JAKARTA – Kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, menyoroti langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai sengaja mempercepat pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Menurutnya, tindakan ini bertujuan untuk menghindari proses praperadilan yang masih berlangsung.
Dalam keterangannya usai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diskors pada Senin (10/3/2025), Ronny menekankan praperadilan adalah mekanisme hukum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Mekanisme ini memberikan hak bagi tersangka untuk menguji status hukumnya serta menjadi sarana kontrol terhadap proses hukum yang dijalankan.
“Hari ini kita melihat bagaimana hukum dipermainkan. Kami sudah sampaikan kepada pihak KPK untuk menghormati lembaga pengadilan. Praperadilan ini diatur di dalam KUHAP, memberikan ruang kepada tersangka untuk menguji status tersangkanya dan juga memberikan ruang untuk kontrol terhadap due process of law yang tidak sesuai dengan undang-undang,” ujar Ronny.
Ia mengungkapkan pihaknya telah meminta agar praperadilan didahulukan sebelum perkara masuk ke tahap persidangan pokok, tetapi justru melihat adanya upaya dari KPK untuk menunda praperadilan demi mempercepat pelimpahan berkas.
“Kami sudah sampaikan bahwa kita minta agar praperadilan ini didahulukan, tetapi yang sebelumnya apa yang kita sudah sampaikan berulang kali, kami menilai bahwa KPK dalam hal ini sengaja untuk menunda karena untuk mempercepat berkas,” tegasnya.
Selain itu, Ronny juga menyoroti bukti yang dihadirkan KPK dalam sidang sebelumnya. Menurutnya, barang bukti tersebut tidak terkait langsung dengan Hasto Kristiyanto, melainkan dengan terdakwa lain.
“Teman-teman, di dalam praperadilan ini yang sebelumnya kita sudah uji bersama bahwa bukti yang dihadirkan oleh KPK bukan bukti yang terkait dengan Mas Hasto Kristiyanto. Ini bukti untuk terdakwa yang lainnya, kemudian untuk indik yang lainnya, dan ini sudah diuji di dalam persidangan,” katanya.
Lebih lanjut, Ronny menyampaikan dugaan obstruction of justice dalam kasus ini. Ia mengungkapkan adanya kesaksian seorang saksi bernama Tio yang mengaku mengalami tekanan agar mengubah keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
“Obstruction of justice, ada kesaksian teman-teman, namanya Saudara Tio, di mana dia mendapatkan penekanan atau mendapatkan tekanan-tekanan terkait untuk mengubah BAP-nya. Itu sudah terungkap di sidang praperadilan sebelumnya,” ujarnya.
Ronny menegaskan proses praperadilan seharusnya dijalankan terlebih dahulu sebelum perkara masuk ke pokok persidangan, terutama jika bukti yang diajukan masih dipertanyakan dan saksi mengalami tekanan.
“Kita harapkan ayolah, harusnya kita hormati dulu praperadilan, kita uji dulu baru masuk pokok perkara. Kalau perkaranya buktinya lemah, saksinya dipaksa, kemudian saksinya keterangannya berdiri sendiri, bagaimana kita masuk ke pokok perkara? Ini kan sebenarnya ruang praperadilan inilah yang harusnya kita uji dulu dong, baru kita masuk kepada pokok perkara,” paparnya.
Selain itu, Ronny mengkritik sikap KPK yang menolak menghadirkan saksi fakta yang diajukan oleh tim kuasa hukum.
“Kita sudah sampaikan, kita minta KPK men-sortir dari Mas Hasto Kristiyanto sebagai tersangka untuk menghadirkan saksi fakta. Itu juga pun tidak dikabulkan. Apa yang mau kita harapkan, teman-teman, dari penegakan hukum yang ada di Indonesia seperti ini?” tanyanya.
Ia juga menyinggung kondisi hukum di Indonesia yang menurutnya menunjukkan tren negatif, di mana hukum bisa dipermainkan demi kepentingan tertentu.
“Ini bisa terjadi sama siapa saja. Kalau Mas Hasto Kristiyanto bisa diginiin, semuanya bisa. Hukum dibolak-balik, hukum dipermainkan karena diorder, karena punya kepentingan kekuasaan. Ini yang mau kita harapkan? Penegakan hukum seperti ini? Kita sebagai Indonesia malu ditonton oleh jutaan mata yang ada di Indonesia dan maupun di luar negeri menilai penegakan hukum kita seperti ini,” ujarnya.
Menanggapi pernyataan dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi, Ronny menekankan undang-undang tetap harus menjadi rujukan utama dalam mengambil keputusan.
“Tadi dengan adanya apa, statement dari JPU yang bilang bahwa ada SEMA, kami pikir bahwa sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi. Kami tidak mengomentari tersebut, tetapi kami menilai bahwa undang-undang harusnya yang tertinggi menjadi patokan dalam mengambil keputusan,” tutupnya.
Saat ini, sidang praperadilan masih menunggu keputusan hakim terkait kelanjutannya setelah pelimpahan perkara ke Pengadilan Tipikor.
Pewarta : M Adi Fajri
Editor : Nicha R