PROGRAM Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) hadir sebagai sebuah inovasi pendidikan di perguruan tinggi, terutama di tengah pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia pada tahun 2020. Dalam MBKM ditawarkannya konsep pembelajaran yang otonom dan fleksibel, agar mahasiswa dapat mengeksplorasi pengalaman belajar di luar program studi mereka (Pipin & Kurniawan, 2022). Program ini dirancang untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa, baik soft skill dan hard skill, agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman, mempersiapkan lulusan sebagai pemimpin masa depan yang unggul dan berkepribadian (Romla, 2021).
Melalui MBKM, mahasiswa telah diberikan kesempatan untuk mengikuti program yang telah dibuat untuk menambah wawasan hingga keterampilan, seperti magang bersertifikat, pertukaran mahasiswa merdeka, kampus mengajar, dan proyek studi indipenden yang bersertifikat (Fajriah et al., 2021). Selain sebagai pengembangan diri, pada program ini pun memungkinkan mahasiswa untuk terlibat langsung dalam masyarakat dan dunia pekerjaan.
Peluang yang ditawarkan sangatlah menggugah minat mahasiswa. Terbukti sebanyak 91 ribu mahasiswa telah terlibat dalam berbagai program MBKM, yang tersebar di jenjang pendidikan mulai dari SD hingga SMP (Kemdikbud, 2023). Angka tersebut menunjukkan antusiasme yang tinggi terhadap program ini. Tidak hanya untuk menambah pengetahuan akademis, namun dapat membuka kesempatan mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman dalam dunia industi.
Dibalik idealnya sistem yang dirancang berdasarkan tuntutan
Namun dibalik antusiasme yang besar, terdapat pertentangan dari sebagaian masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah terpilihnya Nadiem Makarim, MBA sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di era Pemerintahan Bapak Ir. Joko Widodo pada periode kedua. Adanya pertentangan ini muncul karena Nadiem dinilai tidak memiliki latar belakang pendidikan formal di bidang pendidikan. Selain itu, usia Nadiem yang terbilang muda yakni 36 tahun juga menjadi perhatian publik.
Tidak hanya itu, Nadiem sebelumnya dikenal sebagai pebisnis sukses, terutama melalui perusahaan Gojek yang berbasis pada kecanggihan teknologi (Wahyuni et al., 2021). Namun pada keberhasilannya dalam dunia bisnis, menimbulkan keraguan di beberapa pihak mengengai kemampuannya dalam memimpin bidang pendidikan, yang tentunya memiliki sistem dan tantangan yang berbeda dalam dunia bisnis.
Respon Masyarakat
Keraguan ini pun berdampak pada pandangan masyarakat terhadap kebijakan MBKM. Dimana kebijakan ini berfokus untuk mendorong mahasiswa agar dapat menguasai berbagai keterampilan yang tidak didapat di bangku kuliah dan mempersiapkan untuk memasuki dunia kerja. Dalam hal ini, dinilai sebagai upaya “menyesuaikan” dunia pendidikan dengan standar yang lebih sesuai dengan kebutuhan industri. Segelintir publik pun menilai kebijakan MBKM dapat mengesampingkan aspek fundamental pendidikan yang lebih fokus pada pengembangan karakter.
Namun disisi lain, para pendukung MBKM menilai kebijakan ini sebagai langkah maju untuk memodernisasi sistem pendidikan. Adapun dengan cara menciptakan kurikulum yang lebih relevan dengan kebutuhan dunia kerja dan memberikan peluang kepada mahasiswa untuk berkembang melalui pengalaman praktis.
Apa saja berbeda?
Kebijakan “Merdeka Belajar-Kampus Merdeka” yang dikeluarkan Nadiem sebagai bentuk respon terhadap permasalahan pendidikan yang ada, dimaksudkan untuk menciptakan kebebsaran berfikir (Arifin et al., 2021). Kebijakan ini pun justru mengundang pertanyaan terkait implementasinya. Meski kritik terhadap sistem pendidikan lama yang dianggap gagal menciptakan penilaian berbasis kompetensi patut menjadi perhatian, namun kebijakan ini pun dipandang sebagai langkah yang mengubah paradigma kurikulum lama tanpa mempertimbangkan kesiapan lembaga pendidikan sebagai pelaksana. Adanya harapan dalam meningkatkan mutu pendidikan, kebijakan ini malah memperluas kesenjangan antar lembaga pendidikan yang mampu beradaptasi dan yang tidak terhadap perubahan. Sehingga menambah tantangan dalam mewujudkan standar pendidikan yang adil dan berkualitas di seluruh pelosok Indonesia.
Sayangnya pendidikan kini lebih diarahkan untuk menghasilkan mahasiswa sebagai roda penggerak ekonomi. Mahasiswa hanya didorong untuk mengejar ijazah dan gelar demi mendapatkan pekerjaan. Pola pikir ini pun menjebak merek dalam sistem kapitalis, yang dimana sekolah untuk ijazah, kemudian bekerja, lalu mengumpulkan modal hingga akhir.
Apa itu komodifikasi?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, komodifikasi merupakan perubahan fungsi suatu benda, jasa, atau entitas lain yang umumnya tidak dipandang sebagai sesuatu produk komersial menjadi suatu komoditas. Komodifikasi merupakan proses perubahan nilai guna yang dimiliki oleh barang dan jasa menjadi komoditas yang mempunyai nilai jual (Adila & Prasetya, 2020). Sedangkan menurut Karl Max, komodifikasi sebagai representatif dari kapitalisme.
Kekuasaan telah menguasai pendidikan, menjadikannya komoditas yang mendukung agenda kapitalis dan sarana untuk mengejar keuntungan. Menurut Henry A. Girox, dalam dunia pendidikan kini telah terjadi komodifikasi (Siswadi, 2023). Sistem pendidikan pun kini hanya dipersiapkan untuk memasuki dunia industri. Akibatnya makna pendidikan menjadi sempit, hanya dilihat sebagai pemenuhan dalam kepentingan dunia kerja, sedangkan nilai-nilai penting seperti kemanusiaan, berpikir kritis, kepekaan moral, keterlibatan sosial dan demokrasi semakin terpinggirkan.
Penutup
Sudah seharusnya sistem pendidikan dibangun dengan fokus pada pengembangan potensi peserta didik, bukan sebaliknya yaitu memaksa peseta didik untuk beradaptasi dengan sistem yang ada. Sistem pendidikan yang ideal harus mengedepankan kebutuhan dan karakteristik individu peserta didik, memberikan ruang untuk tumbuh dan berkembang sesuai minat dan bakat masing-masing. Namun pada realitanya, banyak sistem pendidikan yang masih fokus pada pencapaian standar minimum yang telah ditetapkan, menempatkan peserta didik dalam kerangka terbatas dan mengharuskan mereka untuk beradaptasi dengan dunia kerja tanpa memperhatikan proses pembelajaran secara keseluruhan.
Pendekatan seperti ini cenderung mengesampingkan proses pembelajaran yang mendalam, dimana pembentukan karakter, kemampuan berpikir kritis, dan pengembangan diri seharusnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Daripada hanya berfokus pada pencapaian keterampilan untuk memasuki dunia kerja, pendidikan harusnya lebih mengutamakan pengembangan individu secara keseluruham, termasuk aspek intelektual, sosial, dan emosional.
Namun disisi lain, sistem pendidikan harus terus beradaptasi dengan tuntutan zaman. Perkembangan teknologi, dinamika pasar global, dan perubahan dunia kerja menuntut sistem pendidikan menjadi lebih responsive dan relevan. Oleh karena itu, meskipun nilai-nilai dasar dalam pendidikan penting untuk dipertahankan, namun perubahan dan adaptasi perkembangan zaman tidak dapat dihindari agar pendidikan tetap bisa mempersiapkan generasi muda yang siap untuk menghadapi tantangan masa depan.
“Education is not preparation for life, education is life itself” – John Dewey.
Kita tidaklah harus dipersiapkan untuk menyesuaikan diri dengann standar dunia industri. Kita berhak untuk memilih jalan hidup kita sendiri, sesuai dengan keinginan dan potensi yang kita miliki.
Penulis: Anisa
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman
Daftar Pustaka
Adila, I., & Prasetya, A. B. (2020). Ekonomi Politik Komunikasi.
Arifin, S., Abidin, N., & Anshori, F. Al. (2021). Kebijakan Merdeka Belajar dan Implikasinya terhadap Pengembangan Desain Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jurnal Manajemen Dan Pendidikan Islam, Vol. 7, 65–78.
Denty. (2023). Lebih dari 43 Ribu Mahasiswa Mendaftar Program Kampus Mengajar, Terbanyak dari Enam Angkatan. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Diakses pada 3 Desember 2024 di https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2023/06/lebih-dari-43-ribu-mahasiswa-mendaftar-program-kampus-mengajar-terbanyak-dari-enam-angkatan
Fajriah, A., Ainiyah, B. N., Nadhiroh, C., & Mawardani, T. (2021). Evaluasi Keberhasilan Program Pertukaran Mahasiswa Inbound Outbound antara Prodi Administrasi Pendidikan FIA UB dan Manajemen Pendidikan FIP Unesa.
Pipin, S. J., & Kurniawan, H. (2022). Analisis Sentimen Kebijakan MBKM Berdasarkan Opini Masyarakat di Twitter Menggunakan LSTM. Jurnal SIFO Mikroskil, Vol 23.
Romla, S. (2021). Implementasi of Merdeka Belajar at Kampus Merdeka “Rights to Learn Three Semesters Outside the Study Program” [Implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka “Hak Belajar Tiga Semester di Luar Program Studi”]. International Consortium of Education and Culture Research Studies.
Siswadi, G. A. (2023). Telaah Atas Pemikiran Henry Armand Giroux Tentang Pedagogi Kritis dan Relevansinya Dengan Pengembangan Sistem Pendidikan di Indonesia. Maha Widya Bhuwana, Volume 6.
Wahyuni, H. C., Kusuma, K. A., WDP, A. M., Wahyuni, A., Santoso, N. E. T. I., Nisak, U. K., Phahlevy, R. R., Fatah, A., & Narwoko. (2021). REFLEKSI KEBANGSAAN DIMASA PANDEMI COVID-19 Ragam Pemikiran Kehidupan Bernegara Akademisi UMSIDA 2020.