TENGGARONG – Puluhan warga Desa Sumber Sari sudah berkumpul di pertigaan jalan utama desa ketika matahari tepat di atas kepala. Sebagian besar petani laki-laki itu lantas menutup persimpangan yang menjadi akses ke lokasi wisata air terjun Bukit Biru di Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara. Tiga truk yang hendak melintas diberhentikan. Benar dugaan penduduk, angkutan itu penuh muatan batu bara.
Kamis, 7 Oktober 2021, di RT 09 Dusun Taman Arum, Desa Sumber Sari, warga memblokade jalan sepanjang kurang lebih 15 meter. Jalur tersebut ditutup paksa setelah pada pagi harinya, pukul 09.00 Wita, seorang warga mengetahui ada beberapa dump truck aneka warna sedang mengangkut batu bara. Diduga kuat, emas hitam berasal dari tambang ilegal di dekat desa yang beroperasi dua pekan belakangan ini.
“Warga sejak awal tidak pernah mengizinkan aktivitas tambang batu bara di desa ini. Aksi ini spontan,” tegas Ketua RT 09, Legiman, kepada kaltimkece.id, selepas pemblokiran jalan. Sementara tiga truk beserta para sopirnya ditahan, jelas Legiman, warga melapor kepada Kepolisian Sektor Loa Kulu.
Legiman melanjutkan, pada Senin, 4 Oktober 2021 sekira pukul 17.30 Wita, ia mendatangi lokasi pertambangan. Seorang operator ekskavator mengaku kepadanya sedang menambang batu bara. Legiman melarang dan menghentikan aktivitas itu. Tak lama kemudian, ia didatangi empat pria. “Saya lalu diancam karena menghalangi-halangi tambang mereka,” terangnya.
Kepala Desa Sumber Sari, Sutarno, menambahkan bahwa aksi warga ini disebabkan aktivitas tambang ilegal sangat dekat dengan objek wisata Air Terjun Bukit Biru. Penggalian ini juga berdampingan dengan lahan pertanian milik beberapa warga. “Mayoritas penduduk di sini adalah petani sayuran dan padi sawah,” jelasnya.
Kades juga mendatangi lokasi tambang ilegal yang berjarak 1 kilometer dari lokasi penutupan jalan. Ada bekas galian yang berjarak kurang lebih 500 meter dari air terjun Bukit Biru. Di lokasi tersebut, tiga ekskavator merek Caterpillar PC 200 dan dua ekskavator Zoomlion ditinggalkan penambang.
“Kapan persisnya alat berat itu masuk, saya kurang tahu karena tidak ada laporan ataupun izin kepada pemerintah desa,” kata Sutarno.
Kepala Polsek Loa Kulu, Ajun Komisaris Polisi Gandasyah, juga datang di lokasi penutupan jalan. Dua truk yang ditahan warga dibawa ke Markas Kepolisian Resor Kukar, satu lagi diamankan di kantor desa. Sementara alat berat sisanya masih di lokasi pengalian karena mesinnya rusak. “Kasus ini ditangani Polres (Kukar),” terang AKP Gandasyah.
KEKALAHAN NEGARA
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang, menilai bahwa peristiwa ini menunjukkan warga akan melawan ketika negara hanya diam. Menurut catatan Jatam, sudah tiga kali protes warga terhadap tambang ilegal terjadi di Kukar. Pertama, pada Maret 2020, di Desa Karya Jaya, Samboja.
Kejadian kedua pada September 2021 di Desa Loh Sumber, Loa Kulu. Warga memasang spanduk penolakan tambang ilegal. Desa Sumber Sari adalah yang teranyar. Di Samarinda juga serupa. Warga Muang Dalam di Kelurahan Lempake masih berjibaku melawan puluhan kelompok penambang ilegal.
“Aksi kali ini adalah puncak kemarahan warga atas ketidakhadiran pemerintah daerah maupun penegak hukum. Seharusnya, pihak berwenang wajib melindungi hak serta kepentingan publik,” kritik Rupang.
Aktivitas tambang ilegal sudah jelas sangat merugikan. Selain merusak lingkungan, dampaknya hingga kawasan pertanian warga, jalan umum, dan objek wisata. Negara pun turut dirugikan karena aktivitas tanpa izin ini. Kegagalan fungsi pemerintah dan aparat penegak hukum, sambung Rupang, akan berdampak kepada turunnya kepercayaan masyarakat. Makin menyakitkan karena dalam kasus di Desa Sumber Sari, warga yang membela kebenaran malah diancam preman. “Dan negara hanya diam melihat ini semua,” tutupnya. (kk)