spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Saatnya Mendobrak Stigma, Lahirkan Perempuan Berdaya

“Sejatinya perempuan harus memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam menggapai cita-cita dan meraih mimpi”

Seruan untuk merawat peradaban akan selalu digaungkan setiap tahun bahkan setiap waktu, salah satunya di momentum 8 Maret 2025 ini yakni International Women’s Day atau Hari Perempuan Internasional. Sebuah sejarah yang telah dirayakan sejak tahun 1908, kemudian menjadi simbol perjuangan bagi kaum perempuan untuk menyuarakan aspirasi serta mendapatkan hak-haknya.

Kalau kita menilik sejarah, momentum IWD dimotori dengan unjuk rasa besar-besaran oleh Socialist Party of America (SPA) atau Partai Sosialis Amerika di New York pada 8 Maret 1909 di mana kaum buruh perempuan yang digalang partai ini menuntut hak berpendapat dan berpolitik. Gerakan tersebut pun akhirnya meluas hingga ke beberapa negara Eropa pada Maret 1909 degan tujuan yang sama. Namun di bulan yang sama, kebakaran melanda New York hingga menewaskan 145 buruh perempuan.

Hal itu pun sontak menjadi sorotan dan semakin menguatkan tekad bahwa kaum perempuan sedunia harus bergerak bersama demi terwujudnya kesetaraan. Singkatnya, tanggal 26 dan 27 Agustus 1910, diselenggarakan International Socialist Women’s Conferences atau Konferensi Perempuan Sosialis Internasional di Kopenhagen, Denmark, yang dihadiri perwakilan dari puluhan negara di dunia. Sebelumnya, perhelatan serupa juga pernah dihelat di Stuttgart, Jerman, pada 17 Agustus 1907. Di Kopenhagen, sosialis Jerman bernama Luise Zietz mengusulkan agar Hari Perempuan Sedunia segera dikukuhkan.

Munculnya gerakan ini menandakan semangat baru bagi kaum perempuan guna mewujudkan kesetaraan dan mendobrak bias serta menyuarakan keresahan terkait kesetaraan gender. IWD telah membuka cakrawala dalam membantu menjadikan peringatan ini sebagai titik temu untuk membangun dukungan bagi hak-hak perempuan dan meningkatkan partisipasi mereka di ruang politik dan ekonomi.

 

Perlu direnungkan bahwa perayaan IWD ini bukan hanya sebagai seremonial semata, tapi menjadi pengingat bagi masyarakat bahwa sampai detik ini masih banyak isu dan masalah perempuan yang belum teratasi. Bisa kita lihat perempuan selalu identik dengan beban ganda sebagai penanggung jawab utama urusan rumah tangga sekaligus dalam ranah domestik. Pun juga diresahkan dengan adanya stereotip seperti lembut, emosional, lemah bahkan tidak tegas dalam memimpin akhirnya ini membuat perempuan semakin terbelakang dan dan kalah dari laki-laki.

Parahnya lagi masih marak terjadi kekerasan terhadap perempuan, pelecehan seksual, kesenjangan gaji, sulitnya perempuan untuk duduk di posisi top level bahkan hingga kesehatan reproduksi. Pertanyaannya masih itu terus berlarut? Lahirnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) setelah menempuh proses perjuangan panjang, menjadi satu kemenangan baru, khususnya bagi para korban yang umumnya perempuan. Hal yang wajib diingat, bahwa UU TPKS bukanlah hadiah, melainkan lahir dari perjuangan keras bertahun-tahun.

Maka sangat tepat jika tema tahun ini “For ALL women and girls: Rights. Equality. Empowerment” atau “Untuk SEMUA perempuan dan anak perempuan: Hak, Kesetaraan, Pemberdayaan.” Tema ini digaungkan untuk menyerukan tindakan guna membuka persamaan, hak, kekuasaan, dan peluang bagi semua orang dimana tidak ada yang tertingal.

Banyaknya persoalan yang dialami perempuan harusnya menjadi alasan buat kita untuk mendobrak bias yang ada di lingkungan kita. Banyak kelas kelas yang hari ini dibuka untuk membuka pola pikir kaum perempuan yang diharapkan mampu mengedukasi diri sebelum mengedukasi orang lain.

Dengan segala bentuk penindasan saat itu, pelecehan di mana-mana, stigma yang selalu negatif terhadap perempuan apakah kita layak untuk diam? Kita harus menumpas segala ketimpangan, menghapuskan segala stigma buruk, stigma yang mengkelas-duakan perempuan dari peradaban yang merupakan kisah masa lalu.

Meskipun saat ini sudah ada jatah 30 persen untuk keterwakilan perempuan dalam ruang politik sebagaimana diatur dalam UU No. 12 tahun 2003, namun faktanya hal itupun masih belum sepenuhnya dipercayakan. Sebagian pihak hanya sekadar mengikuti standar yang ditentukan tapi tidak mendukung secara penuh karena dirasa akan sangat memberatkan perempuan jika terjun ke dunia politik.

Di dunia kerja, situasinya tidak jauh berbeda. Perempuan masih menghadapi bias gender yang mengakar, seperti kesenjangan upah, keterbatasan promosi ke posisi kepemimpinan, dan stigma bahwa mereka lebih cocok mengurus rumah tangga ketimbang menjadi pengambil keputusan. Bahkan, perempuan sering kali dituntut untuk membuktikan kompetensinya berkali-kali lebih keras dibanding rekan laki-lakinya.

Sehingga dengan rumitnya persoalan yang melanda perempuan, seluruh elemen masyarakat harus bergandengan tangan untuk mendobrak bias, menghapus pengkotak kotakan di setiap bidang, bahkan pemerintah harus mendukung dengan kebijakan yang berpihak demi terciptanya kesetaraan. IWD harus menjadi alarm yang mengingatkan setiap orang akan isu-isu keperempuanan yang sampai hari ini masih belum terselesaikan dengan tuntas.

Perjalanan masih panjang, sejarah akan terus diukir hingga perempuan tidak dianggap lagi sebagai blasteran antara seorang dewi dan seorang tolol. Selagi nafas masih berhembus, maka perjuangan akan terus dilanjutkan. Untuk itu, seluruh kaumku, kaum perempuan berdayalah, patahkan stigma buruk yang selama ini dilabelkan kepada kita.

Mari terus berbenah terhadap pencapaian diri dalam memperjuangkan perolehan kesempatan yang sama dalam kehidupan sosial-masyarakat. Emansipasilah dirimu wahai perempuan milenial,  maka jangan sibuk hanya untuk menimba ilmu di bangku perkuliahan, pikirkanlah nasib mereka, berjuanglah, berfikirlah kritis, cerdaslah merespon sesuatu.

Setiap tahun kita akan merayakan IWD, maka jangan sampai suara dan semangatmu hanya terdengar di hari ini saja. Berjuanglah setiap hari hingga kemenangan itu akan kita dapatkan kelak. Tidak ada lagi pelecehan, tidak ada lagi pandangan yang menomorduakan perempuan dan tidak ada lagi pandangan yang mengatakan perempuan tidak usah sekolah tinggi, toh juga akan jadi ibu rumah tangga.

Selamat Hari Perempuan untuk seluruh kaumku yang ada di Indonesia, jadilah berdaya. Maka akan kukutip sebuah pesan dari Founding Father kita terdahulu yakni Bung Karno yang mengatakan:

“Hai wanita-wanita Indonesia, jadilah revolusioner, – tiada kemenangan revolusioner, jika tiada wanita revolusioner, dan tiada wanita revolusioner, jika tiada pedoman revolusioner!”

Penulis : Elfrida Sentyana Siburian
Winner Duta Peduli Sejarah Indonesia 2024-2025

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

62.1k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img