SAMARINDA – Sama halnya dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang dibahas senyap dan secepat kilat, UU 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara telah berlaku dan disahkan. Beleid yang menggantikan UU 4/2009 tentang Minerba ini disebut sangat merugikan daerah. Kaltim sebagai satu dari antara penghasil batu bara terbesar di Indonesia, termasuk di antaranya.
Pada 21 Juni 2021, Koalisi Masyarakat Sipil yang mengusung gerakan #BersihkanIndonesia melayangkan gugatan uji materi UU Minerba. Selaku pemohon adalah dua korban kriminalisasi bernama Nur Aini, warga Banyuwangi, dan Yaman, nelayan Bangka Belitung. Ada pula Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim. Gugatan diajukan koalisi ke Mahkamah Konstitusi.
Kuasa Hukum Judicial Review UU Minerba, Lasma Natalia, menjelaskan bahwa sidang pertama diadakan Senin, 9 Agustus 2021 pukul 13.30 WIB. Agenda sidang perdana ialah pembacaan pokok-pokok permohonan, kedudukan hukum pemohon, dan pemeriksaan pendahuluan. Perkara Nomor 37/PUU-XIX-2021 tersebut akan diperiksa oleh hakim MK.
“Gugatan ini adalah peluang hukum terakhir masyarakat Indonesia untuk mencari keadilan dalam persoalan pertambangan,” terang Lasma, Selasa, 3 Agustus 2021. “Kami pastikan bahwa MK masih bisa dipercaya sebagai tempat keadilan. Upaya ini bukan milik segelintir orang. Mari kawal proses ini bersama-sama.”
Gugatan ini dilatarbelakangi sejumlah hal yang merugikan masyarakat maupun daerah dalam pasal-pasal UU Minerba. Setidaknya ada tiga poin utama. Pertama, penarikan kewenangan pertambangan dari daerah oleh pusat. Tanpa kewenangan, pemerintah daerah tidak bisa berbuat banyak manakala pertambangan ilegal merajalela seperti sekarang.
Pasal berikutnya yang bermasalah adalah pasal 169 UU 3/2020. Pasal ini mengatur perpanjangan konsesi perusahaan raksasa yang memegang kontrak karya (KK) serta perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Pemegang KK maupun PKP2B dijamin perpanjangan otomatis dua kali dengan durasi 10 tahun masing-masing tanpa pengurangan wilayah tambang. Sebelum UU ini berlaku, wilayah kerja PKP2B yang habis kontraknya tidak bisa otomatis diperpanjang melainkan melalui mekanisme lelang.
Ketiga, pasal 162 dan 164 yang membuka peluang kriminalisasi terhadap warga yang menolak tambang. Dua pemohon judicial review, Nur Aini dan Yaman, adalah orang yang dijerat pasal tersebut. Di lain sisi, UU Minerba yang baru justru tidak memuat satu pasal pun yang memberikan ruang partisipasi warga seperti konsultasi dengan masyarakat adat untuk menolak rencana pertambangan.
Pada akhirnya, bukan gubernur, bupati, wali kota, maupun para politikus yang menggugat UU 3/2020 demi kepentingan daerah dan kemaslahatan masyarakat. Uji materi produk hukum tersebut diajukan para pegiat lingkungan.
Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, mengatakan bahwa kewenangan pertambangan di tangan pemerintah pusat adalah berbahaya bagi masyarakat lokal. Maraknya pertambangan ilegal adalah satu di antara contohnya. Di samping itu, kontrak karya dan PKP2B bisa diperpanjang secara otomatis tanpa evaluasi dan lelang. UU Minerba yang baru juga memungkinkan jaminan operasi industri pertambangan meski bertentangan dengan tata ruang.
Rupang juga menjelaskan, masyarakat lokal sangat terancam atas keberadaan UU ini. Sampai hari ini saja, katanya, sudah tujuh kasus kriminalisasi di Kaltim. Empat di Kecamatan Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara; tiga di Kutai Timur. Rupang menilai, pasal 163 UU Minerba bersifat karet dan bisa dikenakan kepada masyarakat yang menolak kehadiran perusahaan tambang.
“Definisi merintangi dan menghalang-halangi aktivitas pertambangan itu yang dicari-cari,” terangnya.
Sebelumnya, dalam wawancara terdahulu, Gubernur Kaltim Isran Noor mengakui, Pemprov Kaltim tidak lagi memiliki kewenangan pengawasan karena ditarik pemerintah pusat. Isran mengatakan, tidak ada catatan bagi daerah untuk melakukan pengawasan di lapangan.
“Kami tidak berani melaksanakan tanpa dasar hukum yang kuat,” akunya. “Kalau saya, sih, asalkan setingkat menteri, dirjen (direktur jenderal), atau eselon tiga pun, kalau ada catatan seperti itu (pengawasan tambang ilegal) dari Jakarta, akan saya laksanakan,” jelasnya.
Kepala Bidang Minerba, Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, Azwar Busara, menjelaskan lebih detail setelah UU 3/2020 berlaku. Pengawasan pertambangan kini adalah wewenang inspektur tambang di bawah Kementerian ESDM. Padahal, sebelumnya, inspektur tambang harus berkoordinasi dengan Dinas ESDM Kaltim untuk evaluasi, monitoring, dan menindak izin tambang. “Dulu kami bisa mengeluarkan teguran tertulis dan lain sebagainya. Itu dulu, ya,” ucapnya.
Sejak UU 3/2020 berlaku, kewenangan pengawasan dan perizinan berada di tangan Kementerian ESDM dan Badan Koordinasi Penanaman Modal. ESDM Kaltim hanya menyetorkan laporan kepada pihak-pihak terkait. Laporan diberikan kepada inspektur tambang jika ada tambang ilegal di dalam konsesi perusahaan. Jika di luar konsesi, laporan disampaikan kepada kepolisian. (kk)