SAMARINDA- Tarik ulur APBDP telah final. Hasilnya, bikin sesak. Mata anggaran lanjutan APBD Murni 2021 itu, batal. Dipastikan banyak pos anggaran pembangunan ikut hilang. Sejarah tak mengenakkan, tercatat. Ya, kondisi seperti ini tergolong sangat langka.
Entah akurasi koordinasi yang kurang, atau pergerakan pengambil kebijakan lintas pimpinan legislatif dan eksekutif yang tak cukup kuat, atau terjebak dengan alasan lainnya. Satu yang pasti, Kaltim tak cukup kompak untuk lebih peduli mengejar anggaran itu.
Kedatangan unsur pimpinan Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) ke Kaltim disebut menjadi sinyal bahwa pergerakan anggaran di daerah ini sedang dipelototi. Batalnya pengesahan anggaran APBDP ini cukup istimewa di mata KPK. Sang ketua, Firli Bahuri sampai dua kali menekankan pentingnya semua pihak terkait di Kaltim mengelola anggaran dengan baik. Pertama saat di Balikpapan dan kedua saat pertemuan tertutup dengan Pemprov & DPRD Kaltim di Samarinda.
Artinya itu termasuk bagaimana penyikapan, perencanaan, pembahasan dan strategi pengesahannya. Apapun, soal APBDP ini tak bisa disepelekan.
“Ini wajib menjadi bahan evaluasi bersama. Baik eksekutif maupun legislatif. Bukan hal yang bisa dianggap biasa. Tak perlu men‘judge’ siapa yang salah. Ini tanggung jawab bersama. Karena yang dirugikan adalah pembangunan daerah kita,” Kata Wakil Ketua Fraksi Golkar DPRD Kaltim Sarkowi V Zachry.
DPRD ikut tersudut, tudingan pengesahan harusnya ada ditangan Karang Paci (gedung DPRD Kaltim), belakangan muncul. Padahal, jelas Sarkowi, di Banggar DPRD pembahasan anggaran adalah pembahasan panjang dan detail. Butuh waktu tak sedikit. Sementara berkas Kebijakan Umum Perubahan Anggaran (KUPA) Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) itu diterima DPRD jelang batas akhir penerimaan.
“Bicara APBD adalah bicara salah satu fungsi DPRD. Yakni fungsi pengawasan anggaran. Memang harus dibahas detail. Jangan sampai mengesahkan mata anggaran yang tidak kami ketahui,” katanya.
Yang ia sesalkan, DPRD sebelumnya telah menyurati pemprov hingga dua kali untuk menghindari keterlambatan itu. “Dalam etika pemerintahan itu menjadi hal yang memalukan sampai harus ditanyakan lewat surat resmi sebanyak dua kali,” urainya.
Proses pembahasan bisa panjang karena butuh penjelasan detail item perencanaan yang diajukan. “Semua itu sesuai fungsi pengawasan dan budgeting kami. Kalau ada item yang sebelumnya tidak ada tapi tiba-tiba muncul, harus disikapi. Mengapa bisa begitu,” paparnya.
“Harusnya Pemprov bekerja cepat tanpa harus menunggu respons dari DPRD. Masak harus DPRD yang ‘kijil-kijil’ (genit) menanyakan itu baru diselesaikan,” tutupnya.
Ia juga memastikan sesi Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur (LKPJ) Gubernur mendatang, DPRD akan banyak membahas soal ini. “Bukan menyudutkan atau bermaksud mendiskreditkan. Tetapi untuk kepentingan bersama. Kita cari tahu penyebab sekaligus solusinya agar jadi pengalaman terakhir dalam sejarah anggaran kaltim,” tutupnya. (adi)