JAKARTA – Kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, menilai terdapat ketidakkonsistenan dalam dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan suap terkait proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.
Salah satu yang dipermasalahkan adalah perubahan waktu peristiwa pada Desember 2019.
“Tetapi yang kami temukan ada perubahan. Jadi ada peristiwa di sekitar tanggal 17 Desember atau 19 Desember tahun 2019. Itu yang berubah,” kata Febri di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Selain perubahan waktu, Febri juga menyoroti perbedaan dalam dakwaan terkait sumber dana Rp 400 juta yang diberikan kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Menurutnya, isi dakwaan Hasto tidak sesuai dengan berkas perkara Wahyu, eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan kader PDI-P Saeful Bahri.
“Apakah itu sengaja atau tidak sengaja, yaitu terkait dengan sumber dana Rp 400 juta. Pada dakwaan Wahyu Setiawan, ini dakwaan juga yang membuat lembaga yang sama ya. Juga KPK yang sama,” ujar Febri.
Febri menjelaskan bahwa dalam dakwaan Wahyu sebelumnya, uang Rp 400 juta disebut berasal dari buronan Harun Masiku dan diberikan kepada Wahyu melalui Saeful Bahri. Namun, dalam dakwaan terbaru, dana tersebut justru disebut berasal dari Hasto.
“Sedangkan pada dakwaan tadi kita dengar, itu diubah. Diubah sedemikian rupa sehingga seolah-olah Rp 400 juta itu berasal dari Pak Hasto. Bagaimana mungkin KPK yang sama, lembaga yang sama membuat dua dakwaan dengan fakta uraian yang bertolak belakang,” ucap Febri.
Inkonsistensi ini, menurut Febri, menimbulkan pertanyaan dari tim kuasa hukum Hasto. Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan tuduhan bahwa Hasto memerintahkan stafnya untuk menenggelamkan ponsel Harun Masiku.
“Di keterangan Nur Hasan sendiri, tidak ada Pak Hasto memerintahkan hal tersebut. Justru di persidangan sebelumnya muncul yang datang adalah orang-orang berbadan tegap. Jadi bukan Pak Hasto yang menghubungi ataupun yang datang,” ujar Febri.
Dalam kasus ini, Hasto didakwa menyuap Wahyu Setiawan bersama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Uang yang diberikan bertujuan agar Harun bisa memperoleh kursi DPR melalui jalur PAW.
Selain itu, Hasto juga didakwa melakukan perintangan penyidikan dengan cara memerintahkan Harun dan stafnya, Kusnadi, untuk merusak ponsel saat KPK melakukan penyelidikan kasus suap PAW.
Dalam dakwaan perintangan penyidikan, Hasto dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Sementara itu, dalam dakwaan suap, ia dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pewarta : M Adi Fajri
Editor : Nicha R