihan yang tidak mengindahkan ekosistem dan manusia,” paparnya.

Meski begitu, terang Junaedi, kedatangan massa FRK ke “Bukit Pelangi” untuk menyampaikan tuntutannya kepada Bupati atau Wakil Bupati tak bisa dilakukan karena keduanya tak ada di tempat. “Kami akan kembali datang ke gedung ini dengan membawa massa yang lebih besar lagi,” tutupnya. (ref)

16.4k Pengikut
Mengikuti