Wety Wediawati (31) tengah melintasi jalan lingkungan di dekat rumahnya ketika beberapa pekerja mengukur badan jalan Gang Teratai di RT 2, Kelurahan Baqa, Kecamatan Samarinda Seberang. Terbayang peristiwa dua bulan silam ketika jalan juga diukur, ibu empat anak itu segera menghentikan sepeda motor. Wety bertanya kepada para tukang mengenai perbaikan jalan di depan rumahnya. Sembari menunggu jawaban, ia mengeluarkan gawai pintar.
Selasa 7 September 2021, pukul 10.00 Wita, telepon genggam Wety akhirnya tidak berhenti merekam. Ia membuat siaran langsung di Facebook.
Perempuan yang mengecat rambutnya itu menyoal jalan di depan rumahnya –dan empat keluarga yang lain– yang tak kunjung diperbaiki sejak 2011. Panjang jalan itu hanya 12 meter. Terbentang di dalam gang sempit dengan rumah-rumah yang berdiri rapat. Dalam rencana pengecoran 80 meter jalan dua hari lagi, kata Wety, jalan di depan rumahnya tidak termasuk yang diperbaiki.
“Pada 2012, saya pernah kecelakaan ketika mengandung anak kedua saya. Akhirnya, tahun lalu, saya mengeluarkan Rp 2 juta untuk mengecor secara mandiri,” terang Wety kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com melalui sambungan telepon, Kamis (23/9/2021).
Wety terus merekam protesnya dalam siaran sepanjang dua jam pada pagi itu. Puluhan ribu orang menonton. Mulai mantan anggota DPRD hingga warga Malaysia. Wety kemudian menyorot ketua RT setempat. Ia juga sempat mengancam membatalkan rencana pengecoran. Wety mengaku, ia hampir dipukul seorang tetangga di detik-detik akhir live streaming.
Di kolom komentar lebih brutal lagi. Ribuan warganet mengecam pekerjaan perbaikan jalan dengan komentar kasar. Wety mengaku kaget mengingat ia tidak bisa mengendalikan komentar penonton.
“Sore itu, setelah live streaming, kami sebenarnya sudah bermaaf-maafan. Tetapi besoknya, beliau (ketua RT) marah-marah. Saya dan suami didudukkan di tengah (kantor kelurahan). Dikelilingi seperti diadili,” tutur Wety.
Pada Rabu (8/9/2021), Wety dan suami memang dipanggil ke kantor Lurah Baqa di Jalan Sutra Murni. Pihak yang memanggil adalah forum RT yang terdiri dari 22 ketua RT se-Kelurahan Baqa. Para ketua RT mengeluhkan tindakannya. Siaran langsung Wety disebut menyebabkan para ketua RT merasa tertuduh dan terfitnah. Wety melanjutkan, forum RT menyuruhnya untuk meminta maaf lewat siaran langsung. Syaratnya, jumlah penonton dalam siaran permintaan maaf itu harus sama dengan siaran sebelumnya yang mencapai puluhan ribu orang.
“Ya, saya bilang, tidak bisa menyanggupi. Itu, ‘kan, di luar kendali saya,” jelasnya. Setelah berunding lagi, para ketua sepakat syarat dicabut. Wety tetap diminta membuat permohonan maaf secara daring. KTP Wety juga diminta selepas pertemuan. Perwakilan forum RT berkata, sebut Wety, akan melaporkannya ke pihak berwajib untuk menciptakan efek jera.
“Padahal, saya hanya menyampaikan keresahan. Saya cuma ingin mendapat hak yang sama seperti warga lain,” keluhnya. “Lagi pula, pembangunan itu tidak melibatkan musyawarah warga.”
PENJELASAN LENGKAP KETUA RT
Suriansyah adalah ketua RT 2 Kelurahan Baqa yang mempersoalkan siaran langsung tadi. Di pelataran rumahnya, Suriansyah mengatakan, forum RT telah melaporkan Wety kepada kepolisian. Mereka mengadukan dengan Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Wety dianggap telah merugikan dirinya dan keluarga secara personal. Di samping itu, ke-21 ketua RT yang lain juga tersinggung karena komentar warganet dan pernyataan Wety dalam siaran langsung.
“Gara-gara dia, keluarga saya sampai pusing. Siapa, sih, yang tahan disebut sebagai RT koruptor dan maling? Masak, saya disebut harus diberi duit dulu baru mau memperbaiki jalan? Terus itu RT, RT yang mana? Harusnya disebutkan secara spesifik,” terang Suriansyah, Kamis (23/9/2021).
Suriansyah kemudian menguraikan duduk perkara perbaikan jalan yang menjadi pangkal keributan. Pengukuran jalan memang sudah lebih dari tiga kali yakni sejak 2015 hingga 2021. Sebenarnya, kata dia, jalan tersebut sudah 12 kali diukur pihak RT. “Meskipun (anggarannya) tidak tembus di musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan),” ucapnya.
Pihak RT juga berkali-kali mencari solusi karena warga kerap protes dan tidak sabar. Sampai pada 2020, Suriansyah berinisiatif mengajukan permohonan perbaikan jalan kepada DPRD Kaltim melalui politikus Partai Gerindra, Agus Suwandy. Usulan disetujui pada akhir tahun. Jalan diperbaiki melalui plafond anggaran bantuan keuangan 2021. Jumlahnya tidak sampai Rp 200 juta dan hanya cukup memperbaiki 80 meter jalan.
Berdasarkan pengukuran pada tahun pengajuan anggaran, Suriansyah melanjutkan, rumah Wety sebenarnya masuk rencana awal pengecoran yaitu sepanjang 225 meter. Akan tetapi, realisasi anggaran hanya 80 meter. Itu sebabnya, kontraktor mengukur ulang jalan pada awal 2021. Hasilnya adalah tiga rumah di ujung gang, termasuk rumah Wety, tidak tersentuh. Ada satu jalan kecil di sebelah kiri jalan, 20 meter sebelum kawasan itu, yang lebih membutuhkan perbaikan. “Di sinilah persoalan muncul,” sambung Suriansyah.
Ketua RT telah mencari beberapa opsi. Pertama, draf rencana diubah sebelum eksekusi. Opsi ini awalnya hendak diambil meskipun perlu waktu panjang. Ketua RT harus berkomunikasi kepada pemborong. “Harus ada hitung-hitungan baru lagi meskipun volumenya sama,” jelasnya.
Opsi pertama urung dipilih karena jalan sudah harus dicor. Ketua RT lantas menawarkan opsi kedua yaitu mengajukan perbaikan anggaran sepanjang 12 meter jalan ke Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat milik Pemkot Samarinda. Pilihan ini sudah ditawarkan dan dijelaskan kepada Wety selepas siaran langsung. Suriansyah bilang, RT tidak ingin setengah-setengah dalam perbaikan jalan.
Akan tetapi, esok harinya, Suriansyah kembali diprotes. Wety disebut tidak mendapat jaminan bahwa jalan di depan rumahnya bakal dicor. Suriansyah selaku sekretaris forum RT terbawa emosi. Ia memanggil ke-21 ketua RT yang lain. Pada akhirnya, mereka bertemu di kelurahan. Menurut Suriansyah, dalam siaran langsung tersebut, dia tidak diberi kesempatan menjelaskan duduk perkara sejelas-jelasnya kepada masyarakat.
“Jika komunikasi bagus, bisa saja (jalan rumahnya diperbaiki). Tapi karena bersikeras, karena bahasa yang disampaikan secara daring, jujur, saya keburu emosi,” kisahnya.
Suriansyah juga sebenarnya tidak mau memenjarakan warganya. Akan tetapi, perdebatan tersebut sudah liar dan terlampau melebar. Dia heran, sampai-sampai warga negara lain turut mempersoalkan perbaikan sebuah jalan kecil di Kelurahan Baqa. Suriansyah juga membantah pernah meminta Wety meminta maaf secara daring dengan syarat jumlah penonton yang sama.
“Masalah ini sudah di tingkat forum RT. Jika perdebatan hanya berkutat di media sosial, persoalan tidak akan pernah selesai. Isinya tentu pembenaran semua. Kita saling melempar pembenaran saja. Mohon maaf, masalah nanti itu (berakhir) minta maaf atau mediasi, bukan lagi urusan saya,” tegas pria berkacamata tersebut.
Laporan dari forum RT telah sampai di Kepolisian Resor Kota Samarinda. Kepala Satuan Reserse Kriminal, Polresta Samarinda, Komisaris Polisi Andika Dharma Sena, membenarkan hal itu. Kepolisian sedang mendalami persoalannya. “Ini masih awal sehingga belum bisa disimpulkan,” jelas Kompol Andika.
Di tempat lain, Dyah Lestari selaku kuasa hukum terlapor melihat bahwa persoalan sebenarnya bersifat kecil. Masalah ini berkaitan dengan warga dan aparatur setempat. Di sisi lain, ketua RT dan kliennya sudah bermaaf-maafan setelah siaran langsung. Ia berharap, masalah ini diselesaikan secara bijaksana.
“Kami tetap menghargai jika forum RT bersikukuh menempuh jalur hukum. Kami juga siap menunggu panggilan dari pihak berwajib,” terang Dyah.
Akademikus Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai bahwa persoalan protes warga terhadap fasilitas publik seharusnya dijawab dengan kinerja. Bukan delik pidana. Cara berpikir seperti itu disebut tidak sehat. Lagi pula, terang dosen yang akrab disapa Castro ini, protes warga tidak bisa dikenai delik pidana seperti defamasi dan UU ITE.
Ada beberapa argumentasinya. Pertama, subjek hukum yang disasar. Syarat aduan UU ITE adalah penyebutan jelas nama dalam protes. Jika protes ditujukan kepada lembaga, instansi, profesi, ataupun jabatan tertentu, tidak bisa dikategorikan penghinaan dan pencemaran nama baik. Kedua, protes mengenai penilaian, pendapat, evaluasi, dan fakta di lapangan tidak bisa dikualifikasikan sebagai penghinaan atau pencemaran nama baik.
“Akan lebih baik jika aparat berwenang menolak laporan tersebut,” sarannya. “Aparatur dan para pejabat publik juga sebaiknya membaca surat keputusan bersama tentang implementasi UU ITE supaya tidak hobi melaporkan warga,” sambungnya.
Castro mengutip pepatah aurest habent et non audient yang diucapkan Jules Verne dalam buku Twenty Thousand Leagues Under the Sea. Artinya, bertelinga tetapi tidak mendengar, bermata tetapi tidak melihat. Secara politik, Castro melihat, fenomena ini merupakan perwujudan riil dari sikap pejabat yang antikritik. Di mana-mana, kata Castro, seorang pemimpin menyelesaikan keluhan warga dengan kepala dingin. “Kalau tidak mau dikritik, ya, tidak usah jadi pejabat,” terangnya.
Sementara itu, sepanjang Kamis, kaltimkece.id telah berupaya mengonfirmasi Lurah Baqa, Karia. Akan tetapi, sejumlah panggilan telepon belum dijawab. Ketika didatangi di kantornya pada hari yang sama, seorang pegawai menyebutkan bahwa lurah sedang tidak di tempat. (kk)