spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Penjara Kaltim Melebihi Kapasitas Remisi Kemerdekaan untuk 6.355 Narapidana Kaltim

Pagi masih muda ketika Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kaltim, Sofyan, meraih mikrofon yang terletak di atas sebuah podium berkelir coklat muda. Melepas masker lapis masker dua berwarna merah-putih, Sofyan berdeham sebelum memulai sambutannya.

Di hadapan Gubernur Kaltim, Isran Noor, dan beberapa pejabat teras Pemprov Kaltim, pengganti Agus Subandriyo ini mengatakan, Kemenkumham akan melepas 6.355 narapidana Kaltim dalam rangka ulang tahun Kemerdekaan RI ke-76.

Sofyan juga mengungkapkan bahwa dari 13 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan yang terdiri dari delapan jenis lembaga pemasyarakatan (lapas), empat rumah tahanan negara (rutan), serta satu lembaga pembinaan khusus anak di Kaltim dan Kaltara, seluruhnya kelebihan kapasitas.

Total penghuni ketiga UPT pemasyarakatan mencapai 12.515 orang sedangkan daya tampungnya 3.586. Jumlah ini mencapai 300 persen dari total daya tampung.

“Jumlah napi kita itu seprovinsi Kaltim dan Kaltara mencapai 12 ribu orang. Sedangkan lapas Samarinda sendiri terdapat sekitar 800 orang (penghuni) lebih, padahal kapasitasnya 300 orang. Jadi sudah sangat over,” ungkapnya saat ditemui di Lapas Kelas IIA Samarinda, Jalan Jendral Sudirman.

Meskipun demikian, Sofyan mengklaim bahwa kelebihan kapasitas lapas tidak pernah menimbulkan persoalan serius. Seluruh lapas di Kaltim-Kaltara dalam situasi kondusif. Warga binaan juga diberdayakan.

Sofyan menyambut baik wacana Gubernur Kaltim yang disebut akan merelokasi seluruh unsur lembaga pemasyarakatan serta menyiapkan bangunan baru. “Kami mempersilakan Pak Gubernur membangun lapas lagi. Kami akan support hal itu,” bebernya.

Diwawancarai terpisah, Gubernur Isran Noor mengatakan, bahwa Pemprov Kaltim berencana membangun gedung pemasyarakatan di Kukar. Akan tetapi, lokasi dan luasan gedung tersebut tidak dijelaskan secara spesifik. Pasalnya, Isran, menjelaskan, Pemprov masih menginventarisasi luas lahan.

Penyiapan lahan dan persiapan relokasi sudah disusun sejak 2020. Realisasinya sempat terhalang pandemi Covid-19. “Mudah-mudahan tahun ini bisa dilakukan,” imbuhnya.

Akademikus Fakultas Hukum Unmul, Herdiansyah Hamzah mengatakan, pemberian remisi adalah solusi sementara persoalan kelebihan kapasitas penjara. Castro, sapaannya, menjelaskan bahwa remisi hanya menyelesaikan permasalahan di hilir. “Sementara akarnya berada di hulu,” ucapnya saat dihubungi via aplikasi pesan singkat.

Castro menjelaskan bahwa hulu persoalan tersebut adalah angka kriminalitas yang terjadi di masyarakat. Sedangkan terkait persoalan di hilir, terdapat tiga opsi menghadapi persoalan tersebut.

Pertama, pendekatan restorative justice. Jenis kasus restorasi bisa dibagi beberapa kategori sederhana; kasus tindak pidana ringan dan kasus yang melibatkan pelaku anak. Kedua, pemberlakuan hukum alternatif yang mencakup pemaksimalan hukuman denda, hukuman pengawasan, hukuman percobaan, dan hukuman bersyarat. Terakhir, penambahan fasilitas penjara. “Opsi ini perlu dicoba karena selama ini penambahan fasilitas belum dikerjakan secara maksimal,” tegasnya.

Tiga pilihan tersebut bisa menjadi solusi terhadap persoalan lapas Kaltim yang overcrowded. Meskipun demikian, Castro, mengatakan, perlu riset yang komprehensif untuk menggambarkan seutuhnya mengenai situasi penjara Kaltim.

Akademikus Fakultas Hukum Unmul, Orin Gusat Andini, melihat kelebihan kapasitas penjara menyebabkan tidak tercapainya tujuan pemidanaan. Yakni agar pelaku tidak mengulangi perbuatannya dan bisa kembali diterima oleh masyarakat. Kuantitas narapidana tentu melemahkan aspek pengawasan di dalam penjara

Sementara dari aspek kemanusiaan, Orin melihat nasib narapidana yang berada di dalam penjara tentu akan menyedihkan. Kelebihan kapasitas menyebabkan minimnya ruang gerak dan aktivitas yang bertujuan untuk membangun karakter serta mental pesakitan. Di sisi lain, dia melihat kelebihan kapasitas berdampak terhadap kesehatan dan kelayakan hidup warga binaan.

“Fungsi pembinaan menjadi tidak optimal. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi penuhnya di dalam. Belum lagi kita berbicara hak-hak lain warga binaan yang dijamin dalam UU Pemasyarakatan,” ungkapnya, seperti ditulis kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com.

Upaya Pemprov Kaltim mewacanakan pembangunan lapas baru dinilai Orin sebagai solusi yang cukup aplikatif meskipun bersifat temporer. Tapi tetap patut diapresiasi.

Lapas adalah sarana terakhir dalam sistem peradilan pidana. Jika pembangunan lapas selaras meningkatnya jumlah kejahatan, potensi kelebihan kapasitas akan selalu terjadi.

Dia melihat solusi jangka panjang dari persoalan tersebut adalah upaya instrumen pengadilan menyaring perkara serta persoalan yang memang menyentuh tahap pemenjaraan. “Selama hakim terus-menerus mengetuk palu putusan, seberapa banyak pun negara membangun lapas, potensi kelebihan kapasitas akan selalu ada,” pungkas Orin. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti