SAMARINDA – Harga batu bara global perlahan bangkit setelah sebelumnya terpuruk hingga USD 100/ton pada 18 Februari 2025, level terendah dalam empat tahun terakhir. Kondisi ini dipengaruhi oleh peningkatan produksi dalam negeri China dan India, serta dorongan transisi ke energi baru terbarukan (EBT).
“Ada faktor dari (peningkatan) energi baru terbarukan (EBT), tapi lebih kedua faktor yg saya sebut tadi,” ungkap Plt Direktur Eksekutif APBI/ICMA, Gita Mahyarani kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan Harga Batu Bara Acuan (HBA) Maret 2025 melalui Keputusan Menteri ESDM No. 80.K/MB.01/MEM.B/2025.
“Menetapkan Harga Batubara Acuan yang selanjutnya disebut HBA untuk Periode Pertama Bulan Maret Tahun 2025 dengan besaran tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini,” bunyi diktum kedua Kepmen ESDM.
Dalam keputusan tersebut, harga acuan batu bara ditetapkan pada rentang USD 34,16 per ton hingga USD 128,24 per ton.
Ini menjadi langkah kementerian untuk membatasi ekspor batu bara dalam negeri, yang belakangan sering dihantam oleh harga pasar global. Sehingga diharapkan mampu menaikkan kembali harga jual batu bara lokal.
Bahkan, pada per 10 Maret 2025, harga batu bara perlahan-lahan naik dan sempat tercatat menjadi USD 104,6 per ton. Konon, pasar melihat bahwa kondisi ini tidak lepas dari pengaruh Amerika Serikat yang menarik diri dari pendanaan ke beberapa negara atas energi batu bara.
Peningkatan harga semakin signifikan pada Jumat (7/3/2025), di mana harga batu bara melesat hampir 9 persen, mencapai USD 108 per ton. Tren ini memberikan optimisme bagi para investor yang sebelumnya terdampak anjloknya harga.
Dengan harga yang kembali menguat, diharapkan sektor pertambangan batu bara dapat kembali stabil, sekaligus meningkatkan penerimaan negara dan investasi di sektor energi.
Pewarta: K. Irul Umam
Editor: Nicha R